bakabar.com, JAKARTA - Perubahan zaman yang mengikuti perkembangan teknologi terus bergulir dan tidak jarang membuat banyak perbedaan. Kendati begitu, usaha yang tetap kokoh dan tidak terganggu oleh perkembangan teknologi pada masa depan adalah pertanian.
Jenis usaha ini tetap membutuhkan pelaku yang sama, yakni petani, dan kehadiran teknologi justru menguntungkan mereka dalam meningkatkan produktivitas pertanian.
Sementara itu, pihak yang justru tertinggal oleh hadirnya mesin-mesin canggih di bidang pertanian adalah buruh pertanian yang selama ini hanya mengandalkan kekuatan fisik. Mereka tidak lagi dilibatkan seiring hadirnya mesin yang lebih efektif dengan hasil maksimal dan waktu pengerjaan yang singkat.
Pertanian sejatinya merupakan bidang yang relatif aman dari guncangan teknologi, karena produknya selalu dibutuhkan oleh manusia di seluruh belahan dunia. Pangan menjadi peluang sekaligus ancaman bagi masa depan.
Baca Juga: SwissCham Indonesia Wujudkan Pertanian Berkelanjutan dan Antisipasi Krisis Iklim
Menjadi ancaman jika suatu kawasan atau negara tidak mampu memenuhi kebutuhan pangan bagi warganya. Menjadi peluang karena semua orang membutuhkan bahan makanan yang dihasilkan oleh kerja para petani. Karena itulah pertanian digolongkan sebagai usaha yang tetap dibutuhkan sampai kapanpun.
Kalaupun perkembangan teknologi bisa mengubah kebiasaan di bidang pertanian, seperti munculnya pertanian urban, yang memanfaatkan lahan sempit di sekitar rumah, hal itu tidak sampai mengganggu usaha yang dilakukan oleh petani konvensional. Hasil pertanian urban umumnya hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan sendiri sehingga bahan makanan dari hasil pertanian konvensional tetap dibutuhkan oleh banyak orang.
Dengan gambaran itu, pertanian sesungguhnyamemiliki masa depan yang lebih jelas dan pasti.
Di sisi lain, kecenderungan kaum muda meninggalkan pertanian untuk mengejar pekerjaan atau profesi lain didasarkan pada kenyataan ekonomi orang tua mereka yang tidak kunjung baik. Ada stigma bahwa pertanian adalah pekerjaan rendah dengan penghasilan yang juga rendah, serta status sosialnya pun dinilai rendah.
Baca Juga: Indonesia Jalin Kerja Sama di Bidang Pertanian dengan Korea Selatan
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementerian Pertanian menyebutkan pada tahun 2020 jumlah petani muda (20-39 tahun) sekitar 2,7 juta orang. Jumlah tersebut hanya sekitar 8 persen dari total petani sebanyak 33,4 juta orang. Angka itu menunjukkan profesi petani sangat didominasi angkatan kerja tua.
Kondisi ekonomi petani pada masa lalu dan saat ini mungkin dianggap kurang menjanjikan karena pertanian masih digarap dengan apa adanya dan tidak pernah berubah secara turun-temurun. Hadirnya teknologi hanya menyentuh aspek pengolahan tanah dan pemupukan, sementara inovasi di bidang pembibitan dan perluasan jenis tanaman dan pemasaran hasilnya masih banyak yang hanya mengulang-ulang kebiasaan kuno.
Menyadari hal itu, pemerintah melalui Kementerian Pertanian meluncurkan program yang mendorong kaum muda untuk menekuni pertanian, yakni program Youth Enterpreneurship and Employment Support Services (YESS). Program itu dirancang untuk mengubah persepsi kaum muda atas sektor pertanian menjadi lebih baik.
Lewat program ini pemerintah ingin menggugah kesadaran kaum muda bahwa sawah atau ladang itu menjanjikan masa depan cerah jika dikelola dengan manajemen modern dan mental usaha yang kuat serta penuh inovasi dari petaninya.
Baca Juga: Pola Kemitraan, Apkasindo: Kunci Petani Tingkatkan Produktivitas Sawit
Pertanian dan milenial adalah dua entitas yang sesungguhnya saling membutuhkan. Pertanian membutuhkan hadirnya kaum muda agar pengelolaannya tersentuh kreativitas dan inovasi, sementara kaum milenial membutuhkan pertanian sebagai penopang kehidupan masa depan yang lebih pasti.
Kementerian Pertanian tak henti-hentinya memotivasi petani milenial untuk membangun sektor pertanian secara masif dan berkelanjutan. Dengan demikian, petani muda atau milenial menjadi pilar utama pembangunan pertanian yang berkelanjutan dan modern.
Selain adaptif terhadap perkembangan teknologi modern, kaum milenial petani juga harus mau berubah dari dalam. Kalau petani terdahulu hanya mengandalkan jiwa menanam, yang pengetahuannya pun tidak pernah berubah dari leluhur, sedangkan petani masa depan harus memiliki kemampuan lebih dari sekedar bercocok tanam.
Jiwa wirausaha, yang mempersyaratkan kreativitas, harus mulai dipelajari oleh petani muda agar mereka tangguh dan pekerjaan yang bergulat dengan tanah itu memiliki gengsi tinggi pada masa depan. Selama ini pekerjaan petani dianggap tidak bergengsi sehingga kaum muda yang lahir dari rahim petani berbondong-bondong meninggalkan pekerjaan di sawah atau ladang itu.
Baca Juga: Komitmen Amankan Harga Gabah, Bulog Serap 500 Ribu Ton Beras Petani
Mereka lebih mengejar profesi modern yang pada masa depan sesungguhnya penuh ketidakpastian dan rentan terhadap guncangan perubahan zaman. Meskipun demikian, kesadaran bahwa pertanian memiliki masa depan cerah sudah terlihat mulai menjangkiti jiwa beberapa kaum muda, lewat kerja-kerja pemerintah di berbagai tingkatan.
Kementerian Pertanian kemudian mengadakan kegiatan semacam perkemahan yang melibatkan petani milenial dan mahasiswa pertanian dari berbagai daerah di Indonesia. Program itu ditujukan untuk melahirkan petani-petani muda baru yang berdedikasi guna mewujudkan pertanian Indonesia yang maju, mandiri, dan modern.
Program yang digulirkan pemerintah untuk mendorong kaum muda terjun ke sawah, tentunya tidak boleh berjalan sendirian. Kerja pemerintah membutuhkan kolaborasi berbagai pihak untuk menggugah anak muda mau bekerja 'kotor' di sawah.
Salah satu pihak yang merasa terpanggil untuk menyukseskan program Pemerintah di bidang pertanian adalah Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Kadin Jawa Timur telah berupaya membantu petani milienal di daerah itu untuk membangun jejaring bisnis hasil pertanian.
Baca Juga: Indonesia Jalin Kerja Sama di Bidang Pertanian dengan Korea Selatan
Kegiatan Kadin Jatim mendukung Program YESS adalah dengan berkomunikasi dengan kaum muda yang mulai terjun ke bidang pertanian dan mengadakan pelatihan, sebagaimana diungkapkan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Pertanian dan Pangan Kadin Jatim Dr. Edi Purwanto.
Pada program itu Kadin Jatim menggandeng beberapa organisasi di bidang pertanian dan sejumlah perusahaan bidang pertanian, peternakan, dan perikanan.
Lewat forum itu, diungkap mengenai pentingnya mewujudkan pertanian yang inklusif atau jenis pertanian yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan, seperti dari Pemerintah, kampus, petani, lembaga keuangan, produsen, dan penyedia sarana produksi pertanian.