bakabar.com, JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengisyaratkan bahwa Kemenkue sudah menyetujui rencana kebijakan mobil baru bebas pajak.
Yustinus mengungkapkan keterangan resmi atau rilis dari Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian yang sudah menjadi keputusan bersama dari antar kementerian/lembaga.
“Sesuai rilis itu. Rilis itu hasil koordinasi bersama. Pertimbangannya ada di dalam rilis itu,” ujar Yustinus kutip CNNIndonesia.com.
Begitu juga dengan peraturan Menteri Keuangan terkait pajak mobil yang kabarnya direvisi. Ia menyatakan prosesnya sesuai pernyataan dalam rilis tersebut yang menyatakan sedang direvisi dan diharapkan berlaku mulai 1 Maret 2021.
Padahal, sebelumnya Sri Mulyani sempat menolak rencana kebijakan itu karena tidak ingin memberikan insentif hanya kepada satu industri saja. Bendahara ingin kebijakan insentif menyasar ke semua industri agar lebih adil.
Selain itu, menurut Sri Mulyani, pemerintah sudah memberikan berbagai insentif ke industri yang juga bisa dinikmati oleh industri otomotif. Pertimbangan lain, ia tidak ingin insentif bebas pajak mobil baru memberi dampak negatif bagi perekonomian.
Namun, menurut Yustinus, pertimbangan kali ini seperti yang sudah diungkapkan oleh Menko Airlangga di rilis kepada media.
Dalam rilis tersebut, pemerintah memberikan insentif pajak mobil baru nol persen karena ingin meningkatkan pembelian dan produksi mobil di dalam negeri.
Pemerintah berharap pertumbuhan industri otomotif yang merupakan salah satu lini di sektor manufaktur bisa memberi kontribusi ke perekonomian nasional.
“Harapannya, konsumsi masyarakat berpenghasilan menengah atas akan meningkat, meningkatkan utilisasi industri otomotif dan mendorong pertumbuhan ekonomi di kuartal pertama tahun ini,” terang Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam rilis tersebut.
Pertimbangan lain, insentif ini bisa membuat produksi mobil mencapai 81.752 unit pada tahun ini. Perhitungannya, bila produksi mobil mencapai angka tersebut, maka bisa memberi pemasukan ke negara sekitar Rp1,4 triliun.
“Kebijakan tersebut juga akan berpengaruh pada pendapatan negara yang diproyeksi terjadi surplus penerimaan sebesar Rp1,62 triliun,” ucapnya.
Tak hanya itu, pemerintah juga mempertimbangkan efek domino lain dari industri ini, yaitu penyerapan tenaga kerja yang bisa lebih besar. Data terakhir mencatat sektor ini menyerap 1,5 juta pekerja dan memberi kontribusi Rp700 triliun ke Produk Domestik Bruto (PDB).
Maka dari itu insentif diberikan. Namun, pemberiannya bertahap, yaitu tahap pertama pajak yang ditanggung mencapai 100 persen dari tarif untuk tiga bulan. Lalu, tahap kedua ditanggung 50 persen untuk tiga bulan selanjutnya dan tahap ketiga ditanggung 25 persen untuk tiga bulan berikutnya.