bakabar.com, JAKARTA - Kematian sekeluarga di Kalideres pada Kamis (10/11) masih menyisakan teka-teki. Tak sedikit warganet yang merasa janggal bila keempat orang itu meninggal gegera kelaparan, mengingat mereka bukanlah kalangan jelata.
Dugaan tersebut sebagaimana yang disampaikan salah seorang warganet di Twitter. “Mereka tinggal di komplek perumahan, selapar-laparnya kan bisa gadai rumah,” demikian sepenggal cuitan @kur*** yang disukai lebih dari 19 ribu pengguna.
Kejanggalan itu belandaskan atas pernyataan Tokoh Pemuda Jakarta Barat, Umar Abdul Aziz. Dia mengatakan aset yang dimiliki keluarga yang tewas itu mencapai miliaran rupiah, termasuk mobil dan rumah.
Sebab itulah, tak sedikit warganet yang menganggap sekeluarga itu terlibat sebuah sekte. Seperti akun @mitha*** yang menilai mereka meninggal gegara ritual, “Jadi menurutku sih mereka ngilmu yah.. Jadi mungkin ritualnya begitu.”
Burari Deaths, Keluarga yang Meninggal Gegara Ritual Sekte
Dugaan tentang meninggalnya sekeluarga di Kalideres gegara ritual memang belum terbukti benar. Namun, di belahan dunia lain, nyatanya ada keluarga yang tewas karena ritual sekte tertentu.
Kasus tersebut dikenal sebagai Burari Deaths. Kisah tewasnya sekeluarga yang beranggotakan 11 orang itu bahkan sempat diangkat menjadi serial dokumenter Netflix dengan judul House of Secrets: The Burari Deaths.
Pada 2018, di wilayah Burari, Delhi, India, polisi setempat menemukan 11 mayat tergantung dengan tubuh tertutup kain putih. Pemandangan demikian, sekilas, mengesankan bahwa mereka melakukan bunuh diri massal.
Seorang tetangga yang pertama kali menemukan jasad keluarga Bathia, sontak, begitu terkejut. Pasalnya, kesebelas orang itu dikenal ramah dan supel kepada tetangga di lingkungan rumah mereka.
Pihak kepolisian mulanya menyimpulkan kasus ini sebagai pembunuhan, sama sekali tak dikaitkan dengan ritual sekte keyakinan tertentu. Kabarnya, polisi mengumumkan hasil demikian karena desakan publik dan aksi kerabat korban yang menutupi sejumlah fakta.
Diselimuti Kejanggalan Bekas-Bekas Ritual
Namun, di sisi lain, publik tak serta merta percaya dengan pernyataan polisi. Media lokal bahkan mengungkapkan sederet kejanggalan, seperti ditemukannya bekas-bekas ritual berupa sisa kayu dan pipa di samping rumah.
Hingga akhirnya, seorang petugas menemukan diary alias buku harian milik Lalit, sang anak bungsu dari keluarga Bathia. Dalam diary tersebut, tertulis sebuah khayalan yang tak masuk akal.
Khayalan itu terkait sebuah konsep “keselamatan massal” dengan cara gantung diri. Selain itu, terdapat pula rincian yang sesuai dengan kondisi di TKP: bagaimana mayat-mayat ditemukan dengan wajah tertutup, mulut diplester, tangan terikat, dan telinga yang disumbat kapas.
Dalam buku harian itu pula, ditemukan fakta bahwa keluarga Bathia sangat mempercayai Lalit. Mereka menganggap si putra bungsu ini sebagai kepala keluarga, yang telah dirasuki roh sang ayah.
Mengidap Gangguan Jiwa
Setelah diusut lebih dalam, ternyata Lalit – otak di balik ‘gantung diri massal’ – itu mengidap gangguan jiwa. Bahkan, dia dianggap menyebarkan gangguan mental ke anggota keluarga yang lain, sehingga mempercayai Lalit dan mengikuti segala perintahnya.
Termasuk, mempercayai kehadiran roh sang ayah yang sudah meninggal di tubuh Lalit, juga meyakini rencana Lalit terkait semacam ritual menggantung layaknya pohon beringin. Alhasil, polisi menyimpulkan kasus ini sebagai kematian tak disengaja.