bakabar.com, JAKARTA - Si jago merah melahap hebat Masjid Jakarta Islamic Centre (JIC), Rabu (19/10). Kejadian memilukan ini agaknya mengingatkan kembali dengan kisah kelam masjid tersebut, di mana sempat menjadi kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara.
Rumah ibadah yang berlokasi di Jakarta Utara itu dulunya adalah lokalisasi prostitusi Kramat Tunggak.
Tak kurang dari ratusan pekerja seks komersial (PSK) – beserta puluhan germo – beroperasi menjajakan diri di tempat tersebut.
Kramat Tunggak, kala itu, terkenal sebagai ‘sarang maksiat.’ Bukan cuma pelacuran, wilayah ini diramaikan dengan aktivitas jual-beli narkoba, alkohol, sampai tempat judi yang berlangsung tiap harinya.
Pengaruh kultur Betawi
Munculnya gagasan soal lokalisasi Kramat Tunggak, rupanya, tak terlepas dari kultur Betawi yang identik sebagai komunitas Islam terbuka. Kebudayaan asli Jakarta ini sangat mencintai Islam sebagai identitas utamanya.
Sebab itulah, sejumlah ulama dan masyarakat mendesak Gubernur DKI Jakarta Sutiyoso untuk menutup kawasan prostitusi terbesar di Asia Tenggara tersebut. Ketika gagasan ini digaungkan, penghuni lokalisasi Kramat Tunggak tak banyak melawan.
Minimnya perlawanan itu dikarenakan para PSK dan muncikari sudah mendapat ganti rugi. Warga setempat pun setuju dengan rencana penataan ulang imej Kramat Tunggak: yang semula area prostitusi, jadi lokasi lebih bermartabat.
Realisasi pusat peradaban Islam
Sutiyoso menggagas agar lokalisasi Kramat Tunggak diubah menjadi pusat peradaban Islam, dengan didirikannya JIC. Terhitung mulai 2001, masjid bernuansa Arab campur Betawi itu dibangun.
Pemerintah DKI Jakarta menggelontorkan dana sekitar Rp700 miliar untuk membangun JIC.
Dana tersebut sudah meliputi pembangunan masjid, gedung sosial budaya, serta rangkaian bangunan wisma atau penginapan kantor bisnis.
Pada 4 Maret 2003, Sutiyoso pun meresmikan Masjid JIC. Tahun demi tahun berlalu, masjid ini pun juga makin memperluas bangunannya, sekaligus juga fungsinya.
Selang empat tahun usai diresmikan, di sekitar kawasan JIC juga dibangun wisma dengan rencana seluas 21.452 meter persegi. Wisma tersebut dibagi menjadi tiga gedung: bisnis center, convention hall atau balai pertemuan, dan hotel 11.217 meter persegi.
Hingga kini, JIC tak hanya berfungsi sebagai tempat ibadah. Melainkan, menjadi salah satu pusat peradaban Islam di Indonesia dan menandakan kebangkitan Islam.
Kisah kelam soal pelacuran Kramat Tunggak pun sirna; membekas dalam ingatan penghuni sudut kota Jakarta Utara.