bakabar.com, JAKARTA - Menjadi digital konten atau konten kreator saat ini jadi profesi yang menjanjikan. Banyak yang berhasil meraup kekayaan dari konsistensinya menjadi konten kreator.
Tapi untuk berhasil dan konsisten menjadi digital konten, ada kiat yang harus menjadi perhatian. Passion (minat atau kesukaan), pengalaman, dan cuan adalah kunci untuk tetap menjaga dan rutin mengisi kanal digital.
Hal tersebut disampaikan oleh praktisi komunikasi dan pembimbing profesional bersertifikat Dea Rizkita. Menurut Dea, setiap konten kreator harus memastikan adanya irisan antara passion (semangat), pengalaman, dan profitable atau mendatangkan keuntungan dalam konten yang dibuat.
“Konten yang ideal harus ada irisan di antara ketiganya,” kata Dea saat acara "Raih Peluang Kreatif di Era Digital" di Jakarta, Senin (30/10).
Dea mengatakan bahwa passion berarti para kreator memiliki minat untuk membuat konten tersebut. Apabila seorang kreator tidak memiliki minat terhadap konten yang mereka buat, maka proses pembuatan konten tersebut akan menjadi beban.
“Kalau nggak punya minat, pas pulang kerja masih harus membuat konten, itu rasanya capek,” kata Puteri Indonesia Perdamaian 2017 itu.
Dea menjelaskan bahwa sebetulnya pengalaman tersebut akan diperoleh para kreator seiring dengan berjalannya waktu.
Tetapi, hal tersebut bukan berarti seorang kreator dapat datang dengan tangan kosong. Paling tidak, kata Dea, seorang konten kreator harus memiliki bekal tentang topik apa yang ingin dia sampaikan melalui karyanya.
Dan yang terakhir adalah profitable. Dea tidak memungkiri, walau banyak yang beranggapan bahwa mereka membuat konten untuk bersenang-senang, tetapi profit atau keuntungan dapat menjadi motor bagi para kreator untuk terus bergerak.
“Penyemangatnya, cuan-nya,” kata Dea.
Oleh karena itu, bagi Dea, irisan di antara tiga hal itulah yang nantinya akan membuat suatu konten menjadi konten yang ideal.
Dea juga menyarankan agar para pembuat konten tidak menjadi "palu gada" atau "apa lu mau, gue ada", alias membuat konten apapun dan tidak memiliki spesialisasi.
Hal tersebut, kata Dea, mengakibatkan konten-konten yang diproduksi tidak memiliki kejelasan target audiens. Konten kreator harus memilih secara spesifik, termasuk memastikan siapa penikmat konten mereka.
“Harus jelas siapa yang mau kita bantu, penikmat konten kita siapa, jangan jadi 'palu gada',” ujar Dea.