bakabar.com, KANDANGAN – Budaya masyarakat pegunungan Meratus, Desa Lok Lahung, Kecamatan Loksado, Kabupaten Hulu Sungai Selatan (HSS), hingga kini terus terjaga.
Kendati demikian, laju perkembangan di era modernisasi, tetap menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat.
Sehari-hari, masyarakat desa di sana beraktivitas berladang di kawasan lereng pegunungan Meratus, Kecamatan Loksado, yang merupakan wilayah hukum adat.
Masyarakat desa terus berupaya menjaga keasrian alam agar tidak mengalami kerusakan seperti penggundulan hutan akibat penebangan liar maupun pertambangan.
Mengemban amanah warga, Penghulu Balai Adat Manutui Desa Lok Lahung, Lenit (50 tahun) mengatakan masyarakat sangat keras melarang segala bentuk aktivitas yang merusak lingkungan.
Apalagi, pulau Kalimantan telah ditetapkan dan dijuluki sebagai salah satu paru-paru dunia.
“Kami sangat melarang segala bentuk kegiatan yang merusak lingkungan dan hutan,” kata Lenit yang familiar dipanggil Abah Andika.
Pihaknya khawatir, generasi penerus suku Dayak Loksado menerima dampaknya akibat kerusakan lingkungan jika nantinya diperbolehkan.
“Kalau longsor memang ada, tapi tidak sampai banjir bandang seperti di Kabupaten Hulu Sungai Tengah (HST) beberapa waktu lalu,” ungkapnya, usai aruh di Balai Adat Manutui.
Kepada bakabar.com, Abah Andika mengungkapkan laju perkembangan zaman membuat para pemuda desa mulai melupakan adat dan kebudayaan masyarakat suku Dayak Loksado.
Meskipun demikian, para orangtua terus mengajarkan beragam kebiasaan turun-temurun dari nenek moyang di Desa Lok Lahung.
“Kami berupaya mewariskan kepada pemuda dan pemudi desa, khususnya kepada anak saya pribadi,” kata Abah Andika.
Salah satunya yakni acara aruh adat yang telah digelar pada Sabtu (19/6) kemarin.
Acara itu merupakan tradisi warga sebagai bukti syukur masyarakat atas berbagai rezeki yang telah diterima.
Kegiatan ini mengumpulkan seluruh masyarakat, baik dari desa hingga luar menuju Balai Adat Manutui.
Masing-masing kepala keluarga di sana menyediakan makanan dan minuman, mendirikan panggung serta menyelenggarakan dengan saling gotong royong.
“Kurang lebih 9 kepala keluarga ada di Desa Lok Lahung, semua mengikuti aruh adat,” jelas Abah Andika.
Alunan merdu musik khas suku Dayak Loksado, ditambah tarian adat dengan bumbu-bumbu ritual membuat keunikan tersendiri perayaan itu.
Setelah menggelar aruh adat semalaman, pagi hari dilanjutkan acara pernikahan warga.
Abah Andika menerangkan, hal seperti inilah yang perlu ditunjukan kepada pemuda desa supaya mereka tidak lupa kebiasaan turun-temurun.
“Selain mengungkapkan rasa syukur, juga meminta restu kepada suami dan istri agar rezeki yang kami dapat selalu tercukupi,” ujarnya.
Ia berharap, generasi muda bisa terus berupaya menjaga kelestarian alam pegunungan Meratus secara berkelanjutan.