Tak Berkategori

Ketika Kasus Kematian Menjadi Hal Biasa di Banjarmasin

apahabar.com, BANJARMASIN – Hilangnya nyawa manusia seakan sudah menjadi hal biasa belakangan waktu ini. Meski, sebagian…

Featured-Image
Pengelola Masjid Al-Jihad Banjarmasin kerap menyalatkan puluhan jenazah sepanjang Agustus ini. Foto: Ist

bakabar.com, BANJARMASIN – Hilangnya nyawa manusia seakan sudah menjadi hal biasa belakangan waktu ini. Meski, sebagian besar kasus kematian terjadi karena faktor keterlambatan penanganan.

"Warga enggan melapor dan enggan masuk rumah sakit. Begitu sudah parah sekali baru masuk rumah sakit," ujar Hidayatullah Muttaqin, Anggota Tim Pakar Covid-19, Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Banjarmasin kepada bakabar.com.

Hari kemerdekaan ke-76 Republik Indonesia dirayakan warga di Kalimantan Selatan dalam kondisi keprihatinan. Sebab, berkaca dari data Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan Selatan, hanya dalam 17 hari terakhir, 116 warga Kota Banjarmasin meninggal karena Covid-19.

Kasus kematian dalam 17 hari ini, sebut Taqin, mencakup 31% jumlah penduduk kota yang meninggal sejak awal pandemi. Jumlah kematian di Banjarmasin tersebut juga mencapai 24% dari 490 kasus kematian provinsi selama 1-17 Agustus 2021.

Tak ayal, fakta tersebut menggambarkan kondisi Banjarmasin sedang dalam suasana keprihatinan yang mendalam.

“Seharusnya kita mengibarkan bendera setengah tiang sebagai tanda keprihatinan dan warning kepada masyarakat supaya tidak mengabaikan protokol kesehatan,” ujarnya.

“Seharusnya kondisi tersebut memacu kesadaran pemangku kebijakan di Banjarmasin untuk lebih serius dalam penanganan pandemi Covid-19 dan lebih terbuka terhadap masukan dan kritik masyarakat,” sambung dosen ilmu ekonomi dan studi pembangunan itu.

Sepekan terakhir pelaksanaan PPKM Level 4 jilid 3, Taqin menilai situasi pandemi Covid-19 Kota Banjarmasin belum juga membaik.

Berdasar asesmen Kementerian Kesehatan RI per 16 Agustus, situasi selama 10-16 Agustus masih berada di level 4 karena insiden kasus dan risiko masyarakat terinfeksi Covid-19 masih tinggi dan tidak terkontrol, serta masih terbatasnya kapasitas respons sistem kesehatan.

Tingginya insiden kasus tercermin dari 112 kasus konfirmasi, 88 pasien rawat inap dan 5 kasus kematian per 100 ribu penduduk dalam sepekan terakhir.

Sedangkan terbatasnya kapasitas respons sistem kesehatan terlihat dari Tingkat Positivitas 41% yang jauh dari standar WHO maksimal 5%.

Rasio Kontak Erat hanya 1,79. “Sementara untuk keluar dari kondisi terbatas minimal 1 berbanding 5 di mana rasio ideal menurut WHO adalah 1 banding 30. Adapun BOR 66% berada dalam batas memadai,” sebut Taqin.

Meskipun situasi Banjarmasin berada pada level 4, ada perbaikan pada tracing dan penurunan jumlah pasien di rumah sakit. Rasio Kontak Erat sepekan terakhir pada 9 Agustus adalah 0,76 sedangkan jumlah pasien harian sebanyak 658 orang.

Pada laporan 16 Agustus, Rasio Kontak Erat meningkat menjadi 1,79 dan jumlah pasien menurun menjadi 554 orang.

“Yang penting terus membaik, bukan meningkat sesaat,” sarannya.

Momentum ini, menurutnya, harus dijaga terus sehingga perkembangannya semakin membaik. Testing dan tracing terus diperkuat dan jangan takut jika kasus konfirmasi membengkak.

“Sebab lonjakan kasus konfirmasi karena meningkatnya testing dan tracing adalah baik karena kita dapat meningkatkan kapasitas respons sistem kesehatan untuk mendeteksi secepat-cepatnya dan sebanyak-banyaknya warga yang terinfeksi Covid-19 untuk kemudian dilakukan isolasi,” jelasnya.

Penduduk yang terkonfirmasi positif dengan risiko tinggi karena lansia, punya komorbid atau memiliki gejala berat agar secepatnya mendapatkan treatment di rumah sakit.

“Isolasi dan treatment inilah yang diharapkan dapat memutus mata rantai penularan Covid-19 dan mencegah bertambahnya kasus kematian. Diharapkan penurunan kasus konfirmasi terjadi bukan karena turunnya testing tetapi karena rendahnya Tingkat Positivitas,” pungkasnya.

Sebelumnya, Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Abdul Mu’ti menyerukan agar Indonesia mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai simbol ungkapan belasungkawa atas banyaknya pasien yang meninggal akibat Covid-19 di tahun 2021 ini.

Abdul juga menilai tahun 2021 ini disebut sebagai tahun duka cita bagi Indonesia. Ia menduga jumlah pasien yang wafat akan terus meningkat. Kondisi itu makin mengkhawatirkan dengan terbatasnya fasilitas kesehatan belakangan ini.

“Jika memang keadaan tidak membaik, tidak ada salahnya apabila bangsa Indonesia mengibarkan bendera merah putih setengah tiang sebagai ungkapan belasungkawa,” kata Abdul, dilansir CNN Indonesia, Selasa (6/7).

Penyesuaian PPKM Level IV Banjarmasin: THM Tutup, Mal Beroperasi dengan Makan 20 Menit

Komentar
Banner
Banner