News

Media Mainstream Versus Media Sosial, Ini Kata Dewan Pers

Media sosial jadi menu utama masyarakat kini mendapat informasi. Keberadaannya 'seakan' mengancam media mainstream seperti televisi, cetak, dan online.

Featured-Image
Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Totok Suryanto. Foto-apahabar.com/Fida

bakabar.com, JAKARTA - Media sosial jadi menu utama masyarakat kini mendapat informasi. Keberadaannya 'seakan' mengancam media mainstream seperti televisi, cetak, dan online.

Di tengah itu, media mainstream dibenturkan dengan keberadaan media sosial sekarang. Terutama dalam informasi. Lantas, bagaimana nasib media mainstream ke depannya?

Ketua Komisi Hubungan Antar Lembaga dan Luar Negeri Dewan Pers, Totok Suryanto mengatakan, media mainstream sekarang dibayangi media sosial.

Namun, bukan berarti media mainstream bisa tumbang. Mengingat keberadaan mereka punya kekuatan berbeda dengan media sosial.

Pasalnya, penyajian informasi dan berita di media mainstream punya kekuatan, dan dapat dipertanggungjawabkan dengan jelas.

"Tv, koran/cetak, online, bekerja menggunakan SOP, ada mekanisme pertanggungjawaban kode etik jurnalistik, dan berbadan hukum," kata Totok.

Kendati begitu, permasalahannya masyarakat lebih suka membuka informasi media sosial.

Permasalahan ini lah yang kerap menimbulkan keresahan. Namun, Totok berharap media mainstream jangan sampai kalah dengan sosial media yang tidak punya apa-apa selain hanya berbekal ponsel.

Diakuinya kecenderungan masyarakat Indonesia merasa cukup hanya dengan memantau informasi dari sosial media sangat tinggi.

Dimana informasi di media sosial berlomba-lomba viral untuk mendapat keuntungan dalam hal ini materi.

Namun, media mainstream lanjutnya secara tidak sadar sedang mensosialisasikan media sosmed melalui informasi yang viral tersebut.

Kelemahan ini yang dihadapi media mainstream. "Media kita memviralkan punya media sosial, harusnya info viral itu cukup sebagai bahan info awal," kata dia.

Dari situ, bukannya langsung dijadikan berita. Tapi justru mesti diolah lagi. "(Dari info awal medsos) kita mencari tahu kebenarannya, cover both side dari viral itu agar media kita sehat. Jangan seperti media sosial itu," harapnya.

Lebih jauh dia menjelaskan ada perbedaan nyata antara media mainstream dan media sosial.

Media mainstream terdaftar di dewan pers dan berbadan hukum, sehingga jika ada persoalan - persoalan pers itu yang maju Undang Undang Pers, maka dari itu pers dilindungi.

Sedangkan, media sosial itu menggunakan Undang Undang ITE, yang mana jika berita yang mereka buat hoaks, atau fitnah bakal dijerat UU ITE.

Baca Juga: Pengaduan Meningkat, Dewan Pers Minta Jurnalis Tingkatkan Profesionalisme

Editor


Komentar
Banner
Banner