bakabar.com, BANJARMASIN - Umat Islam bertumbuh pesat di Banjarmasin. Sebab itulah, masjid berukuran besar sangat diperlukan. Masyarakat pun mulai merencanakan pembangunannya, meski menemukan kendala; ketersediaan biaya.
Pembangunan masjid dengan berukuran besar tentu tak sedikit memakan biaya. Karena para tetua masyarakat muslim saat itu memutar otak, bagaimana caranya agar pembangunan masjid tetap terlaksana.
“Saat itu (datanglah) orang Belanda mencoba mengambil hati orang Banjar dengan niat memberikan uang untuk membangun tempat ibadah,” ujar Radiansyah, Sekretaris Umum Pengurus Masjid Jami.
“Namun haram buat orang kita untuk mengambil sumbangan dari penjajah,” imbuhnya.
Karena tak ingin dibantu penjajah, sambung Radiansyah, masyarakat muslim pun bergotong-royong membangun pondasi dasar. Untuk membuat pondasi, mereka mengangkut pasir di Pulau Kembang atas izin pemerintah pada saat itu. Tidak hanya menyumbang tenaga, sebagian mereka juga menyerahkan biaya.
“Ada yang menyumbang tanah, ada yang menyumbang emas, dan ada yang menyumbang hasil pertanian mereka,” jelas Radiansyah.
Singkat cerita, berdirilah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami. Sejak berdirinya, bangunan ruang induk beserta seluruh sarana dan prasarananya masih kokoh berdiri hingga sekarang.
"Tiang utama penyangga sebanyak 17 buah. Memiliki makna 17 rakaat dalam shalat wajib sehari semalam," jelas Radiansyah.
Radiansyah melanjutkan, bentuk atap atau ‘bubungan’ kubah berjenjang 5, melambangkan salat 5 waktu atau 5 rukun Islam.
Sementara itu, luas ruang induk Masjid (bagian dalam) 40×40 meter persegi yang dilengkapi 38 buah pintu masuk, supaya memudahkan jamaah mengikuti kegiatan keagamaan di Masjid Jami.
Baca Juga: Masjid Jami Sungai Jingah (1); Terancam Runtuh, Bangunan pun Dipindahkan
Reporter: AHC 07Editor: Muhammad Bulkini