bakabar.com, KUALA LUMPUR – Pemerintah Malaysia menegaskan tidak akan berkompromi terhadap apa saja terkait isu tuntutan Filipina terhadap Negara Bagian Sabah.
Pasalnya Negara Bagian Sabah yang sudah menjadi bagian dari Malaysia berdasarkan keputusan Komite Cobbold pada 1962.
“Pada 27 Agustus dan 7 September saya telah memberikan penjelasan konsisten terhadap isu ini yang amat terkait sekali dengan kepentingan utama negara kita, Malaysia,” ujar Wakil Menlu Malaysia, Dato’ Kamarudin Jaffar menjawab pertanyaan anggota parlemen di Kuala Lumpur seperti dilansir Antara, Kamis (12/11).
Selain itu, ujar dia, Perdana Menteri Malaysia Tan Sri Muhyiddin Yassin telah mengeluarkan pernyataan bahwa Malaysia akan mempertahankan Sabah hingga ke tetesan darah yang terakhir.
“Untuk informasi anggota dewan sejak perkara ini dibahas pada musyawarah kedua masih tidak ada perubahan terhadap perkara ini,” katanya.
Pemerintah Malaysia telah lama menegaskan pendirian mengenai isu tuntutan Sabah secara jelas dan konsisten.
“Malaysia tidak akan sekali-kali dan melayani atau mengakui semua bentuk tuntutan oleh pihak asing atas negeri Sabah. Isu tuntutan atas Sabah oleh Filipina bukan saja tidak berdasar malah tidak relevan,” katanya.
Dia mengatakan Sabah adalah sebuah negeri dalam Persekutuan Malaysia berdasarkan keputusan Komite Cobbold pada 1962 di mana rakyat Sabah telah melaksanakan hak menentukan sendiri (self-determination) status negeri mereka untuk berada di dalam Persekutuan Malaysia.
“Laporan Komisi Cobbold telah dikemukakan pada PBB 1 Agustus 1962 dan mengesahkan bahwa lebih dari dua pertiga rakyat Sabah memilih untuk menyertai Malaysia pada 1963,” katanya.
Pada 14 September 1963, ujar dia, Sekjen PBB melaporkan kepada Majelis Umum PBB bahwa rakyat Sabah memilih untuk menyertai Malaysia dan pada 16 September 1963 Sabah dengan resmi telah menyertai Persekutuan Malaysia.
“Setiap kali muncul pernyataan berhubung isu tuntutan atas Sabah, Kementerian Luar Negeri mengambil tindakan segera bagi menolak pernyataan tersebut,” katanya.
Pada waktu yang sama, ujar dia, Kementerian Luar Negeri menyampaikan nota penolakan, mengeluarkan pernyataan media, atau memanggil Duta Besar Filipina ke kementerian.