Kalsel

Menakar Langkah Pertamina-Pemprov Basmi Pelangsir BBM Kalsel

apahabar.com, BANJARMASIN– Fenomena kelangkaan solar bersubsidi seakan tak ada habisnya mendera Kalimantan Selatan Ialah praktik pelangsiran…

Featured-Image
Polisi menertibkan sejumlah kendaraan yang diduga kuat menjadi sarana melangsir BBM di sejumlah SPBU di HST. Foto: Antara

bakabar.com, BANJARMASIN– Fenomena kelangkaan solar bersubsidi seakan tak ada habisnya mendera Kalimantan Selatan

Ialah praktik pelangsiran BBM yang disinyalir yang menjadi biang kelangkaan. Beragam wacana pun bermunculan. Misalnya membuat SPBU khusus pelangsir BBM. Lantas, mungkinkah terealisasi?

Unit Manager Communications, Relations & CSR Pertamina MOR VI Kalimantan, Susanto Agustus Satria bilang mendirikan sebuah SPBU haruslah mendapat persetujuan dulu dari regulator. “Bukan Pertamina,” ujarnya.

Toh, misalnya wacana SPBU khusus pelangsir terealisasi, lanjut dia, justru berpotensi menambah gejolak sosial di tengah masyarakat.

"Karena sudah jelas, beli BBM itu hanya secukupnya dan seperlunya saja," tegasnya.

Terlepas itu, Pertamina bersama Pemprov Kalsel kini sudah melakukan upaya untuk menjaga kestabilan BBM. Khususnya solar bersubsidi.

Surat Gubernur Kalsel, terbaru bernomor 541/01744/EKO tertanggal 24 November 2021 sudah diterbitkan.

Aturan ini menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, serta mengacu pada Kuota Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) yaitu Solar Bersubsidi di Kalsel.

"Maka perlu dilakukan pengendalian pendistribusian Bahan Bakar Tertentu (Solar Bersubsidi) di SPBU," tulis surat yang ditandatangani Gubernur Sahbirin Noor.

Dalam surat, kendaraan dinas milik instansi pemerintah, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota, Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), TNI/Polri dilarang menggunakan Jenis BBM tertentu (Solar Bersubsidi), kecuali kendaraan untuk pelayanan umum seperti ambulans, mobil jenazah, mobil pemadam kebakaran dan mobil pengangkut sampah.

Kedua, kendaraan milik perusahaan pelat kuning dengan berbagai tipe yang digunakan untuk mengangkut hasil kegiatan perkebunan, kehutanan dan pertambangan baik dalam kondisi bermuatan atau kosong dengan jumlah roda 6 dilarang menggunakan solar bersubsidi.

Untuk keperluan usaha mikro, usaha perikanan, usaha Pertanian, transportasi air dan pelayanan umum tanpa menggunakan surat rekomendasi dari instansi/dinas berwenang dilarang menggunakan jenis BBM Tertentu (Solar Bersubsidi).

Keempat, pembelian dengan menggunakan jeriken atau sejenisnya jelas dilarang. Kecuali untuk keperluan usaha dengan syarat disertai surat rekomendasi dari instansi/dinas berwenang. Kelima, batas pembelian jenis BBM tertentu (Solar Bersubsidi) sebagai berikut:

a. Angkutan umum/barang roda 4 paling banyak sebesar Rp400.000,- per hari.
b. Kendaraan pribadi roda 4 paling banyak sebesar Rp300.000,- per hari.
c. Angkutan umum/barang roda 6 atau lebih, paling banyak sebesar Rp.900.000 per hari/kendaraan.

Keenam, Pertamina (Persero) wajib menyediakan solar nonsubsidi di setiap SPBU guna memenuhi keperluan konsumen dan mengantisipasi terjadinya antrean panjang.

Terakhir, agar surat edaran terlaksana, Pemprov, Pemkot/kab se-Kalsel, instansi/SOPD pemberi Surat Rekomendasi Pembelian BBM Tertentu (Solar Bersubsidi), PT Pertamina (Persero), Hiswana Migas Kalsel diminta melaksanakan sosialisasi, koordinasi, monitoring, pembinaan dan pengawasan bersama pihak kepolisian setempat.

Lantas, cukupkah langkah tersebut memutus kelangkaan BBM dan maraknya praktik pelangsiran BBM di Kalsel? bakabar.com menyodorkan pertanyaan ini ke Pemerhati Kebijakan Publik Kalsel, Muhammad Pazri.

Menurut Pazri kebijakan pengendalian pendistribusian solar bersubsidi oleh Pemprov Kalsel sudah bagus. Namun, jangan hanya sekadar hitam di atas putih.

"Implementasi, pengawasan, dan monitoring harus dijalankan," tekannya.

Lantas, sanksi apa yang bisa digunakan aparat untuk menindak pelangsir? Praktik pelangsiran sebenarnya bisa dikenakan Pasal 53 jo. Pasal 23 ayat (2) huruf c UU Nomor 22 Tahun 2001 tentang Migas.

Siapapun yang melakukan pengolahan, pengangkutan, penyimpanan dan mendagangkan BBM tanpa izin usaha, sesuai Pasal 23, dapat dipidana 5 tahun penjara dengan denda hingga Rp50 miliar.

Karenanya, Pazri meminta sinergitas antara pemerintah daerah, Pertamina dan pemilik SPBU perlu lebih dibangun.

