bakabar.com, BANJARMASIN – Awal 2020 menjadi tahun yang cukup berat bagi banyak orang. Pandemi virus menular Covid-19 kian merebak ke seluruh penjuru dunia hingga menelan korban jiwa.
Duka ini juga dirasakan oleh para warga negara Indonesia (WNI) yang tengah menjalani kehidupan mereka di tengah perantauan. Husniaty (27) salah satunya, warga Aceh yang kini bermukim di Australia ini merasa cukup beruntung. Walau perjuangannya sebagai minoritas harus lebih ekstra lagi, namun dirinya masih dapat bertahan di tengah masifnya Virus Corona.
“Di sini cukup merasa aman, meskipun kasusnya makin bertambah tapi fatality ratenya rendah,” ungkapnya saat berbincang via WhatsApp dengan bakabar.com, Senin (30/3).
Meminjam data Australian Goverment, perkembangan terakhir hingga 30 Maret pagi terdapat 4.093 kasus Covid-19 yang dikonfirmasi di Australia. Dari kasus-kasus ini, 16 di antaranya telah meninggal. Pemerintah setempat juga telah melakukan tes lebih dari 214.000 di seluruh Australia.
“Jumlah yang ditest jauh lebih rame daripada yang di Indonesia. Info yang beredar juga akurat, gak ada hoax,” ungkap dia.
Upaya pemerintah Australia dalam menekan angka penularan cukup efektif. Sebab menurutnya, ini juga didukung dengan patuhnya masyarakat untuk saling menjaga jarak (social distancing).
“Mostly (kebanyakan) warganya patuh sama peraturan,” imbuhnya
Pemerintah Australia cukup tegas dalam menindak para pelanggar. Masyarakat yang tidak mematuhi aturan seperti berkumpul di tempat umum akan dikenakan denda dan kurungan penjara.
“Kalo kita ngumpul di tempat umum rame-rame langsung kena denda juga penjara. Acara-acara pemakaman atau pernikahan, gak boleh lebih dari 10 orang,” sebut dia.
Sama halnya seperti Indonesia, gejala sosial Panic Buying juga sempat terjadi di Australia. Benda-benda seperti masker, hand sanitizer hingga bahan pokok mulai sulit didapatkan.
“Tapi meskipun langka, harganya gak segila di sana (Indonesia),” bebernya.
Reporter: Musnita Sari
Editor: Muhammad Bulkini