bakabar.com, SAMARINDA – Sebagai kontributor terbesar oksigen atau paru-paru dunia, peran Kalimantan timur tak bisa dipandang sebelah mata.
Kaltim, kata Gubernur Kaltim Isran Noor, menuntut untuk diperhatikan oleh dunia internasional. Khususnya terkait dengan pembatasan perdagangan CPO (crude palm oil) di kawasan Uni Eropa. Kebijakan yang sangat merugikan Kaltim sebagai salah satu penghasil CPO terbesar di Indonesia.
“Kita dituntut untuk menjaga kelestarian kita, bagaimana kita bisa mengelola lingkungan yang berkelanjutan,” jelas Gubernur Kaltim Isran Noor, dikutip bakabar.com dari laman resmi Humas Pemprov Kaltim.
Mestinya, kata dia, Kaltim juga bisa memperjuangkan hak-hak rakyat Indonesia. Dari negara-negara yang menikmati kontribusi atas lingkungan yang dijaga.
“Bangsa kita harus sederajat kedudukannya dengan bangsa-bangsa lain, ketika kita sudah berkontribusi besar kepada dunia, janganlah kita didikte oleh bangsa lain dalam melaksanakan pembangunan,” jelas Isran Noor.
Isran Noor sadar Bumi Etam tak bisa terus-menerus mengekspor mentah dan tergantung dengan pasar Uni Eropa.
Makanya, diperlukan industri hilir agar sektor kelapa sawit Kaltim benar-benar menjadi unggulan di masa depan.
Pada 2025, ditargetkan produksi CPO Kaltim di atas 5,5 juta ton per tahun dari sekarang yang produksinya 4 juta ton per tahun. Produk perkebunan dan pertanian tidak akan surut dari permintaan masyarakat.
"Untuk meningkatkan nilai jual, Kaltim potensial membangun pabrik-pabrik hilirisasi. Biodiesel bisa menjadi unggulan, karena kebutuhan energi akan semakin banyak,” jelas Isran.
Sejalan dengan itu, Kawasan Ekonomi Khusus Maloy Batuta Trans Kalimantan (KEK-MBTK) bisa menjadi tempat pembangunan pabrik biodiesel. “Karena dekat dengan bahan baku (perkebunan kelapa sawit),” tambahnya.
Baca Juga: Kelapa Sawit Indonesia Dilirik Peru, Gapki Kalsel: Pasar Potensial
Baca Juga: Pemerintah Remajakan Belasan Ribu Hektare Sawit Petani di Paser
Baca Juga:Diblokir Uni Eropa, Ekspor Kelapa Sawit ke Wilayah Itu Malah Meningkat
Baca Juga:Kaltim Lirik Potensi Limbah Sawit
Editor: Fariz Fadhillah