bakabar.com, BANJARMASIN – D, korban pemerkosaan seorang oknum polisi di Banjarmasin kini tak bisa berbuat banyak.
Perkaranya dinyatakan sudah inkrah setelah Jaksa Penuntut Umum (JPU) tak mengajukan banding pasca-putusan vonis penjara 2,5 tahun terhadap Bripka Bayu Tamtomo.
Tak banyak pilihan untuk D selain menempuh jalur perdata sesuai Pasal 1365 KUHPerdata atau Jaksa Agung melakukan Upaya Hukum Luar Biasa.
Babak baru untuk menempuh jalur perdata terkait pemerkosaan oknum polisi itu bisa saja terbuka.
Dalam perkara pidana, Upaya Hukum Luar Biasa ada dua; kasasi demi kepentingan hukum (Pasal 259 KUHAP) dan peninjauan kembali (Pasal 263 KUHAP).
"Karena perkara ini sudah inkrah, maka korban bisa melakukan upaya perkara ke perdata," kata praktisi hukum, Abdul Halim Shahab saat ditemui media, Kamis (27/1).
Menurut Pasal 1365 KUHPerdata, setiap orang yang melakukan perbuatan melanggar hukum diwajibkan untuk mengganti kerugian yang timbul dari kesalahannya tersebut.
"Korban berhak menuntut ganti rugi sesuai keadaan dan kerugian yang diderita," bebernya.
Lebih jauh, Halim merasa ketiga majelis hakim sudah melakukan tugas secara profesional. Keputusan vonis 2,5 tahun terhadap Bripka Bayu tentu menurutnya sudah didasari pertimbangan yang komprehensif, baik secara data maupun fakta di persidangan.
"Terlalu berani dengan kasus seperti ini kalau hakim ada kong kali kong dengan jaksa," ujar ketua Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Sultan Adam Banjarmasin ini.
Namun yang patut disayangkan adalah tuntutan dari JPU. Terlepas dari pencantuman Pasal 286 KUHP yang dinilai kontroversi, Halim menyebut bahwa mestinya tuntutan terhadap aparat penegak hukum lebih berat dibanding masyarakat biasa.
"Karena pelaku adalah aparat kepolisian, sehingga tuntutannya pantas diperberat sepertiga dari ancaman hukuman," tutupnya.