bakabar.com, JAKARTA - Seorang gadis ABG yang tak menggunakan helm dan masker disemprit oknum Satlantas Polrestra Pontianak. Pelajar SMP kelas IX itu bukannya ditilang, ia malah diajak ke hotel lalu disetubuhi oknum polisi bejat itu.
Kapolresta Pontianak Kombes Komarudin mengungkapkan oknum polisi tersebut berpangkat brigadir polisi itu berdinas di Satuan Lalu Lintas Polresta Pontianak.
Komarudin menceritakan pihaknya menerima laporan terkait dugaan tindak asusila oknum polisi tersebut beberapa hari lalu. Orang tua korban, lanjut Komarudin, mengatakan anaknya sedang bersama oknum anggota Satlantas Polresta Pontianak.
“Kasus itu berawal dari laporan orang tua korban, yang berawal sampai sore hari anaknya belum kembali, kemudian anak itu dicari akhirnya dicari bertemu dengan rekannya yang memang saat itu sedang bersama dia, yakni berangkat dari rumah di Wajok ke Pontianak,” ungkap Komaruddin.
Polisi pun turun tangan melakukan penyelidikan dan pemeriksaan terhadap oknum tersebut. Komaruddin memastikan dan menjamin kepada pelapor bahwa proses penyelidikan akan terus berjalan jika ditemukan bukti-bukti.
Usut punya usut, peristiwa itu berawal saat korban membonceng sepeda motor yang dikendarai rekan korban. Korban yang membonceng tidak menggunakan helm.
“Tidak (tilang), kalau itu saya pastikan hanya secara kebetulan, sedang kami dalami yang tentunya nanti akan terungkap di persidangan termasuk hasil visumnya seperti apa, termasuk juga bagaimana percakapan yang terjadi nanti akan terungkap di persidangan. Tapi yang jelas unsur persetubuhannya masuk,” kata Kapolresta Pontianak Kombes Komarudin.
Setelah itu, kata Komaruddin, terjadi percakapan. “Tapi kalau masalah modus tilang itu saya tegaskan tidak seperti demikian, hanya kebetulan tertangkap tangan pelanggaran yang memang kasatmata tidak menggunakan helm, setelah itulah ada mungkin percakapan dan sebagainya itu nanti yang akan kita tuangkan dalam berita acara pemeriksaan,” paparnya.
Oknum polisi itu lalu memeriksa surat-surat kendaraan.
“Pelanggaran kasatmata tidak gunakan helm, diperiksa surat-suratnya, dibawa ke pos lantas di sana mungkin terjadi dialog dan sebagainya, nanti baru kita kuatkan di proses pemeriksaan,” ucapnya.
Korban lalu dibawa ke hotel. “Rekan (korban) nggak (ikut ke hotel), yang pergi hanya korban dan pelaku,” tuturnya.
Dalam kesempatan terpisah, korban menceritakan peristiwa pilu yang dialaminya tersebut.
Korban mengatakan peristiwa itu terjadi Selasa (15/9/2020). Saat itu dia diberhentikan karena tidak memakai helm dan masker.
“Pertama itu saya pergi mau pasang behel (gigi), selesai pasang behel kami rencana pergi ke mau ke TPI, pas di simpang lampu merah kami kena tilang dengan oknum polisi. Kunci motor diambil, sepeda motornya diseret ke pos polisi, setiba di pos polisi ditanya sama oknum polisi, kenapa nggak pakai helm?, Kami tak ada helm,” tutur korban.
Setelah itu, oknum polisi Brigadir DY itu memaparkan kesalahan pelanggaran lalu lintas yang dilakukan korban dan kerabatnya. Untuk diketahui, posisi korban saat itu dibonceng, bukan sebagai pengendara motor.
Kemudian, oknum polisi itu menyebutkan kesalahan korban ada empat, yakni tidak pakai helm, tidak pakai masker, pelat nomor tidak dipasang, dan STNK sudah mati. Lalu korban dan kakaknya ditanya oknum petugas ini lagi.
“Dari satu pelanggaran, tahu ndak dendanya ada berapa’, kami tak tahu. ‘Tapi oknum anggota ini menyebutkan satu denda mencapai Rp 200 ribu lebih,” ujar korban menirukan percakapan dengan pelaku.
Pengendara dan korban kemudian dipanggil oknum polisi itu dan diajak berbicara di dalam pos. Kejanggalan mulai terjadi. Kakak korban yang merupakan pengendara malah diminta keluar dari pos polisi. Sedangkan korban masih berada di dalam pos polisi.
