bakabar.com, MARABAHAN - Reaksi atas impian pemindahan ibu kota Barito Kuala (Batola) dari Marabahan ke Alalak, mulai bergulir bak bola salju.
Impian itu pertama kali dicetuskan anggota Komisi II DPR RI dari Kalimantan Selatan, Muhammad Rifqinizamy Karsayuda, terkait pembangunan kota metropolitan yang terintegrasi.
Kendati belum dapat direalisasikan dalam waktu dekat, impian Rifqinizamy langsung mendapatkan reaksi berbagai pihak.
Mulai dari akademisi di Universitas Lambung Mangkurat, hingga legislator Kalimantan Selatan dari daerah pemilihan Batola.
"Selama 63 tahun Batola berdiri dan Marabahan menjadi ibu kota, rasanya tidak pernah terjadi masalah serius," cetus anggota Komisi III DPRD Kalsel, Fahrin Nizar, Jumat (6/1).
"Saya menyatakan demikian karena lahir dan menetap di Batola selama lebih dari 40 tahun, sehingga sedikit banyak mengetahui sejarah Batola," tegasnya.
Diketahui Marabahan telah menjadi pusat Distrik Bakumpai sejak 1898 yang berubah menjadi Kawedanan Marabahan, hingga akhirnya menjadi saksi pendirian kabupaten baru di Kalimantan Selatan bernama Batola sejak 4 Januari 1960.
"Catatan sejarah tersebut tidak bisa dihilangkan begitu saja. Makanya mohon kawan-kawan politisi lebih bijak mengeluarkan pernyataan," tukas Fahrin.
"Dikhawatirkan pernyataan itu justru membuat perpecahan di antara masyarakat Batola, terutama yang berada di sekitar Marabahan maupun Alalak," tambah legislator dari fraksi PDI Perjuangan ini.
Baca Juga: Akademisi ULM Soroti Impian Pemindahan Ibu Kota Batola ke Alalak
Terlepas dari impian pemindahan ibu kota, Fahrin mengakui pertumbuhan Alalak dari tahun ke tahun lebih cepat dibandingkan kawasan lain. Ditambah aliran dana dari APBD Batola yang tak sedikit untuk penataan Alalak.
"Makanya kami berpikir bahwa Alalak lebih berpotensi berperan sebagai kota satelit untuk Banjarmasin, tanpa harus menjadi ibu kota kabupaten," papar Fahrin.
"Ssebagai kota satelit untuk Banjarmasin, Alalak memiliki banyak potensi yang dapat dikembangkan. Di antaranya untuk kawasan permukiman dan penyokong pangan," sambungnya.
Di sisi lain, realisasi pemindahan ibu kota juga tidak semudah membalik telapak tangan. Pun diperlukan kajian komprehensif, selain membutuhkan biaya tidak sedikit.
"Jangan sampai energi terkuras untuk mengurus pemindahan ibu kota dan mengabaikan pembangunan di sektor lain," tegas Fahrin.
"Masih banyak sektor yang lebih penting, terutama peningkatan infrastruktur jalan penghubung desa-desa ke ibu kota kabupaten atau kecamatan," imbuhnya.
Selain peningkatan jalan, anggaran pemindahan ibu kota juga dapat digunakan untuk memperbarui sistem teknologi dan informasi yang mempermudah pengurusan administrasi publik.
"Lagipula ketika membicarakan Batola, tidak hanya terpusat kepada Marabahan atau Alalak. Batola itu terentang mulai Kuripan sampai Tabunganen," tandas Fahrin.