Pemkab Barito Kuala

Kerap Picu Inflasi, DKPP Batola Seriusi Budidaya Ikan Gabus

apahabar.com, MARABAHAN – Akibat sering memicu inflasi, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Barito Kuala mulai…

Featured-Image
Bupati Batola, Hj Noormiliyani AS, melepas bibit ikan gabus bersama Kepala DKPP, Rahmanuddin Murad, di Desa Tamba Jaya. Foto: Prokopimda Batola

bakabar.com, MARABAHAN – Akibat sering memicu inflasi, Dinas Ketahanan Pangan dan Perikanan (DKPP) Barito Kuala mulai serius membudidayakan ikan gabus alias haruan.

Berbeda dengan ikan kebanyakan, memelihara gabus membutuhkan penanganan khusus. Selain terbiasa hidup di alam bebas, ikan ini mampu melompat setinggi 2 meter.

Untuk mengatasi kesulitan tersebut, DKPP Batola mengembangkan budidaya gabus dalam bioflok setinggi kurang lebih 1,5 meter.

Untuk sementara bibit gabus didatangkan dari Mandiangin, Kecamatan Karang Intan, Kabupaten Banjar.

Lantas agar ikan gabus tidak melompat, dibikin pagar penyekat mengelilingi lokasi penempatan bioflok.

Disokong Bank Kalsel Cabang Marabahan, perintisan budidaya gabus ini dipusatkan di Desa Teluk Tamba, Kecamatan Tabukan. Sementara pemeliharaan ditangani Pokdakan Haruan Tamba Kampung.

“Total terdapat delapan bioflok yang masing-masing berisi 1.000 bibit ikan gabus,” ungkap Kepala DKPP Batola, Rahmanuddin Murad, seusai tabur benih perdana bersama Bupati Hj Noormiliyani AS, Rabu (30/6).

“Insyallah dapat dipanen dalam delapan bulan kedepan. Untuk pakan sudah bisa diberi pelet, tapi akan diganti daging ricah ikan di bulan ketiga untuk mengejar pertumbuhan,” imbuhnya.

Diyakini tingkat keberhasilan budidaya gabus tersebut mencapai 80 persen. Penyebabnya gabus adalah ikan yang mampu hidup di air dengan kondisi buruk sekalipun.

“Sekarang dengan dipelihara dalam kondisi air yang lebih baik dan pakan terkontrol, kami optimistis pembudidayaan ini berhasil,” tegas Rahmanuddin.

Terdapat sejumlah alasan yang membuat DKPP Batola lebih memilih membudidayakan gabus, ketimbang ikan air tawar lain.

“Gabus merupakan salah satu ikan lokal yang banyak diminati. Juga kerap mempengaruhi inflasi akibat harga yang sering naik turun,” ulas Rahmanuddin.

Sekarang harga haruan di pasaran seharga Rp60 ribu per kilogram. Namun memasuki musim tertentu, harga per kilogram bisa mencapai Rp75 ribu hingga Rp80 ribu.

Perubahan harga itu disebabkan kebanyakan ikan haruan di pasar adalah hasil tangkap, terutama musim kemarau dari beje-beje.

“Faktanya 90 persen gabus yang terperangkap di beje-beje adalah matang gonad. Kalau tertangkap semua, otomatis tidak ada lagi ikan yang bertelur,” tegas Rahmanuddin.

Alasan lain adalah gabus memiliki kadar albumin tinggi. Bahkan gabus dijadikan masyarakat secara turun-temurun sebagai obat untuk ibu pascamelahirkan.

“Tak hanya dikonsumsi langsung, gabus juga dapat dijadikan kerupuk, abon, sosis dan pentol bakso. Ini juga termasuk fungsi kami untuk diversifikasi pangan berbahan lokal,” beber Rahmanuddin.

Dalam rencana jangka panjang, Pokdakan Haruan Tamba Kampung dapat mewujudkan Desa Teluk Tamba sebagai kampung haruan.

“Pun budidaya haruan ini dapat dikembangkan di kecamatan lain, sehingga Batola dapat menjadi salah satu produsen ekstrak albumin dan pembibitan,” harap Rahmanuddin.

Sebagai salah seorang penggemar haruan, Noormiliyani antusias dengan upaya yang dilakukan DKPP Batola.

“Alhamdulillah sudah dilakukan upaya pembudidayaan haruan. Pun saya sepakat kalau Teluk Tamba dijadikan kampung haruan,” sahut Noormiliyani.

“Diharapkan upaya ini dapat meningkatkan perekonomian masyarakat. Di sisi lain, saya juga sudah merasakan manfaat albumin, ketika menjalani perawatan di rumah sakit,” tandasnya.

Komentar
Banner
Banner