bakabar.com, JAKARTA – Dag dig dug. Rasa cemas sangat terasa jelang perhelatan Olimpiade Tokyo tahun ini lantaran wabah virus corona yang mendunia.
Apa sebab? Pastinya, semua rencana dan keuntungan yang bakal didapat bakal sirna.
Lantas, seberapa ruginya jika ajang olahraga multi even terbesar dunia itu batal digelar?
Baca Juga: Atlet Balangan Sumbang 3 Medali di Kejurnas Solo
Yang jelas, penyelenggara, sponsor, dan perusahaan media sudah menghabiskan miliaran dolar.
Berikut beberapa faktor finansial dan ekonomi yang bakal terancam:
1. Biaya Olimpiade
Penyelenggara sudah mengungkapkan Desember tahun lalu bahwa Olimpiade ini ditaksir menelan dana 1,35 triliun yen (Rp178,12 triliun).
Namun angka itu belum termasuk sekitar tiga miliar yen (Rp395 miliar) untuk pemindahan event marathon dan jalan cepat.
Khususnya dari Tokyo ke Sapporo yang ada di bagian utara Jepang, demi menghindari cuaca terik saat musim panas.
Anggaran Olimpiade Tokyo 2020 dibagi antara komite penyelenggara dan pemerintah pusat Jepang. Sedangkan IOC sendiri menyumbangkan lebih dari 800 juta dolar AS (Rp11,39 trilun).
Penyelenggara menyatakan pemerintah pusat Jepang akan membayarkan sekitar 150 miliar yen (Rp19,7 triliun) yang kebanyakan untuk mendanai Stadion Nasional yang baru.
Namun demikian Badan Audit Jepang telah memangkas anggaran ajuan pemerintah pada 2013 menjadi 1,06 triliun yen (Rp139 triliun) pada 2018.
2. Sponsor
Olimpiade Tokyo 2020 sudah mencatat rekor pemasukkan sponsor domestik lebih dari 3 miliar dolar AS (Rp42,7 triliun).
Ini belum termasuk kemitraan dengan perusahaan-perusahaan Jepang. Seperti Toyota, Bridgestone dan Panasonic, dan perusahaan-perusahaan lain.
Antara lain Samsung dari Korea Selatan, yang melalui program sponsor TOP, melakukan kesepakatan terpisah dengan IOC yang bernilai jutaan dolar AS.
3. Asuransi
Perusahaan-perusahaan asuransi global terancam menghadapi tagihan gila-gilaan seandainya wabah virus corona memaksa pembatalan Olimpiade. Diperkirakan mencapai miliaran dolar AS.
IOC mengeluarkan 800 juta dolar AS (Rp11,39 triliun) untuk perlindungan setiap Olimpiade Musim Panas. Ini mencakup investasi sekitar 1 miliar dolar AS (Rp14,23 triliun) di setiap kota tuan rumah Olimpiade.
Sumber-sumber asuransi memperkirakan bahwa mereka harus membayarkan premi sekitar 2-3%, yang membuat mereka memiliki tagihan sampai 24 juta dolar (Rp341,7 miliar) untuk menutupi asuransi Olimpiade Tokyo.
Para analis pada perusahaan jasa keuangan Jefferies memperkirakan perusahaan asuransi harus menanggung 2 miliar dolar AS (Rp28,47 triliun) asuransi Olimpiade 2020.
Itu termasuk hak siar televisi dan sponsor, ditambah 600 juta dolar AS (Rp8,5 triliun) untuk akomodasi.
4. Media
NBC Universal pada Desember mengumumkan sudah menjual lebih dari 1 miliar dolar (14,23 triliun).
Ini semua dalam bentuk komitmen iklan yang direncanakannya. Disiarkan di AS dan sudah di ambang melewati angka 1,2 miliar dolar AS (Rp17 triliun).
Bahkan, induk perusahan ini, Comcast, setuju membayar 4,38 miliar dolar AS (Rp62,36 triliun) untuk hak media AS bagi empat Olimpiade dari 2014 sampai 2020, lapor Variety.
Discovery Communications, induk saluran televisi Eurosport, sudah sepakat mengeluarkan 1,3 miliar euro (Rp18,5 triliun). Ini untuk layar Olimpiade di seluruh Eropa dari 2018 sampai 2024.
Pada telekonferensi dengan para investor belakangan ini, Gunnar Wiedenfels, chief financial officer Discovery, mengisyaratkan bahwa pembatalan Olimpiade tidak akan berdampak besar kepada keuangan perusahaan ini. Apa sebab? karena investasi mereka sudah dilindungi asuransi.
5. Memukul Perekonomian Jepang
Sebagian besar belanja domestik untuk Olimpiade sudah selesai. Sehingga skenario pembatalan berdampak kecil pada belanja itu, demikian kata para ekonom.
Sebuah penelitian Bank of Japan pada 2016 memperkirakan anggaran belanja berkaitan Olimpiade akan mencapai puncak 0,6% dari produk domestik bruto (GDP) pada 2018. Dan kurang dari 0,2% GDP pada 2020, kata konsultansi riset Capital Economics.
Pariwisata, pernyumbang besar pertumbuhan Jepang belakangan ini, akan terpukul, sekalipun para ekonom menyatakan ancaman terbesar berasal dari penyebaran virus corona itu sendiri.
Tahun lalu, Jepang didatangi 31,9 juta wisatawan asing yang berbelanja hampir 4,81 triliun yen (Rp634 triliun).
Nomura Securities memperkirakan konsumsi 240 miliar yen dari pariwisata terkait Olimpiade 2020, yang disebutnya akan menguap seandainya Olimpiade dibatalkan.
Ekonom Citigroup Global Markets Japan Kiichi Murashima menyatakan, kerugian dari pariwisata terkait Olimpiade akan mencapai 0,2 persen dari pertumbuhan GDP pada triwulan Juli sampai September, terhadap triwulan sebelumnya.
Tetapi dia menyatakan, dampak mengerikan dari virus itu sudah menimpa pada ekonomi Jepang yang tengah kesulitan. Termasuk pula pada pertumbuhan global.
Itu jika penyebaran virus corona belum mencapai puncaknya. Artinya GDP Jepang bisa nol atau negatif pada triwulan Juli sampai September.
Gagal membendung penyebaran global virus itu bakal membunuh skenario mengenai bangkitnya ekonomi Jepang. Padahal saat ini sudah menunjukkan pemulihan berbentuk-V. Setelah selama dua triwulan mengalami pertumbuhan negatif sampai Maret, kata Jesper Koll, penasihat senior perusahaan pengelola aset asal AS, WisdomTree.(ant)
Baca Juga: Madura United di Puncak, Barito Putera di Dasar Klasemen Sementara Liga 1
Editor: Ahmad Zainal Muttaqin