DPRD Kalsel

Komisi II-DKP Upayakan Tambah Kuota ke BPH Migas untuk BBM Nelayan

Komisi II DPRD Kalsel bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengupayakan penambahan kuota BBM untuk nelayan ke BPH Migas.

Featured-Image
Komisi II DPRD Kalsel bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengupayakan penambahan kuota BBM untuk nelayan ke BPH Migas. Foto-Humas DPRD Kalsel

bakabar.com, BANJARMASIN - Komisi II DPRD Kalsel bersama Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) mengupayakan penambahan kuota BBM untuk nelayan ke BPH Migas.

Hal itu mengemuka dalam rapat kerja Komisi II dengan DKP Kalsel, Kamis (26/10).

Kepala DKP Kalsel, Rusdi Hartono mengatakan, salah satu permasalahan nelayan Kalsel adalah kuota BBM bersubsidi yang hanya 10 persen dirasa sangat kurang.

Pasalnya jika dibandingkan dengan data yang ada maka seharusnya ditambah sesuai dengan kebutuhan.
Oleh karenanya, pihaknya dalam waktu dekat bersama Komisi II DPRD Kalsel akan membawa permasalahan ini dengan mengupayakan penambahan kuota ke BPH Migas.

"Kita akan ada pertemuan lagi dari para nelayan kabupaten Tanah Laut, Tanah Bumbu dan Kotabaru di komisi II yang membahas salah satunya tentang permasalahan BBM yang dirasa sangat kurang oleh para nelayan. Memang BBM ini selalu bermasalah terus, karena kebutuhan menurut data kita tidak sebanding dari kuota yang tersedia hanya 10 persen. Akan tetapi segera akan kita upayakan. Tadi juga anggota DPRD Komisi II meminta agar pengawasan BBM di lapangan lebih diperketat. Mudah-mudahan kuota BBM bersubsidi untuk Kalsel bisa ditambah,” kata Rusdi Hartono.

Diperketatnya pengawasan karena harga BBM bersubsidi lebih murah dengan harga Rp 6.800 dibandingkan dexlite yaitu Rp 17.250, ada selisih sepuluh ribu lebih. Dikhawatirkan jika tidak ada pengawasan maka BBM bersubsidi ini akan merembes ke lain.

Ditanyakan mengenai dua buah kapal nelayan Kalsel yang ditangkap oleh kapal hiu 07 KSP Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP). Rusdi sapaan akrab Kadis DKP Kalsel ini menjawab, hal ini disebabkan karena mereka kedapatan membawa alat tangkap ikan yang dilarang yaitu lampara dasar.

"Hal itu sudah saya respon dan telah mengirim surat ke Dirjen Pengawasan Sumber Daya Kelautan Perikanan, bahwa kita saja yang akan membinanya. Pembinaan ini dikarenakan, satu, kapal di bawah 30 GT artinya wewenang provinsi. Yang kedua, menangkap di bawah 12 mil atau masih di kewenangan provinsi juga. Yang ketiga, untuk menghindari atau mengurangi gejolak di lapangan, karena saat ini BBM sedang susah ditambah lagi dengan adanya penangkapan. Kami mohon kiranya nanti Dirjen Perikanan Pengawasan KKP bisa menyerahkan ke pemerintah provinsi khususnya Dinas Kelautan untuk kami bina selanjutnya," paparnya.

Mereka yang ditangkap adalah nelayan kecil yang sekarang masih diamankan di pelabuhan perikanan Kotabaru.

Walaupun DKP Kalsel sudah melakukan patroli pengawasan, akan tetapi sangat terbatas, karena belum mempunyai armada. “Untuk patroli pengawasan kita bekerjasama dengan Polair Polda Kalsel,” tandasnya.

Pembinaan DKP Kalsel kepada nelayan kecil pun telah dilakukan, jika ada yang melakukan pelanggaran maka akan ditegur, dengan surat teguran sampai pada surat peringatan (SP). Pelanggaran sepanjang tahun 2023 ini sudah 11 kali terjadi.

Sekretaris komisi II DPRD Kalsel M Iqbal Yudiannoor, menyampaikan hasil tangkapan nelayan sekarang semakin banyak, mau tidak mau, pasti ada penambahan kapal. Namun yang jadi pertanyaan adalah penyaluran BBM bersubsidi untuk nelayan ini apakah tepat sasaran. Apakah sudah benar-benar tersalurkan dengan baik. Karena jauh jaraknya antara satu lokasi dengan lokasi yang lain ditambah posisi SPDN (Solar Packed Dealer Nelayan) yang jauh dengan para nelayan.

"Jadi yang kita pertanyakan adalah, apakah SPDN ini betul-betul menyalurkan langsung kepada masyarakat dan nelayan melaut menangkap ikan itu tidak setiap hari. Sehingga di sini perlu adanya pengawasan baik oleh Polair dan Angkatan Laut, itu yang lebih penting kita tekankan," ucapnya

Sangat diperlukan pemutakhiran data, by name by addres, artinya betul-betul satu kapal milik satu orang. Tidak boleh diwakilkan, cuma hanya dengan kartu nelayan terus mereka bisa mengambil BBM bersubsidi.

"Oleh karenanya kami akan bawa permasalahan ini ke BPH Migas, artinya kami minta gathering, setiap satu foto satu orang pemiliknya, terkonfirmasi semuanya, bahwa diketahui posisi nelayan, berapa GTnya dan berapa jangkauannya. Tidak mungkin kapal kecil kalau diberi jatah 25 liter bisa jauh menjangkau sampai 70 mil. Paling Cuma 12 mil untuk satu hari satu malam mereka jalan, bukan bekerja dalam 6 sampai 8 jam," terangnya

Dipaparkan dalam pembahasan, untuk saat ini kuota BBM yang digelontorkan sudah 2 juta kilo liter (kl) lebih diperlukan tambahan sekitar 2.300 kl dan diharapkan bisa tersalurkan untuk dua bulan ke depan. Sedangkan jumlah nelayan sekarang sudah mencapai hampir puluhan ribu.

"Oleh karenanya kita meminta kepada DKP Kalsel data riil yang ada sekarang untuk kuota sampai 2024. Berapa sih data riilnya sebenarnya, berapa kebutuhan mereka dan kami mengharapkan setiap desa, kalau misalnya ada SPDN ada pengawasannya, itu akan lebih baik supaya tidak terjadi penyelewengan," tutupnya. 

Editor


Komentar
Banner
Banner