bakabar.com, JAKARTA – Dalam sejumlah ayat Alquran dan Hadist terdapat kataGhuluw. Prof Quraish Shihab dalam bukunya berjudul ‘Apa, Mengapa, Bagaimana Wasathiyyah’ menyebutghuluwdalam berbagai bentuknya mengandung makna ketinggian yang tidak biasa.
Harga sesuatu barang yang lebih mahal dari yang biasa dilukiskan dengan kata ghally. Air yang mendidih saat panas dilukiskan dengan katayaghaly-ghalayanmeski belum mencapai batas akhir.
“Wahai ahli kitab, janganlah melakukanghuluw(melampuai batas) menyangkut keberagamaan kamu. Jangan berucap/percaya menyangkut Allah kecuali yang hak.” (QS an-Nisa:59).
Quraish Shihab beranalogi, jikaghalydikatakan sebagai mahal, tidak berarti harga itu telah mencapai puncak batas kemahalan. Maksud mahal di sini sebatas pada harga sesuatu yang melampaui batas normal sehingga dibilang mahal.
Di dalam hadis, kata yang sama pun kerap digunakan. Sahabat Nabi Ibnu Abbas menyampaikan, Nabi SAW di atas untanya ketika melaksanakan haji. Pada hari pelemparan jumrah, Rasulullah meminta batu-batu untuk digunakan melontar. Ibnu Abbas Ra pun mengambil sekian batu kecil dengan ukuran yang biasa untuk melontar.
Saat batu-batu itu di dalam genggaman Nabi SAW, beliau bersabda,“Yang seperti inilah (besarnya) yang hendaknya kalian gunakan melontar.” Kemudian, beliau bersabda, “Wahai seluruh manusia, hindarilah ghuluw (pelampauan batas) dalam keberagamaan. Karena yang membinasakan (umat) sebelum kamu adalahghuluwdalam ke beragamaan.” (HR Ibnu Majah).
Di dalam kadar yang lebih besar, berlebihan bisa dikatakan sebagai ekstrem. Sebuah kata yang diserap dari bahasa Inggris bermakna paling ujung, paling tinggi, paling keras, dan sebagainya. Bahasa Inggris mendefinisikannya sebagaithe greatest gegree.
Ghuluwmemang berbeda dengan ekstremisme. Quraish Shihab bertamsil, orang di barat masih membenarkan hal yang dilakukan selama tidak menimbulkan kekerasan atau pelanggaran hak asasi manusia (HAM).
Karena itu, makna ekstremitas adalah sesuatu yang telah melewati ujung. Di antara mereka ada yang membolehkan pelecehan simbol-simbol agama, bahkan terhadap para nabi dan tokoh tokoh yang dihormati masyarakat. Andaikata tidak membolehkan, mereka tidak mengecam pelakunya dengan dalih kebebasan berbicara.
Baca Juga: Bentuk Kesederhanaan Nabi SAW: Hormati Makanan Apa Pun
Baca Juga: Kebohongan Bukan Ciri Muslim Sejati
Sumber: Khazanah Republika.co.id
Editor: Aprianoor