bakabar.com, BANJARMASIN - Metro TV akan mengupas tuntas biang kerok banjir di Kalimantan Selatan (Kalsel), pada Sabtu (30/1) sekitar pukul 19.05 WIB.
Mengusung tema 'Lautan Lubang Tambang', Metro TV akan menyuguhkan hasil Special Report musabab banjir Kalsel 2021.
Dalam bumper berdurasi 30 detik yang dilihat bakabar.com, Metro TV menyebutkan, 11 kabupaten atau kota se-Kalsel dilanda banjir paling besar selama 50 tahun terakhir.
Bumperadalah animasi pembuka atau penutup dalam sebuah programvideoyang merupakan animasi pendek menggambarkan identitas sebuah acara.
Dengan adanyabumper, maka acara atau instansi tersebut akan mudah dipahami oleh pemirsa tanpa perlu penjelasan yang panjang lebar.
Melalui bumper itu, Metro TV akan mengulas apakah benar beban konsesi sektor pertambangan dan pengusahaan hutan lainnya menjadi pangkal bencana banjir Kalsel?
Saksikan Special Report 'Lautan Lubang Tambang' malam ini, di Metro TV.
Sebelumnya, acara televisi Mata Najwa juga mengupas biang kerok penyebab banjir Kalsel, pada Rabu (20/1) malam.
Pada Talkshow secara daring tersebut, Mata Najwa mengundang sejumlah pihak terkait. Di antaranya warga terdampak, WALHI, dan Pelaksana Tugas Sekdaprov Kalsel Roy Rizali Anwar.
Terburuk dalam Sejarah
Presiden Joko Widodo akhirnya blakblakan mengenai salah satu penyebab banjir hebat yang melanda Kalimantan Selatan sepekan belakangan.
Presiden menyebut banjir yang melanda Kalsel tahun ini menjadi yang terparah sejak 50 tahun terakhir.
Di sela tinjauannya ke Kabupaten Banjar, Presiden Jokowi menyebut meluapnya air di Sungai Barito jadi salah satu yang memperparah banjir kali ini.
Jokowi bilang debit air di Sungai Barito naik dari sebelumnya 230 juta meter kubik menjadi 2,1 debit air, di mana hal ini disebabkan hujan lebat yang melanda Kalsel dalam 10 hari berturut-turut.
"Curah hujan sangat tinggi hampir 10 hari berturut-turut, sehingga daya tampung Sungai Barito yang biasanya menampung 230 juta meter kubik, sekarang ini air masuk sebesar 2,1 miliar debit air. Sehingga memang meluap di 10 kabupaten dan kota," ujar Jokowi saat mengunjungi Jembatan Sungai Salim, Jalan Ahmad Yani Km 55, Kabupaten Banjar.
Jembatan Sungai Salim yang dikunjungi Jokowi sendiri terputus akibat terjangan banjir dari kawasan sungai di bawahnya, Minggu (16/1) dini hari.
Putusnya jembatan yang menghubungkan Kecamatan Astambul dengan Kecamatan Mataraman ini praktis melumpuhkan akses dari Banjarmasin ke kawasan Hulu Sungai Kalsel.
"Ini saya meninjau banjir Provinsi Kalimantan Selatan yang terjadi di hampir 10 kabupaten dan kota. Ini adalah sebuah banjir besar lebih dari 50 tahun tidak terjadi di Provinsi Kalimantan Selatan," katanya.
Orang nomor satu di Indonesia itu sengaja datang ke Kalsel guna memastikan penanganan yang dilakukan pemerintah. Terutama dalam hal kerusakan infrastruktur yang terjadi akibat banjir.
"Saya hanya ingin memastikan ke lapangan terutama kerusakan infrastruktur yang memang terjadi ada beberapa jembatan yang runtuh seperti di belakang ini runtuh akibat banjir," ujarnya sambil menunjuk Jembatan Sungai Salim.
Dirinya juga sudah memerintahkan Kementerian PUPR bergerak cepat agar jembatan di jalan provinsi tersebut bisa diperbaiki dalam kurun waktu beberapa hari ini.
