Kalsel

Kecewa, Pengembang Pelaihari City Mall Ngadu ke Menkopolhukam

apahabar.com, BANJARMASIN – Sengketa proyek pembangunan Pelaihari City Mall di Tanah Laut, Kalimantan Selatan terus bergulir….

Featured-Image
Proyek pengerjaan pembangunan Pelaihari City Mall (PCM) yang berlokasi di Kelurahan Sarang Halang resmi dihentikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP dan Damkar) Kabupaten Tanah Laut, 19 Juni 2020 silam. Foto: Dok.apahabar.com

bakabar.com, BANJARMASIN – Sengketa proyek pembangunan Pelaihari City Mall di Tanah Laut, Kalimantan Selatan terus bergulir.

Pemilik proyek Pelaihari City Mall, Mawardi resmi melayangkan surat gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara.

“Gugatan kami layangkan terkait tindakan faktual penyegelan yang cacat prosedur oleh Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tanah Laut,” kata Mawardi, Selasa (20/10).

Langkah demkian diambil lantaran upaya-upaya yang dilakukan sebelumnya dianggap tak menemukan titik terang.

“Surat protes kami ini tidak pernah dijawab Bupati Tanah Laut (Sukamta). Makanya, kami pun mengadu ke gubernur Kalsel dengan mengirim surat resmi, namun hingga kini belum ada jawaban,” katanya.

Selain itu, pihak Mawardi juga meminta kepastian hukum ke Kementerian Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Republik Indonesia.

“Itu kami lakukan karena kami merasa tidak ada kepastian hukum terkait proyek yang disegel oleh Pemkab Tanah Laut,” katanya.

“Kenapa kami sebut tidak ada kepastian hukum? Pertama saat kami membuat perjanjian kerja sama pembangunan, itu ditandatangani oleh bupati dan unsur Muspida Pemkab Tanah Laut, tapi tau-taunya dikatakan tidak ada hibah. Ini sungguh aneh,” lanjutnya.

Lebih jauh, Mawardi mengakui telah mengendus adanya fitnah yang menuduh pihaknya bersekongkol dengan mantan bupati Tanah Laut sebelumnya, Bambang Alamsyah.

Mawardi juga menyayangkan pernyataan Sukamta yang menyebut kalau lahan itu merupakan hak guna usaha (HGU).

“Padahal tanah itu kami beli dan saat ini statusnya hak guna bangunan (HGB). Kami tidak pernah pinjam pakai dengan pemerintah. Kami membebaskannya dengan masyarakat, ada putusan pengadilannya. Gara-gara itu kami dimusuhi oleh masyarakat, disangka kami mengambil alih tanah negara” katanya.

Mawardi mengatakan hal-hal itu-lah yang akhirnya menjadi sebuah polemik dan ditakutkan akan menyebabkan terjadinya konflik sosial di masyarakat.

“Ini sebabnya kami meminta kepastian hukum ke Menkopolhukam RI,” katanya.

Sampai berita ini diturunkan, bakabar.com masih mencoba mengonfirmasi Bupati Sukamta ihwal polemik tersebut.

Disegel

Diwartakan sebelumnya, proyek pengerjaan pembangunan Pelaihari City Mall (PCM) yang berlokasi di Kelurahan Sarang Halang resmi dihentikan oleh Satuan Polisi Pamong Praja dan Pemadam Kebakaran (Satpol PP dan Damkar) Kabupaten Tanah Laut, 19 Juni 2020 silam.

Plt. Kasatpol PP dan Damkar Faried Widyatmoko yang ikut langsung dalam penghentian pembangunan PCM mengatakan penghentian kegiatan pembangunan PCM ini dikarenakan kegiatan pembangunannya tidak memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

Faried menambahkan bahwa pada 13 Mei 2020 yang lalu pihaknya sudah melayangkan surat teguran kepada Pihak PCM selama rentang waktu 15 hari namun tidak ada tanggapan dari pihak PCM.

“Karena tidak adanya respons dari pihak PCM, teguran diberikan kembali selama 3 kali berturut turut dengan pemberian batas waktu yang diberikan namun pihak PCM masih tidak memberikan tanggapannya sehingga hari ini pihaknya memberhentikan sementara aktivitas pembangunan PCM ini,” ungkap Faried.

Sementara itu Penyidik pada Satpolpp (PPNS) mengatakan bahwa dari awal kegiatan pembangunan PCM ini belum bisa menunjukkan IMB ataupun perizinan lainnya.

Surat teguran pun sudah diberikan sebanyak 3 kali namun tidak ada respons dan inilah tindakan pihaknya dengan penghentian sementara.

Sehubungan dengan pemberhentian kegiatan pembangunan PCM tersebut Anggota Satpol PP dibackup dari TNI memasang spanduk penyegelan pemberitahuan yang menyatakan bahwa bangunan dan kegiatan PCM tersebut dihentikan sementara karena sudah melanggar Peraturan Daerah (Perda).

Adapun pelanggaran Perda yang dimaksud di antaranya adalah Perda nomor 07 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Bangunan, Perda no 14 tahun 2013 tentang retribusi IMB dan juga Perda no 07 tahun 2014 tentang ketertiban umum dan ketentraman masyarakat, Perda no 13 tahun 2020 tentang Jenis Rencana Usaha dan atau kegiatan yang wajib memiliki upaya pengelolaan Lingkungan Hidup (UKL) dan upaya Pemantauan Lingkungan hidup ( UPL) dan Surat pernyataan kesanggupan pengelolaan pemantauan lingkungan hidup ( SPPL) di Kabupaten Tanah Laut.

Dilengkapi oleh Ali Chandra

Komentar
Banner
Banner