bakabar.com, JAKARTA – Menteri pendidikan dan kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim coba meluruskan persepsi semua pihak terkait Ujian Nasional (UN).
Eks CEO Gojek itu menegaskan UN tidak dihapus, melainkan berganti format. Yakni menjadi Asesmen Kompetensi Minimum dan Survei Karakter.
“Beberapa hal agar tidak ada mispersepsi, UN itu tidak dihapus. Mohon maaf, kata dihapus itu hanya headline di media agar diklik, karena itu yang paling laku. Jadi UN itu diganti jadi Asesmen Kompetensi,” kata Nadiem dalam rapat kerja (raker) di Komisi X DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (12/12).
Dia juga meminta seluruh anggota Komisi X tak lagi menyebut bahwa UN dihapus. Menurutnya, yang dihapus adalah format ujian per mata pelajaran.
“Jadi mohon tidak lagi bicara kepada media atau apa bahwa UN dihapus. Yang dihapus itu adalah format seperti yang sekarang. Yang dihapus adalah format per mata pelajaran mengikuti kelengkapan silabus daripada kurikulum. Itu yang dihapus,” tutur Nadiem.
Lantas, dia pun menjelaskan Asesmen Kompetensi mirip dengan The Programme for International Student Assessment (PISA) yang dibuat Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).
“Diganti tapi dengan Asesmen Kompetensi Minimum yaitu hampir mirip-mirip seperti PISA yaitu literasi, numerasi plus ada satu, Survei Karakter,” jelasnya.
Dengan Asesmen Kompetensi murid-murid tak lagi dihadapkan dengan berbagai buku yang harus dipelajari.
“Unfortunately pak, karena kata dihapus itu sangat banyak kliknya, jadinya setiap kali dihapus itulah yang membuat orang membaca artikelnya. Tapi ya tentunya ini penyederhanaan yang cukup dramatis pak. Artinya tidak bisa dihafal, tidak ada buku bertumpuk-tumpuk yang harus dipelajari. Ini sekadar problem solving test, analisa tes, begitu,” ucapnya.
Sebelumnya, Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Totok Suprayitno juga menegaskan demikian. Bahwa Ujian Nasional (UN) tidak dihapus melainkan diganti formatnya.
“UN tidak dihapuskan, namun diganti dengan evaluasi atau penilaian yang lebih baik. Karena kita ingin penilaian ini nantinya lebih mengarah pada tingkat penalaran siswa,” ujar Totok di Jakarta, Kamis.
Selama ini UN didominasi oleh penguasaan konten mata pelajaran. Padahal ke depan, yang dibutuhkan oleh siswa adalah kemampuan bernalar.
“Jadi perubahan itu, yang tadinya UN lebih kepada menilai kepada pemahaman konten anak-anak kita, nanti lebih kepada kemampuan bernalar, kemampuan berpikir kritis,” jelas dia.
Totok menegaskan UN tidak bisa dihapuskan karena amanat UU. Hanya diganti dengan penilaian yang menekankan pada kemampuan bernalar.
Nantinya, bentuk penilaiannya seperti soal-soal PISA maupun AKSI yang dibuat oleh Kemendikbud. Untuk survei karakter, karakter seperti apa yang dibutuhkan pada masa depan.
Disinggung mengenai menurunnya motivasi anak karena tidak ada UN, Totok mengatakan kemampuan anak tidak bisa dibangkitkan pada saat ujian saja, melainkan harus dalam kesehariannya.
“Melalui penilaian yang formatnya sudah berubah itu, maka bisa diketahui bagaimana kemampuan anak yang sebenarnya.”
Guru-guru harus melakukan penilaian yang sifatnya formatif, atau perbaikan secara terus-menerus. Semangat belajar harus dibangkitkan dalam keseharian, melalui penilaian harian, mingguan dan bulanan.
Mulai 2021, Kemendikbud mengubah format UN yang sebelumnya dilakukan pada akhir jenjang, menjadi pertengahan jenjang. Penilaian itu mengukur kompetensi siswa dan karakter yang dimiliki oleh siswa itu.
Baca Juga: Hasil Seleksi Administrasi CPNS 2019 Sudah Bisa Dilihat
Baca Juga: Stafsus: Jokowi Kritik KPK Bekerja Sporadis
Sumber: detikcom/antara
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin