Semasa hidup, almarhum Didi hanya bekerja serabutan akibat kelumpuhan setengah bagian tubuhnya akibat kecelakaan lalu lintas.
Praktis, mendiang hidup dengan beragam keterbatasan. Kini, pasca-kepergian Didi, istri dan anaknya harus menumpang hidup dengan orang tua Yayar.
“Kalau kami sih enggak bisa sepenuhnya memberi. Karena aku juga kerja membungkus kerupuk dengan upah 300 rupiah per bungkus. Ya maklumlah kami keluarga kurang mampu,” ujarnya.
Pembunuhan Didi bermula pada Rabu 28 Juli lalu. Ketika itu, istri Herlan dalam keadaan mengaduh datang ke rumah Didi.
"Herlan mengamuk," ujar Istri Herlan kepada Didi yang saat itu sedang asyik mencabut uban di pintu rumahnya.
Rumah keduanya hanya terpisah oleh jalan saja. Hanya, rumah Didi agak menjorok ke dalam.
Tak lama berselang, datang Herlan dengan parang terhunus. Dari gelagatnya, ia tampak dalam pengaruh minuman keras.
"Sudah jangan ribut-ribut, malu dilihat tetangga," ujar Didi seraya menenangkan Herlan.
Tak disangka, Herlan malah menebaskan parangnya ke tengkuk belakang leher, pinggang, hingga bahu Didi.
Usai menghabisi Didi, Herlan kembali pulang. Berselang kemudian, jejaknya hilang di hutan belakang rumahnya.
Sementara, Didi tergeletak bersimbah darah. Teriakan istrinya menggegerkan warga yang sedang menggelar hajatan pernikahan tak jauh dari rumahnya.
Seorang warga, Uthuk yang berada di hajatan pernikahan sempat berpapasan dengan Herlan. Kala itu Herlan berkata, "Ayo dan lihat, Didi sudah kubunuh,” tiru Uthuk.
Didi sejatinya sempat dilarikan warga ke puskesmas terdekat. Nahas, nyawanya tidak tertolong lantaran kehabisan darah.
Didi meninggalkan seorang istri dan anak yang masih berusia 9 tahun. Kepergiannya meninggalkan duka mendalam bagi orang tuanya.
"Ibu dan bapak saya sudah tua. Sakit-sakitan memikirkan pembunuh adik saya belum juga tertangkap," jelas Yayar Safari, Kakak Kandung Didi kepada bakabar.com.