bakabar.com, AMUNTAI – Penggerebekan di SPBU Benua Lima, Amuntai, Hulu Sungai Utara (HSU) tengah disorot.
SPBU swasta di Kebun Sari itu digerebek aparat kepolisian lantaran diduga mengoplos BBM Biosolar dengan Dexlite.
Kendati begitu, SPBU tetap buka seperti biasa. Pantauan bakabar.com Minggu (26/12), hanya sebuah mesin pengisi Dexlite yang disegel polisi.
Belum ada sanksi terhadap SPBU tersebut. Pertamina berdalih menunggu hasil investigasi kepolisian.
Pemerhati Hukum Kalsel, Muhammad Pazri menyebut masyarakatlah yang paling dirugikan atas adanya aksi culas dari penyalur BBM.
“Sanksi pidana Pasal 55 UU Migas bisa penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar,” ujar direktur Borneo Law Firm ini.
Lantas, apa efek samping penggunaan bahan bakar diesel oplosan pada mesin kendaraan?
Sebelum melihat dampaknya perlu Anda ketahui perbedaan Dexlite dengan Biosolar.
Secara harga, biosolar yang disubsidi pemerintah itu dijual Rp 5.150 per liter. Sedang Dexlite yang memiliki cetane number (CN) lebih tinggi mencapai Rp 9.700.
Pertamina Dexlite umumnya digunakan untuk mobil berteknologi common rail atau yang biasa dijadikan tunggangan sehari-hari. Seperti Fortuner, Pajero atau Innova.
Bahan bakar ini cenderung lebih bersih mengingat kandungan sulfur yang lebih kecil.
Cetane number adalah ukuran kualitas bahan bakar diesel. Dexlite memiliki CN 51. Sedang Biosolar di bawah 50.
Semakin tinggi bilangan setana maka bahan bakar diesel semakin mudah terbakar.
Pembakaran yang terjadi pun lebih sempurna. Dan efisien. Ada dua jenis bahan bakar diesel yang dipasarkan di Indonesia.
Berdasar Surat Keputusan Dirjen Migas Nomor 3675 K/24/DJM/2006, yakni bahan bakar diesel dengan Cetane Number minimal 48 dan 51.
Lalu bagaimana dengan Biosolar? Solar bersubsidi ini memiliki CN 48.
Bila dibandingkan dengan biosolar, jelas emisi Dexlite lebih baik. Biosolar mengandung sulfur maksimal 2.500 part per million (ppm). Sedang Dexlite maksimal 1.200 ppm.
“Penggunaan Dexlite akan membuat mesin jadi lebih bertenaga dan lebih efisien dibanding menggunakan solar biasa,” demikian keterangan Pertamina dikutip dari laman Pertaminafuels.com.
Biosolar merupakan bahan bakar diesel yang memiliki kandungan nabati. Bahan bakar ini hasil pengolahan dari minyak kelapa sawit. Biodiesel di Indonesia mengadopsi B30.
Lantas apa dampaknya mencampur Biosolar dengan Dexlite pada kinerja mesin?
Ahli otomotif dan bahan bakar dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Tri Yuswijayanto bilang mengoplos bahan bakar hanya akan menurunkan kinerja mesin.
Meski dari rasio pencampuran angka cetane tidak terlalu berpengaruh, namun pencampuran akan membuat aditif bekerja tidak optimal.
“Dilihat secara cetane number akan linier saja, misalnya kita campur Biosolar 50 persen dan Pertamina Dex 50 persen, ketemunya di tengah di angka 50. Sedangkan sulfur di solar biasa 3.000 ppm dan di Dex 300 ppm akan ketemu 1.650 ppm. Tapi aditif kerjanya tidak linier,” ujarnya dikutip bakabar.com dari Detik.com.
Aditif pada bahan bakar diesel cukup berpengaruh pada kinerja mesin. Tanpa adanya aditif membuat injektor pada mesin cepat berkerak.
Nah, zat tersebut tidak ada pada biodiesel.
“Kalau tidak ada aditif, kerja injektor cepat terjadi kerak. Kalau terjadi bahan bakar yang disemburkan akan menjadi kecil,” ujar dosen Fakultas Teknik dan Dirgantara ini.
Ronny mekanik dari Heron Motorsport menguatkan keterangan Tri. Menurutnya tidak bisa sembarangan mencampur bahan bakar diesel.
Terlebih melihat ada spesifikasi mesin yang dipasangkan pada setiap kendaraan.
Sebagai gambaran, pengguna Mitsubishi Pajero Sport bahkan direkomendasikan memakai bahan bakar diesel berkadar sulfur 150-300 ppm. Hanya Pertamina Dex-lah yang memiliki kadar sulfur demikian.
"Ya pasti ada efeknya. Kalau seperti common rail, biasanya ada ketidakcocokan antara bahan bakar bio solar dengan mesinnya," ujar Ronny, dikutip bakabar.com dari Moladin.com.
Sekalipun mobil bakal tetap jalan, penggunaan yang berulang pada akhirnya akan membuat komponen mesin rusak.
