Ia memilih daun pandan duri sebagai bahan utama upanat karena terinspirasi dari Relief Karmawibhangga panel 150 pada Candi Borobudur.
Sebagai informasi, relief Karmawibhangga panel 150 pada Candi Borobudur menceritakan tentang pembuatan sandal di masa itu yang memanfaatkan daun panjang yang dikeringkan.
"Produksi pertama untuk uji coba 50 biji, lengkap dengan goodie bag, jadi pengunjung yang ke Candi Borobudur membayar Rp 120.000 mendapat 1 goodie bag berisi upanat, tiket masuk, serta guide," jelas Basiyo.
Baca Juga: Sop Senerek Bu Atmo, Lebih Separuh Abad Menggoyang Lidah Warga Magelang
Seiring berjalannya waktu, sandal buatan Basiyo ternyata semakin diminati pengunjung baik dalam maupun luar negeri.
Oleh karena itu, ia diminta pihak pengelola Candi Borobudur untuk menambah jumlah produksi dari 50 menjadi 100 biji dalam sehari.
"Terlebih sejak konservasi 2017, sekitar 2020 produksi dan penjualannya merangkak naik," imbuhnya.
Baca Juga: Getuk Gondok Hj Sri Rahayu, Kudapan Khas Magelang yang Tercipta Sejak Masa Penjajahan Jepang
Ia memilih daun pandan duri sebagai bahan utama upanat karena terinspirasi dari Relief Karmawibhangga panel 150 pada Candi Borobudur.
Sebagai informasi, relief Karmawibhangga panel 150 pada Candi Borobudur menceritakan tentang pembuatan sandal di masa itu yang memanfaatkan daun panjang yang dikeringkan.
"Produksi pertama untuk uji coba 50 biji, lengkap dengan goodie bag, jadi pengunjung yang ke Candi Borobudur membayar Rp 120.000 mendapat 1 goodie bag berisi upanat, tiket masuk, serta guide," jelas Basiyo.
Seiring berjalannya waktu, sandal buatan Basiyo ternyata semakin diminati pengunjung baik dalam maupun luar negeri.
Oleh karena itu, ia diminta pihak pengelola Candi Borobudur untuk menambah jumlah produksi dari 50 menjadi 100 biji dalam sehari.
"Terlebih sejak konservasi 2017, sekitar 2020 produksi dan penjualannya merangkak naik," imbuhnya.