"Saya sudah minta ke menteri PU agar dalam 3 sampai 4 hari ini bisa diselesaikan sehingga mobilitas distribusi barang bisa tidak terganggu," imbuhnya.
Lebih lanjut, Jokowi juga menyinggung soal evakuasi korban banjir. Kepala negara mengklaim penanganan yang sudah dilakukan berjalan dengan baik.
Kemudian yang tak kalah penting terkait penyaluran logistik untuk para pengungsi mengingat tak sedikit korban akibat banjir yang terjadi saat ini.
"Ini sangat perlu diperhatikan," jelasnya.
Selain upaya dari Pemprov Kalsel dan pemerintah kabupaten atau kota kekurangan-kekurangan lain kata Jokowi juga akan dibantu Pemerintah Pusat.
“Berkaitan dengan logistik untuk pengungsi ini yang penting, karena hampir 20 ribu masyarakat berada dalam pengungsian,” bebernya.
Terakhir, Jokowi turut berbelasungkawa atas korban banjir yang terjadi di Provinsi Kalsel.
“Saya ingin menyampaikan duka cita yang mendalam atas korban yang meninggal di musibah banjir di Kalimantan Selatan ini semoga keluarga yang ditinggalkan mendapatkan kesabaran dan keikhlasan,” pungkasnya.
Setelah Presiden Jokowi, giliran Menteri Kehutanan Siti Nurbaya blakblakan soal biang kerok banjir Kalimantan Selatan.
Menteri Kehutanan Tuding Cuaca
Serupa dengan presiden, Menteri Siti menuding anomali cuaca ekstrem jadi penyebab utama meluapnya daerah aliran sungai (DAS) Barito.
Eks menteri lingkungan hidup ini membandingkan curah hujan harian tahun 2021 dengan tahun sebelumnya. Di mana curah hujan dilaporkan cukup tinggi.
"Normal curah hujan bulan Januari 2020 sebesar 394 mm. Sedangkan curah hujan harian 9-13 Januari 2021 sebesar 461 mm selama lima hari," kata Siti Nurbaya, dilansir Viva.co.id, Selasa (19/1) malam.
Volume air hujan yang masuk ke Sungai Barito, sebut Siti, totalnya 2,08 miliar meter kubik (m3). Sedangkan dalam kondisi normal hanya 238 juta m3.
Di Kabupaten Tanah laut debit sungai mencapai 645,56 m3 per detik. Padahal kapasitasnya hanya 410,73 m3/detik.
Sedangkan di Kabupaten Banjar debit sungai 211,59 m3/detik. Padahal kapasitasnya hanya 47,99 m3/detik.
Di Kabupaten Hulu Sungai Tengah, masih menurut Siti, debit sungai mencapai 333, 79 m3/detik. Padahal kapasitas hanya 93,42 m3/detik.
Siti bilang Kondisi anomali cuaca atau kondisi ekstrem banjir seperti ini pernah terjadi pada 1928 di DTA Barabai.
Kondisi saat ini bisa jadi merupakan periode ulang atau re-current periode seratus tahun (dalam analisis iklim biasa dihitung periode ulang 50 tahun, 100 tahun untuk memperhitungkan kapasitas dam atau waduk yang akan dibangun).
Selain itu, menurutnya juga sistem drainase tidak mampu mengalirkan air dengan volume yang besar.
Daerah banjir berada pada titik pertemuan 2 anak sungai yang cekung dan morfologinya merupakan meander (lekukan sungai besar) serta fisiografi-nya berupa tekuk lereng (break of slope), sehingga terjadi akumulasi air dengan volume yang besar.
Wilayah banjir parah meliputi Kabupaten Banjar, Kabupaten Tanah Laut dan Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Masih menurut Siti Nurbaya, pihaknya saat ini tengah mempelajari potensi kondisi Rob.
Menteri Siti juga membeberkan persebaran kawasan DAS yang saat ini sebesar 40 persen berada di kawasan hutan dan 60 persen di kawasan yang diperuntukkan bagi masyarakat.
