bakabar.com, JAKARTA - Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves) mengunkapkan keterbatasan model electronic vehicle (EV) atau kendaraan listrik menjadi salah satu alasan mobil listrik masih sepi peminat dan penjualannya masih rendah di Indonesia.
“Pilihannya enggak banyak cuma dua merk, misalnya cuma Wuling sama Hyundai. Warnanya sih banyak tapi modelnya enggak banyak jadi ini yang kita coba kita handle,” kata Deputi Bidang Koordinaasi Infrastruktur dan Transportasi Kemenko Marves Rachmat Kaimuddin dalam media briefing di Jakarta, Rabu (31/5).
Rachmat menuturkan masalah yang paling fundamental dalam membangun industri EV adalah isu permintaan. Saat ini, Indonesia belum memiliki EV dengan harga yang terjangkau.
"EV jauh lebih mahal dari kendaraan berbahan bakar minyak dengan kualitas setara bahkan perbedaannya bisa mencapai 30-40 persen," jelasnya.
Baca Juga: Insentif Mobil Listrik, Luhut Tegaskan Tak Ada Uang Negara yang Keluar
Selain menghadapi masalah permintaan, tantangan suplai juga menjadi isu yang harus dihadapi pemerintah agar EV bisa diadopsi. Kapasitas EV domestik masih rendah dengan kapasitas produksi 29.000 mobil, 2.480 bus dan 1,42 juta sepeda motor per tahun.
"Belum lagi investor memerlukan dukungan pasar berupa kerangka hukum dan insentif untuk mendorong investasi," terang Rachmat.
Kendati demikian, ia optimistis penjualan kendaraan listrik bisa lebih banyak lantaran kepemilikan kendaraan di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan negara-negara tetangga. Padahal, industri otomotif memiliki peran signifikan terhadap perekonomian Indonesia sebagai pusat manufaktur.
“Kepemilikan mobil di Indonesia masih rendah, mungkin 1/5 nya dari Malaysia. Malaysia dengan penduduk sekitar 32 juta penjualannya sekitar 720 ribu. Jadi kita masih mempunyai pasar ke depan dengan ekonomi yang lebih luas lagi,” ucapnya.
Baca Juga: Kembangkan Mobil Listrik, Luhut Harap Bisa Kantongi Investasi BYD
Optimisme pemerintah mengenai peralihan menuju kendaraan listrik turut dilatarbelakangi oleh penghematan biaya operasional EV yang lebih rendah dibandingkan kendaraan konvensional.
“Saya sudah pakai dari 2021, biaya transportasi saya fuel cost turun bisa 80 persen. Karena ada kebaikan pajak, saya bayar pajak 2, mobil ICE saya sama dengan mobil saya 1/10 nya misalnya untuk EV. Ibaratnya kalau udah nyoba enak dan ini kita yakin,” sebut dia.
Isu peningkatan kesadaran mengenai isu lingkungan juga disebutnya akan menjadi faktor yang mendorong minat konsumen terhadap EV. Termasuk juga tren global yang akan menyediakan model EV sesuai dengan pasar Indonesia.