bakabar.com, JAKARTA – Menko Polhukam Mahfud MD memastikan penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo, Nurhadi terus berlanjut.
Menurut dia, sudah prinsipnya pemerintah memberikan perlindungan kepada wartawan.
“Saya memastikan bahwa penanganan kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Tempo Nurhadi akan dilanjutkan. Kita berharap pekerjaan jurnalis jangan diganggu,” ujar Mahfud MD dalam akun Instagram pribadinya @mohmahfudmd, seperti dilansir Okezone.com, Sabtu (3/4/2021).
Untuk diketahui, wartawan salah satu media massa nasional di Surabaya, Jawa Timur bernama Nurhadi yang mengalami penganiayaan dan mendapat tindak kekerasan saat melakukan peliputan.
Di mana, pengakuan Nurhadi sempat diinterogasi dan dianiaya selama 1,5 jam.
Mahfud menambahkan, siapa yang mengganggu jurnalis berarti dia punya kesalahan yang ingin ditutupi atau ingin menutupi kesalahan orang lain. Sebab, kalau ingin cari kebenaran biarkan jurnalis bekerja.
“Jurnalis mencari kebenaran dan pemerintah harus memberikan perlindungan,” sambungnya.
Adapun pernyataan Mahfud ini merespons masih adanya tindak kekerasan yang dialami seorang jurnalis.
“Jurnalis bukanlah musuh, tapi teman untuk mempercepat pengungkapan kasus,” ujar Mahfud MD.
Sebelumnya, gelombang protes aksi kekerasan jurnalis bergema di sejumlah daerah di Tanah Air.
Seperti di Kalimantan Selatan, Koalisi Kemerdekaan Pers Banjarmasin menggelar aksi solidaritas untuk jurnalis Tempo Surabaya, Nurhadi, di Bundaran Hotel A Banjarmasin, Jumat (2/4) sore.
Nurhadi mendapat kekerasan saat meliput kasus korupsi pajak di tubuh Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu RI.
“Ini adalah upaya kita menggalang solidaritas dan menuntut Polda Jawa Timur agar kasus ini bisa diusut tuntas. Serta mengajak semua pihak untuk melawan segala bentuk kekerasan terhadap jurnalis. Karena jurnalis sejatinya bekerja untuk publik,” tutur Fariz Fadhillah yang juga Koordinator Advokasi Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Balikpapan.
Fariz menyampaikan aksi turun ke jalan ini digagas untuk mengingatkan pemerintah, aparat penegak hukum, dan warga bahwa kasus kekerasan jurnalis masih berpotensi terjadi. Bukan tak mungkin, problem serupa bisa muncul di Kalimantan Selatan.
Aksi ini juga diwarnai dengan pentas teatrikal, orasi dan pembacaan puisi puluhan jurnalis media lokal di Kota Banjarmasin. Belasan aktivis pers mahasiswa juga turut turun ke jalan menyuarakan agar kasus kekerasan ini bisa diusut hingga tuntas.
Kalau pun ada masalah di kerja-kerja jurnalistik, Fariz mengingatkan ada mekanisme penyelesaian tersendiri yang dijabani oleh Dewan Pers. Hal itu sudah tertuang dalam Undang-Undang Pers Nomor 40 tahun 1999.
Di tempat terpisah, Sekjen AJI Indonesia, Ika Ningtyas, juga menegaskan pihaknya meminta pemerintah serius menyelesaikan kasus-kasus kekerasan pada jurnalis, termasuk mengusut semua pelaku kekerasan terhadap jurnalis Tempo, Nurhadi.
Kata Ika, pembiaran pada kasus kekerasan yang menimpa jurnalis menjadi ancaman serius bagi kebebasan pers dan demokrasi.
"Pemerintah harus menunjukkan komitmen melindungi kebebasan pers dengan tidak membiarkan adanya impunitas terhadap para pelaku kekerasan yang telah merusak demokrasi kita," tegasnya.
Berdasarkan catatan Bidang Advokasi AJI Indonesia, sepanjang 2020, kasus kekerasan terbanyak terjadi di Ibu Kota Jakarta (17 kasus), disusul Malang (15 kasus), Surabaya (7 kasus), Samarinda (5 kasus), Palu, Gorontalo, Lampung masing-masing 4 kasus.