Poinnya, masih menurut Siti Nurbaya, perizinan kebun belum terlihat sebagai faktor utama meski saat ini tengah dipelajari pihaknya secara mendalam. Selain itu, perizinan tambang juga secara luasan hanya 37 ribu hektare dari areal izin 55 ribu hektare sejak 2008.
Walhi Berang
Mengenai ini, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Kalimantan Selatan Kisworo Dwi Cahyono meminta pemerintah pusat untuk tidak terus-terusan menyalahkan anomali cuaca ekstrem sebagai biang kerok banjir.
Walhi sebelumnya memprediksi bencana ekologis bakal menerjang Kalsel mengingat separuh dari wilayahnya sudah dibebani izin tambang, dan perkebunan monokultur.
"Dari 3,7 juta hektare total luas lahan di Kalsel, nyaris 50 persen antaranya sudah dikuasai oleh perizinan tambang dan kelapa sawit," kata Kisworo kepada bakabar.com.
Walhi menemukan 814 lubang milik 157 perusahaan batu bara. Sebagian lubang berstatus aktif, dan sebagian lagi ditinggalkan tanpa ditutup kembali (reklamasi).
"Jadi, jangan hanya menyalahkan hujan. Harusnya Presiden Jokowi berani memanggil pemilik perusahaan-perusahaan tambang, sawit, HTI, HPH, dan kita dialog terbuka di hadapan rakyat dan organisasi masyarakat sipil," ujar Kisworo.
Walhi melihat rusaknya ekosistem alami di daerah hulu sebagai area tangkapan air menjadi penyebab utama banjir terparah dalam sejarah Kalimantan Selatan ini.
"Seperti yang saya sampaikan pada tahun lalu, bahwa Kalsel ini darurat ruang dan ekologi," kata Kisworo.
Menurutnya, pemerintah mesti segera menindaklanjuti temuan tutupan lahan dan daerah aliran sungai yang sudah rusak kritis.
"Tanggap bencana, sebelum, pada saat dan pascabencana. Review perizinan dan jangan menambah izin baru untuk tambang dan izin baru untuk tambang dan perkebunan monokultur skala besar, sawit, HTI, HPH," katanya.
Termasuk meninjau ulang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kalimantan Selatan.
Sehingga dalam wacana pembangunan jangka menengah dan panjang, pemerintah juga memperhitungkan daya tampung lingkungan hidup.
Lebih jauh, mengaudit lingkungan dan peninjauan izin-izin tambang bermasalah maupun yang belum beroperasi.
"Kami mendesak pemerintah pusat dan daerah membentuk Komisi Khusus Kejahatan Tambang, dan Pengadilan Lingkungan," katanya.
Setali tiga uang, Pengamat Lingkungan Hidup, Drs Hamdi menilai faktor utama banjir Kalsel tak lepas dari degradasi lingkungan hidup.
"Hutan kita sudah sangat-sangat berkurang. Kebanyakan menjadi lahan terbuka akibat aktivitas illegal logging dan perubahan fungsi menjadi kawasan tambang," katanya.
Mantan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Banjarmasin itu juga menyinggung luasan lahan gambut yang makin hari menyusut.
"Sekilas kita bisa lihat beberapa lahan gambut di Batola, Tapin dan HSS jadi kebun sawit," katanya.
Walau begitu, Hamdi tak menampik banjir parah yang melanda Kalsel tak lepas dari faktor anomali cuaca ekstrem.
"Tapi seandainya hutan kita bagus dan gambut kita terpelihara maka pohon dan lahan gambut tadi dapat menyerap air hujan dengan baik," katanya.
Agar tak menjadi bom waktu bagi masyarakat Kalsel, Hamdi meminta pemerintah segera berbenah diri menanggulangi krisis lingkungan hidup di Kalsel.
"Tinjau ulang masalah izin-izin tambang dan kebun sawit, moratorium izin tambang dan kebun sawit. Lakukan penghijauan dengan baik terhadap lahan-lahan kritis. Sekali lagi tidak sekadar menanam tapi dipelihara sehingga bisa tumbuh dengan baik. Untuk daerah rawa wajibkan bangunan dengan sistem panggung. Rawat dan pelihara sungai kita dan rawa kita," katanya.