bakabar.com, JAKARTA – Kepolisian Indonesia merespons protes para jurnalis terkait maklumat tentang Front Pembela Islam (FPI).
Pihak kepolisian mengklaim tak bakal mempermasalahkan kegiatan jurnalistik yang mencakup pencarian hingga penyebaran informasi mengenai FPI.
Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Ahmad Ramadhan mengungkapkan jaminan itu terkait polemik mengenai Pasal 2d dalam Maklumat Kapolri NomorL Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol, dan Atribut serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI) yang dianggap berpotensi membungkam kebebasan pers.
Pasal 2d berbunyi, “Masyarakat tidak mengakses, mengunggah, dan menyebarluaskan konten terkait FPI baik melalui website maupun media sosial”.
Ahmad Ramadhan pun mengaku memahami profesi jurnalis untuk menggali dan menyebarluaskan informasi termasuk mengenai FPI. Polisi, kata dia, tak akan memperkarakan kegiatan tersebut asalkan memenuhi syarat.
Ia melanjutkan sepanjang berita atau informasi yang dimuat tidak mengandung kabar bohong atau memecah belah, serta mengandung unsur SARA, maka kegiatan jurnalistik tersebut takkan dijerat pidana atau diperkarakan dengan dasar Maklumat Kapolri mengenai larangan FPI.
Akan tetapi, jika ditemukan pelanggaran maka tak menutup kemungkinan polisi bakal menjerat dengan Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE).
“Tidak dipermasalahkan, namun jika mengandung hal tersebut tentunya tidak diperbolehkan apalagi sampai mengakses, meng-upload, menyebarkan kembali sesuatu yang dilarang ataupun yang ada tindak pidananya,” kata Ahmad Ramadhan dilansir dari CNN Indonesia, Minggu (3/1).
Dia melanjutkan jika konten yang diunggah atau informasi yang dicari serta disebarluaskan nyata-nyatanya mengandung unsur-unsur SARA, memecah belah, hingga berita bohong atau hoaks maka yang bersangkutan bisa dikenai pidana dengan jerat Undang-undang ITE.
“Dapat dikenakan UU ITE,” imbuh dia lagi.
Pada kesempatan itu, Ahmad juga merinci ihwal konten yang dilarang dan dapat dikenai pidana sesuai yang disebut dalam Pasal 2d Maklumat Kapolri di antaranya jika mengandung narasi yang memprovokasi, menghasut, hingga, kabar-kabar bohong atau hoaks yang diunggah melalui media sosial.
“Yang meresahkan masyarakat sehingga berpotensi mengganggu kamtibmas,” Ahmad Ramadhan menambahkan.
Sebelumnya, Komunitas Pers meminta Kapolri Jenderal Idham Azis mencabut pasal 2d dalam Maklumat Kapolri Nomor: Mak/1/I/2021 tentang Kepatuhan terhadap Larangan Kegiatan, Penggunaan Simbol dan Atribut Serta Penghentian Kegiatan Front Pembela Islam (FPI).
Komunitas terdiri dari Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Persatuan Wartawan Indonesia (PWI), Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI), Pewarta Foto Indonesia (PFI), Forum Pemimpin Redaksi (Forum Pemred) dan Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI).
Dalam keterangan tertulisnya, Komunitas Pers menyatakan Pasal 2d dalam maklumat itu berlebihan dan tidak sejalan dengan semangat negara demokrasi yang menghargai hak masyarakat untuk memperoleh dan menyebarkan informasi.
“Tak sejalan dengan semangat demokrasi yang menghormati kebebasan memperoleh informasi dan juga bisa mengancam jurnalis dan media yang tugas utamanya adalah mencari informasi dan menyebarluaskannya kepada publik,” demikian dalam keterangan tertulis Komunitas Pers.
Pasal 2d Maklumat Kapolri tersebut dinilai bertentangan dengan Pasal 28F UUD 1945 yang berbunyi, “Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia”.
Kadivhumas Polri Irjen Pol Argo Yuwono (kanan) didampingi Karopenmas Brigjen Pol Rusdi Hartono (kiri) menunjukkan surat Maklumat Kapolri tentang Larangan Simbol FPI di kantor Bareskrim, Mabes Polri, Jakarta, Jumat (1/1/2021).
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri, Irjen Pol. Argo Yuwono memastikan bahwa Maklumat Kapolri soal larangan menyebarluaskan konten Front Pembela Islam (FPI) tak akan mengganggu kebebasan berekspresi maupun pers.
Menurut Argo, dalam larangan tersebut, pihaknya hanya menekankan agar masyarakat tak menyebarluaskan berita bohong atau hoaks yang mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat.
“Yang terpenting bahwa kita dengan dikeluarkannya maklumat ini, kita tidak membredel berkaitan konten pers tidak,” kata Argo kepada wartawan di gedung Bareskrim, Jumat (1/1).
“Artinya bahwa poin 2d tersebut, selama tidak mengandung berita bohong, potensi gangguan Kamtibmas atau provokatif, mengadu domba atau perpecahan dan sara, itu tidak masalah,” kata dia lagi.
Polisi mengklaim tak akan mempermasalahkan penyebaran informasi soal FPI oleh pers, tapi tak menutup kemungkinan bakal dikenakan UU ITE jika dianggap hoaks.