bakabar.com, JAKARTA – Kabar mengenai 300 mahasiswa RI di Taiwan ‘dipaksa’ kerja di pabrik-pabrik viral. Komisi I DPR yang membidangi luar negeri mendesak Kementerian Luar Negeri segera turun tangan.
Wakil Ketua Komisi I DPR Satya Yudha menyebut kabar 300 mahasiswa RI di Taiwan disuruh ‘kerja paksa’ menyinggung soal kedaulatan anak bangsa. Protes mesti dilayangkan meski Indonesia dan Taiwan tak punya hubungan diplomatik.
“Kementerian Luar Negeri harus mengecek kejadian yang cukup serius ini. Apabila benar adanya, maka sebaiknya melayangkan protes mengingat ini masalah kedaulatan anak bangsa yang harus dilindungi, walaupun kita, Indonesia menerapkan kebijakan satu China (One China Policy),” sebut Satya kepada wartawan, Rabu (2/1).
One China Policy atau kebijakan satu China artinya hanya mengakui satu China dan tidak mengakui Taiwan sebagai negara yang merdeka dan berdaulat. Indonesia yang menganut kebijakan satu China, lanjut Satya, tetap harus bertindak menyikapi kabar kerja paksa mahasiswa RI di Taiwan.
Baca Juga: Payung Hukum Belum Jelas, Hak Kaum Disabilitas Masih Terabaikan
“Kita bisa meminta mahasiswa Indonesia untuk pulang apabila kebijakan Taiwan tidak mengindahkan norma-norma human rights. Hubungan kita dengan Taiwan adalah hubungan luar negeri saja dan tidak terikat norma diplomatik, mengingat kita hanya mengakui satu China,” sebut dia.
Anggota Komisi I DPR Fraksi Partai Golkar Meutya Hafid juga mendesak Kemlu segera mencari tahu kebenaran kabar mahasiswa RI disuruh ‘kerja paksa’ di Taiwan. Meski demikian, Meutya meminta semua pihak menahan diri terkait kabar ini.
“Ini sifat baru info ya. Kita belum terima informasi jelasnya terkait kabar tersebut, meski demikian Kemlu perlu men-cek kesahihan informasi tersebut. Dan bagi masyarakat Indonesia agar tidak langsung terpancing dengan berita tersebut dan menunggu hasil informasi jelas dari Kementrian Luar Negeri,” sebut Meutya.
Dikutip dari media lokal Taiwan, Taiwan News, ada 6 perguruan tinggi setempat yang kedapatan mempekerjakan 300 mahasiswa Indonesia berusia di bawah 20 tahun di pabrik-pabrik.
Kabar itu terungkap dari penyelidikan yang dilakukan oleh anggota parlemen Taiwan Ko Chieh En.
Padahal ada aturan kementerian setempat bahwa mahasiswa awal tahun tak boleh diminta bekerja. Namun pihak kampus disebut ‘mengakali’ aturan tersebut.
Para mahasiswa hanya berkuliah pada Kamis dan Jumat saja setiap pekan dan Minggu hingga Rabu mereka diangkut dengan bus menuju pabrik di Hsinchu untuk bekerja pada pukul 07.30 hingga 19.30 waktu setempat dengan hanya 2 jam istirahat.
Mereka ditugaskan mengepak 30.000 lensa kontak sambil berdiri setiap harinya. Tak hanya itu, menurut Ko mayoritas mahasiswa RI adalah muslim namun mereka terpaksa makan yang mengandung potongan babi.
Berdasarkan pernyataan pihak sekolah yang dikutip Taiwan News, jika para mahasiswa tak mau bekerja maka pihak perusahaan akan memutus kerja sama dengan pihak kampus.
detikcom sudah menghubungi pihak Kemlu terkait kabar ini. Namun belum ada respons dari pihak Kemlu.
Baca Juga: Jumlah Korban Akibat Pesawat Jatuh 'Meningkat Drastis' pada 2018
Sumber: Detiknews
Editor: Syarif