bakabar.com, BANJARMASIN – R.A Kartini adalah perempuan hebat yang tak asing lagi di telinga kita. Semangat yang tiada tara dalam memperjuangkan hak perempuan menjadi inspirasi bangsa Indonesia, terutama kaum perempuan.
Jasanya telah dirasakan bersama, salah satunya, kaum perempuan memiliki hak yang sama dalam berbagai aspek kehidupan.
Kartini terlahir dengan nama lengkap Raden Ajeng (R.A) Kartini Djojo Adhiningrat. Bayi Kartini lahir pada tanggal 21 April di Mayong, Jepara, di Jawa Tengah. Kartini kecil lahir dari pasangan, dengan ayah yang bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dan ibu yang bernama M.A. Ngasirah.
Seperti dilansir dari berbagai sumber, ayah Kartini merupakan seorang bupati Jepara, sehingga memiliki garis keturunan ningrat dari darah ayahnya. Kartini merupakan anak ke-5 dari 11 bersaudara kandung dan tiri.
Baca Juga: Peselancar Wanita Berkebaya Peringati Hari Kartini di Pantai Kuta
Ibu dari R.A. Kartini merupakan istri pertama, namun ayahnya menikah kembali dengan bangsawan tinggi sebagai peraturan bahwa bupati juga harus beristrikan seorang bangsawan pula.
Dari saudaranya yang sekandung, Kartini merupakan anak perempuan tertua dan ia sangat beruntung mendapatkan pendidikanbarat yang tidak bisa dirasakan anak-anak wanita pada umumnya.
Kartini kecil bisa merasakan pendidikan sekolah di ELS (Europese Lagere School) hingga usia 12 tahun. Dengan bersekolah, Kartini kecil bisa belajar bahasa Belanda. Namun, setelah menyelesaikan usia 12 tahun, Kartini harus tinggal di rumah untuk menjalani tradisi pingit bagi wanita Jawa.
Kartini akhirnya bisa hanya mengenyam pendidikan sampai sekolah dasar saja, sehingga tidak bisa melanjutkan ke jenjang pendidikan berikutnya yang lebih tinggi. Keinginannya untuk bersekolah lebih tinggi sebenarnya telah diutarakan kepada orang tuanya, namun belum mendapatkan ijin.
Sebagai seorang gadis, Kartini harus menjalani masa pingitan hingga sampai pada waktunya untuk menikah dengan seorang pria yang dijodohkan kepadanya.
Ini merupakan suatu adat yang harus dijalankan pada waktu itu, yang akhirnya membawa impian pendidikan Kartini hanya cukup dipendam saja.
R.A. Kartini merupakan seorang wanita yang pandai dan senang membaca, muali dari buku, koran, sampai majalah Eropa. Dengan kegemarannya membaca ini memberikan kesempatan kepada pola pikirnya untuk semakin terbuka dengan kemajuan bagi wanita.
Dari situlah, kemudian Kartini memiliki keinginan untuk memajukan perempuan pribumi melalui pendidikan, yang pada saat itu memiliki status sosial yang cukup rendah.Kisah perjuangan Kartiniuntuk Indonesiadimulai dengan berusaha mendirikan sekolah untuk gadis Jepara yang berdomisili di sekitarnya, dan muridnya hanya berasal dari kerabat yang jumlahnya 9 orang.
Di masa itu, Kartini juga berteman Rosa Abendanon, seorang wanita berkebangsaan Belanda. Kartini berhubungan melalui surat-surat yang selalu dikirimkannya. Selain itu Kartini juga sempat mengirimkan beberapa tulisannya, yang akhirnya kemudian diterima untuk dimuat di De Hollandsche Lelie, sebuah majalah terbitan Belanda yang selalu dibacanya.
R.A. Kartini sebenarnya sempat diberikan beasiswa dari pemerintah belanda karena tulisan-tulisannya yang dinilai cemerlang. Namun, beasiswa tersebut tidak berarti apa-apa, karena ayahnya waktu itu memutuskan Kartini untuk segera menikah.
Kartini kemudian menikah dengan R.M.A.A. Singgih Djojo Adhiningrat, Bupati Rembang yang telah memiliki tiga istri sebelumnya. Semenjak menikah, Kartini harus mengikuti suaminya hijrah ke Rembang.
Baca Juga: Hari Bumi 2019, Pencinta Alam Kalsel Tegaskan Sikap Save Meratus!
Suaminya mengetahui hasrat Kartini yang menginginkan kemajuan bagi kaum wanita. Suaminya kemudian memberikan kebebasan dan mendukungnya, yang dibuktikan dengan mendirikan sekolah wanita di sebelah timur gerbang kompleks kantor kabupaten Rembang.
Kartini yang menikah pada Kartini menikah pada tanggal 12 November 1903, kemudian melahirkan anak lelaki yang bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada tanggal 13 September 1904. Tak lama berselang, Kartini kemudian meninggal dunia pada tanggal 17 September 1904, dan tutup usia pada 25 tahun.
Editor: Syarif