“Jika masih sayang dengan kendaraan, jangan campur bahan bakar diesel terkecuali dalam keadaan darurat,” ujarnya.
Bukannya hemat, mencampur bahan bakar diesel juga akan membuat biaya perbaikan membengkak bila terjadi kerusakan.
Mesin diesel common-rail memerlukan pengabutan tekanan yang sangat tinggi dan sempurna. Untuk itu, perlu bahan bakar kualitas baik untuk mendapat kinerja mesin diesel yang maksimal.
Diketahui tekanan bahan bakar diesel common-rail berkisar 1.600-2.000 bar. Sedang diesel konvensional hanya mencapai 176-225 bar.
Selain mempercepat pembentukan deposit, tentu saja pengoplosan juga membuat emisi gas buang jadi kurang ramah.
Dampak terburuknya, bila saluran bahan bakar dan nozzle injector-nya sampai tersumbat oleh kerak, Tri menyebut biaya perbaikannya bisa lebih dari Rp6 juta.
Kronologis Penggerebekan di halaman selanjutnya:
Polisi membongkar dugaan aksi culas pengoplosan BBM nonsubsidi di SPBU Benua Lima, Amuntai Tengah, Kabupaten Hulu Sungai Sungai Utara (HSU).
Kapolres HSU AKBP Afri Darmawan menjelaskan jika Polda Kalsel bertindak langsung menangani kasus tersebut.
"Mengenai tindak lanjut dari Ditreskrimsus Polda Kalsel dari penyelidikan hingga dilakukan pemasangan garis polisi," ujarnya kepada bakabar.com.
Polda Kalsel menemukan indikasi aksi pencampuran BBM subsidi jenis biosolar dengan BBM nonsubsidi Dexlite yang berpotensi merugikan konsumen.
Temuan bermula pada Selasa (21/12) ketika Kepala Badan Permusyawaratan Desa (BPD) Raden Hilir, H Abdullah melihat petugas SPBU melakukan pencampuran di tangki penampungan BBM nonsubsidi.
"Kami mengetahui bahwa tangki itu masih tersedia Dexlite dan kami sendiri yang menyaksikan adanya pengisian biosolar ke dalam tangki yang sama," ujar Abdullah ditemui media ini.
Pihaknya sempat menegur petugas jika solar nonsubsidi tersebut harus dihabiskan terlebih dahulu sebelum memasukkan BBM jenis lain.
"Namun katanya penjaga yang bertugas saat itu mengatakan sudah perintah atasan," ujarnya.
Abdullah menduga pihak SPBU sengaja mengoplos BBM jenis biosolar subsidi dengan BBM jenis Dexlite guna memperoleh cuan lebih.
"Solar biosolar yang subsidi itu dijual di mesin pengisi Dexlite," ujarnya.
Harga Biosolar bersubsidi saat ini berkisar Rp 5.150 per liter, sedang Dexlite mencapai Rp 9.700.
Pada Kamis (23/12) penyidik Ditreskrimsus Polda Kalsel telah mengangkut BBM Dexlite yang diduga bercampur dengan Biosolar sebagai barang bukti.
"Ada tiga truk tangki yang dipakai Ditreskrimsus Polda Kalsel untuk mengangkut BBM tersebut sebagai barang bukti," ujarnya.
Anehnya, saat dikonfirmasi Adi Saputra Penanggung Jawab SPBU Benua Lima mengaku tidak mengetahui adanya pemasangan garis polisi tersebut.
"Saya tidak mengetahui mas, tunggu dari pihak yang berwenang saja," dalihnya.
Lantas bagaimana Pertamina menyikapi hal tersebut? Susanto August Satria, Unit Manager Commrel & CSR Marketing Operation Regional Kalimantan menyerahkan sepenuhnya ke Polda Kalsel.
"Sikap kami menunggu hasil investigasi dari Polda Kalsel,itu SPBU milik swasta," ujarnya dihubungi terpisah.
Mengenai sanksi bagi SPBU yang kedapatan berlaku culas dengan mengoplos BBM nonsubdisi, Satria belum bersedia menjelaskan lebih jauh.
"Ditunggu saja hasil investigasinya," ujarnya.
Pemerhati Hukum Kalsel, Muhammad Pazri meminta polisi dan Pertamina menindak tegas SPBU yang berlaku culas.
Pazri mengatakan pengelola SPBU yang terindikasi sengaja mengoplos BBM nonsubdisi bisa dikenakan Pasal 54 Nomor 22 Tahun 2001 tentang minyak dan gas (migas).
"Setiap orang yang meniru atau memalsukan BBM dan hasil
olahan sesuai Pasal 28 ayat (1) bisa dipidana dengan penjara 6 tahun dan denda Rp60 miliar," ujarnya.
Tak hanya UU Migas, pengelola SPBU juga bisa dikenakan Pasal 62 Jo Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Ya bisa kena pasal berlapis," ujarnya.
Dilengkapi oleh Al-Amin