"Apabila ada penyimpangan harus dibina dan ditindak sesuai dengan hukum yang berlaku oleh aparat penegak hukum," pungkasnya.

Maraknya dugaan praktik pelangsiran BBM sebelumnya memantik perhatian anggota Komisi II DPRD Banjarbaru, Tarmidi.

Tarmidi mencoba melihat dari dua sisi atas sengkarut distribusi BBM yang bahkan berujung insiden maut di SPBU Liang Anggang, akhir Oktober silam.

Kekinian, pelangsiran BBM tak ubahnya praktik lawas yang sudah menjadi mata pencaharian masyarakat ekonomi menengah ke bawah.

"Namun jika dari segi aturan mereka memang menyalahi aturan, juga akan menyebabkan kelangkaan BBM," ujar Tarmidi kepada bakabar.com.

Tumbuh suburnya praktik pelangsiran, Tarmidi menduga ada oknum nakal yang membekingi.

"Saya dengar jika memberikan uang lebih kepada petugas semacam tip seperti itu," ucapnya.

Untuk memberantasnya, politikus PKB ini meminta TNI-Polri terlibat lebih aktif. Termasuk Himpunan Wiraswasta Nasional Minyak dan Gas atau Hiswana Migas.

"Harusnya dari Hiswana Migas yang membawahi dari permasalahan BBM ini turun tangan atau melakukan pemanggilan," terangnya.

Masalah pelangsiran seakan tak ada habisnya. Bahkan berujung cekcok maut yang menewaskan Sani di SPBU Liang Anggang.

Kamis 28 Oktober, Sani menjadi korban pembunuhan di SPBU Liang Anggang, Kamis 28 Oktober usai cekcok mulut saat mengantre solar. Ia dibunuh seterunya Muslim.

Kronologi bermula ketika keduanya sama-sama mengantre solar. Korban yang sehari-hari berdagang BBM eceran memukul pelaku diduga lantaran kesal karena terlalu lama menunggu.

Muslim menderita sejumlah luka tusuk di pinggangnya kini sudah diamankan di Mapolsek Banjarbaru Barat. Nahas bagi Sani, ia meninggal di tempat akibat luka tusukan di perut.

Antrean solar memang mendera Kalsel belakangan waktu ini. Taufik, salah seorang sopir truk tujuan Kotawaringin Barat kerap mengantre hingga sehari semalam.

"Saat sudah dapat giliran, eh tiba-tiba habis. Diserobot truk dengan tutup terpal. Mereka bisa mengisi BBM sampai setengah jam," ujarnya ditemui bakabar.com.

Taufik sebenarnya tak terlalu memedulikan persoalan praktik pelangsiran. "Asal mereka antre seperti kita, dan stok BBM selalu ada, saya kira tidak masalah," ujarnya. "Mereka kan juga butuh makan," sambungnya.

Taufik berujar antrean yang memakan waktu lama tentu berimbas pada telatnya arus pengiriman barang ke tempat tujuan.

"Saya ini bawa daging dari Kalsel. Jika telat, otomatis harga jual di Kalteng bisa naik," ujarnya.

Tambah Kuota

Kronologis Anyar Pembunuhan di SPBU Liang Anggang, Antre Solar Berujung Maut

Pertamina tengah mengupayakan penambahan kuota untuk mengatasi kelangkaan solar di Kalsel hingga mencapai 572.000 kiloliter dan 102.000 metrik ton elpiji.

Diketahui tahun ini Kalsel hanya diberi jatah 254.934 Kl atau lebih sedikit jika dibanding kuota Kalbar; 392 023 KL. Sementara kuota elpiji di kisaran 907.000 MT.

Kepala Biro Perekonomian Setdaprov Kalsel, Ina Yuliana menegaskan pemerintah sudah membentuk Satgas yang gemuk untuk mengatasi dugaan penyelewengan BBM.

Ina bilang pemerintah bekerja sama dengan aparat kepolisian, TNI, kejaksaan, Pertamina bahkan intelijen untuk mengatasi dugaan penyelewengan tersebut.

"Satgas kita sudah jalan, kalian tidur kita jalan. Masih ada (penyelewengan) karena kita belum cukup mensosialisasikan," aku Ina.

Sementara Anggota DPR RI Komisi VII Novri Ompusunggu berjanji akan kembali mendatangi Kantor BPH Migas untuk mempertanyakan usulan penambahan kuota BBM Kalsel.

Novri meminta Satgas yang dibentuk Pemprov Kalsel meningkatkan kinerja. Agar potensi penyelewengan BBM-elpiji bisa berkurang.

Sementara, Wakil Ketua DPRD Kalsel, M Syarifuddin mengingatkan supaya tim yang terlibat lebih efektif. Dengan efektivitas tersebut, penyelewengan diyakini akan hilang dengan sendirinya.

"Saya sering laporkan ke Pertamina terkait antrean BBM di daerah. Walau bukan kewenangan Pertamina menegur itu, tapi Satgas ada, Pemprov ada," kata politikus PDIP ini dalam pertemuan dengan anggota DPR RI, Pertamina, Biro Ekonomi dan ESDM Kalsel di Kantor PT Pertamina Unit Pemasaran VI Depot Banjarmasin, Jumat (27/11) sore.

Dilengkapi oleh Rizal Khalqi dan Al-Madani

Antre Solar Berujung Maut di SPBU Liang Anggang, Pelangsir & Beking Mestinya Diberantas

Komentar
Banner
Banner