bakabar.com, BARABAI – ANZ (38), salah satu tersangka yang diduga terlibat kasus korupsi pengadaan tawas di PDAM Hulu Sungai Tengah (HST) bakal mengambil upaya hukum.
Melalui kuasa hukumnya, Darmawan Saputra dkk akan mengambil upaya penangguhan penahanan dan mengajukan praperadilan.
“Kita akan membuat konsepnya dengan rekan saya, M Rizki,” kata Darmawan setelah penitipan tahanan para tersangka kasus korupsi tawas PDAM ke Rutan Barabai oleh Kejari HST, Senin (24/5) sore kemarin.
Darmawan menilai, kliennya, ANZ tidak salah. Pihaknya akan membuktikan kerugian negara seperti yang disangkakan pihak kejaksaan itu ada di mana.
Untuk membuktikan hal itu, kuasa hukum tersangka ini akan mencari alternatif auditor. Tujuannya untuk membuktikan kalau tidak ada kerugian.
“Karena posisinya, ANZ ini sebagai pebisnis. Dia melakuakan tindakan-tindakan jual beli itu sesuai prosedur perusahaan,” kata Darmawan.
Seperti diketahui, ANZ adalah Direktur CV Trans Media Communication Barabai. Perusahaannya ini merupakan salah satu penyedia barang kimia berupa tawas dan terseret dalam kasus korupsi di PDAM HST.
Soal perusahaan yang dipegang ANZ ini, Darmawan membantah jika dipindahtangankan ke pihak ketiga. Dalam hal transaksi jual beli tawas.
“Saya katakan itu tidak benar. Artinya ANZ menjalankan perusahaannya sesuai prosedur dan tidak dipinjamkan. Hal ini, waktu BAP kita sampaikan ke jaksa, perusahaan ini tidak fiktif, ada akta notarisnya,” tutup Darmawan.
Sebelumnya, Kejari HST secara resmi menahan 4 tersangka kasus korupsi pengadaan tawas tahun anggaran 2018-2019 PDAM setempat, Senin (24/5).
Dua tersangka merupakan pejabat di PDAM HST, yakni Direktur 2018-2022, SBN (57) dan Pejabat Pembuat Komitmen dalam Pengadaan Bahan Kima Tawas 2018-2019, KDR (51).
Sementara dua lainnya dari pihak luar atau penyedia barang. Masing-masing Direktur CV Karisma Niaga Energi Banjarmasin, IS (61) dan Direktur CV Trans Media Comunication Barabai, ANZ.
“Tersangka ditahan selama 20 hari (sebelum dilimpahkan ke pengadilan-red) dan dititipkan di Rutan Barabai. Terhitung sejak 24 Mei hingga 12 Juni,” kata Kajari HST, Trimo.
Penahanan ini, kata Trimo berdasarkan dua alasan yakni, berdasarkan alasan subyektif dan obyektif.
Dalam hal subyektif mengacu pada Pasal 21 Ayat 1 KUHAP. Hal ini diterapkan lantaran para tersangka mangkir ketika beberapa kali dipanggil.
Penyidik kejaksaan lantas menahan para tersangka lantaran khawatir melarikan diri, menghilangkan barang bukti dan ditakutkan mengulangi perbuatannya maupun mempengaruhi para saksi.
Sementara berdasarkan alasan obyektif, kata Trimo berkaitan dengan pasal yang disangkakan dengan ancaman hukuman di atas 5 tahun hingga maksimal 20 tahun yakni, dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor).
Adapun Pasal yang disangkakan tersebut yakni, Pasal 2 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
“Secara yuridis inilah yang dilakukan penyidik dalam rangka kepastian hukum, keadilan hukum dan penegakkan hukum. Dengan dilakukan penahanan, penyidik akan segera melimpahkan berkas ke pengadilan. Penyidik hanya punya waktu 20 hari,” terang Trimo.
Empat orang tersebut itu ditetapkan setelah jaksa penyidik menemukan bukti kuat adanya dugaan kasus korupsi pengadaan tawas di PDAM HST.
Pengadaan tawas yang dimaksud yakni, pada anggaran 2018-2019 sebesar Rp2 miliar.
“Berdasarkan hasil gelar perkara, ditetapkan 4 tersangka. Kami setidaknya mempunyai dua alat bukti kuat untuk menetapkan tersangka Tipikor,” kata Trimo saat ekspose kasus di kantornya, Kamis (1/4) lalu.
Trimo tidak menyebutkan secara gamblang berapa kerugian negara dari anggaran pengadaan sebesar Rp 2 miliar tadi.
“Total kerugian secara pasti, JPU akan menyampaikan di persidangan,” tutup Trimo.