bakabar.com, JAKARTA - Direktur Manajemen Risiko Bank Mandiri Ahmad Siddik Badruddin menilai kolapsnya Silicon Valley Bank (SVB) pada 10 Maret 2023 lalu tidak terlalu berdampak terhadap kondisi perbankan di Indonesia namun bank-bank domestik tetap harus selalu waspada.
“Direct impact dari SVB case ke Indonesia itu boleh dibilang minimal, akan tetapi kita tetap akan harus waspada apa saja yang harus kita lakukan to make sure bahwa kita tetap ada di posisi yang baik dan robust apabila ada potensi contagion impact dari Amerika atau Europe terhadap banking Indonesia dan Asia,” kata Ahmad di Jakarta, Kamis (6/4).
Ahmad menjelaskan bahwa untuk meminimalisir dampak dari kolapsnya bank di luar negeri, perbankan di Indonesia harus selalu menjaga risiko likuiditas (liquidity risk).
“Kita harus menjaga liquidity risk yang sangat ketat setiap hari, apakah saat itu adalah krisis atau tidak. Dan betul sekali bahwa liquidity is a king, dan memang bank yang memiliki liquidity yang baik itulah yang akan bertahan,” ujar Ahmad.
Baca Juga: Kejatuhan SVB Bikin Amerika Krisis, Amvesindo: Dampaknya Relatif Kecil
Untuk menjaga risiko likuiditas, lanjut Ahmad, bank-bank di Indonesia dapat melakukan beberapa cara. Pertama, perlunya analisa internal terhadap risiko likuiditas untuk melengkapi pemantauan terhadap regulatory liquidity ratio atau rasio likuiditas yang sudah diatur, agar dapat mengakomodir pergerakan pasar yang lebih ekstrim.
Kedua, bank di Indonesia dapat melakukan analisa terhadap konsentrasi pembiayaan (funding) secara berkala. Ketiga, bank bisa melakukan analisa pergerakan suku bunga yang berdampak bagi klien bank.
“Lalu menganalisa dampak klien dari kenaikan suku bunga. The client's big impact performances will affect the performance of the bank,” ucap Ahmad.
Baca Juga: Kejatuhan Bank, Pakar: Tidak Akan Jadi Pengulangan Krisis 2008
Keempat, bank perlu melakukan kajian terhadap skenario risiko (risk scenario) pada stress test atau simulasi untuk menguji ketahanannya. Kelima, melakukan pengkajian rencana pemulihan atau recovery plan secara berkala, termasuk pada rencana eksekusi serta komunikasi terhadap klien.
“Kita harus terus mengupdate terkait recovery plan kita. Recovery itu merupakan mandatory requirement yang harus diupdate tiap tahun dan disubmit ke OJK dan para pemegang saham. Recovery plan harus mencerminkan detail strategi, apabila terjadi krisis di industri perbankan dan semua action harus dites dan di-execute dengan cepat pada saat krisis,” pungkas Ahmad.