Nasional

Menengok SDN Bahandang 2, Sekolah Paling Mini di Batola

Nor Shifa tampak tertawa riang bersama beberapa anak, ketika tiba jam istirahat di SDN Bahandang 2, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala (Batola), Rabu (20/9).

Featured-Image
Suasana belajar mengajar di SDN Bahandang 2. Keterbatasan jumlah siswa membuat satu ruangan disekat menjadi dua kelas. Foto: apahabar.com/Bastian Alkaf

bakabar.com, MARABAHAN - Nor Shifa tampak tertawa riang bersama beberapa anak, ketika tiba jam istirahat di SDN Bahandang 2, Kecamatan Jejangkit, Barito Kuala (Batola), Rabu (20/9).

Meski duduk di kelas VI dan tidak lama lagi melangkah ke jenjang SMP, Shifa tampak tak canggung bergaul dengan beberapa adik kelas.

Shifa sendiri tidak punya teman sekelas. Penyebabnya bocah perempuan ini merupakan satu-satunya siswa di kelas VI di SDN Bahandang 2.

Sementara siswa di kelas II berjumlah 3 orang, kelas III sebanyak 2 orang dan kelas IV tercatat 2 orang. Mereka merupakan anak-anak warga Unit Pemukiman Transmigrasi (UPT) Bahandang.

Dengan total 8 siswa, lembaga pendidikan formal di Jalan Transmigrasi Bahandang itu menjadi sekolah paling mini di Batola.

Mengacu Data Pokok Pendidikan (Dapodik) SD di Batola, jumlah siswa paling sedikit berikutnya adalah SDN Bahandang 1 dengan 17 siswa.

Membuka kelas pembelajaran sejak 2005, jumlah siswa SDN Bahandang 2 memang terus menyusut dalam sepuluh tahun terakhir.

Imbasnya dari lima ruang kelas, hanya dua yang digunakan untuk empat rombongan belajar. Teknisnya kedua ruangan disekat guna membedakan rombongan belajar.

Berkaca dari kondisi terkini, hampir dipastikan tidak seorang pun siswa di kelas II dan VI dalam tahun ajaran 2023/2024.

Jumlah siswa segaris jumlah penduduk di UPT Bahandang. Diperkirakan jumlah kepala keluarga yang tersisa dan menetap, tidak lebih dari 20.

"Kalau hujan deras, hampir 90 persen siswa tidak turun ke sekolah. Penyebabnya jalanan becek hingga bahkan banjir," ungkap Hidayatullah yang mengajar di SDN Bahandang 2 sejak 2005.

Termasuk Hidayatullah, SDN Bahandang 2 memiliki 5 tenaga pendidik dengan rincian 1 kepala sekolah dan 4 guru yang kesemuanya sudah berstatus PNS bersertifikasi.

Namun dalam beberapa bulan mendatang, jumlah tenaga pendidik yang tersisa hanya 3. Penyebabnya 2 di antaranya mengusul pindah ke sekolah lain, termasuk Siti Saudah yang mengajar di SDN Bahandang 2 sejak 2005.

"Sebenarnya saya sempat ditawari pindah. Namun setelah dipikir-pikir, saya memilih bertahan. Kalau saya pindah, dikhawatirkan guru-guru lain tergerak pindah," beber Hidayatullah.

"Di sisi lain, saya berat meninggalkan para siswa. Terlebih mulai dari honorer hingga diangkat PNS sejak 2014, saya sudah mengajar di SDN Bahandang 2," imbuh warga Kecamatan Sungai Tabuk di Kabupaten Banjar ini.

Motivasi para guru juga masih terjaga, karena minat belajar siswa tidak luntur. Bahkan sebagian besar alumni melanjutkan pendidikan ke jenjang berikutnya.

Salah satunya ke SMPN 4 Mandastana di Desa Cahaya Baru yang berjarak sekitar 8,5 kilometer dari SDN Bahandang 2.

Terkait keterbatasan jumlah siswa, Dinas Pendidikan (Disdik) Batola sempat mengapungkan wacana regrouping atau penggabungan SDN Bahandang 2 dengan SDN Bahandang 1.

"Sudah dilakukan survei lapangan. Namun orang tua siswa enggan dilakukan penggabungan," jawab Kepala Disdik Batola, H Sumarji, ketika dikonfirmasi terpisah.

Alasan orang tua adalah jarak tempuh. Faktanya jarak antara SDN Bahandang 2 dengan SDN Bahandang 1 sekitar 3 kilometer. Pun jalan yang dilewati masih tanah bercampur batu base course.

"Akhirnya rencana regrouping dibatalkan. Kalau tetap dilakukan penggabungan, dikhawatirkan anak tidak mau lagi bersekolah," tukas Sumarji.

Salah satu ruang di SDN Bahandang 2 yang tidak terpakai dan dalam kondisi kurang layak pakai. Foto: bakabar.com/Bastian Alkaf
Salah satu ruang di SDN Bahandang 2 yang tidak terpakai dan dalam kondisi kurang layak pakai. Foto: bakabar.com/Bastian Alkaf

Balai Desa

Berdasarkan catatan jurnalis bakabar.com, cikal bakal SDN Bahandang 2 adalah sekolah darurat di balai desa yang beroperasi sejak awal 2003.

Pendirian sekolah darurat dilakukan atas swadaya masyarakat transmigran dari Jawa dan Nusa Tenggara, setelah sekitar 8 bulan menempati UPT Bahandang.

Keputusan tersebut diambil atas kesepakatan bersama warga dan Kepala UPT Bahandang, lantaran instansi terkait tak menyediakan sarana pendidikan yang terdekat.

Akhirnya balai desa yang hanya seluas 6x10 meter persegi, disekat plywood menjadi tiga ruang kelas untuk menampung total 87 siswa.

Jumlah siswa yang cukup banyak, tetapi tidak didukung daya tampung ruangan, lantas disiasati dengan pembagian jam belajar.

Siswa kelas I, II dan III masuk pukul 08.00 hinggga 12.00. Sedangkan siswa kelas IV, V dan VI belajar mulai pukul 13.00 hingga 17.00.

Sementara fasilitas belajar berupa kursi, meja dan papan tulis berasal dari sumbangan. Sedangkan guru adalah 4 warga setempat dengan bahan ajar dari koleksi pribadi.

Sekitar setahun berjalan, sekolah permanen yang diidamkan pun dibangun mulai 2004, setelah usulan Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Batola disetujui Departemen Transmigrasi dan Perambah Hutan bersama Departemen Pendidikan Nasional.

Editor


Komentar
Banner
Banner