“Saya sendirian di dalam pos, terus saya ditanya sama dia (oknum polisi) ‘mau ditilang ndak’? Saya jawab tidak,” ujarnya.
Kejanggalan terus terjadi. Kakak korban yang merupakan pengendara malah disuruh pulang. Sedangkan korban diajak ke salah satu tempat oleh oknum polisi itu. Tapi sebelum menuju ke tempat yang dimaksud, korban kembali ditanya.
“‘Mau ditilang ndak?’ Ndak jawab saya. Terus saya bilang, om boleh pinjam motor ndak, mau ambil duit, terus om (oknum polisi) menjawab ‘tidak bisa’, Selanjutnya saya dibawa oknum ini pergi setelah menyuruh kakak pergi,” kata korban.
Selanjutnya, oknum polisi mengajak korban pergi dengan sepeda motornya yang tujuannya tidak diketahui.
“Ternyata saya dibawa ke hotel, setiba di sana saya disuruh naik dulu, dia masih di bawah dan menyusul ke atas. Kemudian dia buka pintu kamar, masuk dan matikan lampu kamar hotel. Saya diberi minum bekas dia. Setelah itu saya ngantuk, setengah sadar,” beber korban.
Selanjutnya, singkat kata, terjadilah pencabulan itu. Saat itu oknum itu berpakaian kaos bertuliskan polisi. Sementara korban tak tahu harus berbuat apa termasuk meminta pertolongan ke siapa.
Setelah melampiaskan nafsunya, oknum polisi itu kembali berpakaian dan meninggalkan korban seorang diri di kamar.
“Janjinya mau datang lagi, dan jemput. Sampai pukul 04.00 sore itu, tak muncul lagi dan akhirnya kakak yang menjemput,” ujarnya.
Kakak korban datang ke hotel untuk menjemput. Kemudian setelah dijemput YF, mereka berlanjut pulang ke rumah di Kabupaten Mempawah. Ayah korban dan keluarga kemudian mendampingi korban melaporkan kejadian ini ke Polresta Pontianak.
Kasus ini terus didalami polisi. Terbaru, Kapolresta Pontianak Kombes Komarudin, yang didampingi KPPAD Kalbar dan penyidik Sub Unit Pelayanan Perempuan dan anak (PPA) Satreskrim Polresta Pontianak menegaskan Brigadir DY resmi ditetapkan sebagai tersangka persetubuhan anak di bawah umur.
“Dari hasil penyelidikan, setelah menerima hasil visum yang dikeluarkan dokter pemeriksa, Brigadir DY ditetapkan sebagai tersangka,” tegas Komarudin.
Komarudin mengatakan tersangka melanggar Pasal 76 huruf (d) Undang-Undang Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak junto Pasal 81 Ayat 2.
“Ya sudah diterima hasil visum, bahwa benar telah terjadi persetubuhan. Oleh karenanya kepada yang bersangkutan atau pelaku sudah kita tetapkan sebagai tersangka terkait dengan Pasal 76 huruf (d) UU nomor 35 tahun 2014 tentang perlindungan anak junto Pasal 81 ayat 2 ancamannya maksimal 15 tahun,” papar Komarudin.
Oknum anggota Satlantas itu juga telah ditahan.
“Sejak hari pertama sudah ditahan, begitu ada laporan kita sudah menindaklanjuti dengan pemeriksaan dan mengamankan pelaku sambil menunggu bukti-bukti dan lainnya, kepada pelaku kita kenakan terkait dengan pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik profesi Polri.
Hari ini karena dua alat bukti sudah cukup, ditandai dengan keluarnya visum dari dokter, maka kita alihkan dari tadinya proses kode etik profesi sekarang ke pidana,” ujarnya.
Komisi Perlindungan dan Pengawasan Anak Daerah (KPPAD) Kalimantan Barat (Kalbar) menambahkan pihaknya memberikan perlindungan khusus terhadap korban dan keluarganya.
Sementara itu, ayah korban meminta kasus ini diusut tuntas dan meminta pelaku dihukum berat sesuai ketentuan yang berlaku. Ayah korban mengaku sempat dihubungi pihak oknum polantas itu untuk mengajak damai. Namun, dia menegaskan proses hukum tetap lanjut.
“Istri yang oknum ini tadi malam (Jumat 18/9 malam) dia menghubungi saya mengajak damai, mengajak secara kekeluargaan, tapi saya tidak mau, itu tidak dinilai bagi saya damai itu, saya maunya lanjut sampai kapanpun. Akan saya lawan terus demi keadilan demi kebenaran,” ucapnya. (Dtk)
Editor: Syarif