Bisnis

Kata Ekonom Bakal Makin Banyak Orang RI ’Makan Tabungan’

Masyarakat akan semakin menguras tabungan apabila PPN naik menjadi 12%. Hal ini terjadi karena harga produk-produk yang turut naik.

Featured-Image
PUSING penghasilan terkuras kenaikan harga barang.(Foto: CNBC-Indonesia/Ilustrasi)

bakabar.com, BANJARMASIN - Masyarakat Indonesia diramal bakal semakin banyak menggunakan tabungan atau 'makan tabungan' untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, terutama golongan menengah ke bawah. Hal ini seiring dengan rencana pemerintah menaikkan tarif pajak pertambahan nilai (PPN) menjadi di 2025.

Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira mengatakan masyarakat akan semakin menguras tabungan apabila PPN naik menjadi 12%. Hal ini terjadi karena harga produk-produk yang turut naik.

"Fenomena makan tabungan makin dalam dan masif dirasakan terutama pada kelas menengah perkotaan," katanya yang dikutip dari detikcom, Kamis (28/3/2024).

Meskipun kebutuhan pokok, seperti beras tak dikenakan tarif PPN, menurut Bhima, masyarakat kelas menengah ke bawah tetap akan berdampak. Sebab mereka tidak hanya memenuhi kebutuhan pangan saja, tapi juga biaya kendaraan bermotor, barang elektronik, serta perumahan yang terkena tarif PPN.

Dengan begitu, daya beli masyarakat akan menurun. Belum lagi untuk produk kebutuhan seperti kosmetik dan skincare.

"Khawatir belanja masyarakat bisa turun, penjualan produk sekunder seperti elektronik, kendaraan bermotor, sampai kosmetik/skincare bisa melambat. Sasaran PPN ini kelas menengah dan diperkirakan 35% konsumsi rumah tangga nasional bergantung dari konsumsi kelas menengah," jelasnya.

Dihubungi terpisah, Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budihardjo Iduansjah memastikan harga-harga di industri ritel akan mengalami kenaikan seiring dengan naiknya tarif PPN. Ia khawatir kenaikan tarif PPN ini bisa membuat masyarakat menahan konsumsi.

"Iya kalau kenaikan PPN otomatis akan ada kenaikan harga. Untuk besarannya, belum tahu. Yang kami khawatirkan mereka menahan pembeli atau melakukan penghematan,’’ katanya.

Daya beli masyarakat yang menurun akan berdampak pada penjualan. Padahal, industri ritel dalam negeri tengah dalam masa pemulihan setelah Covid-19. Untuk itu, dia berharap pemerintah menunda kebijakan tersebut.

"Itu yang kita takutkan (penjualan menurun). Dari kita sih ditunda dulu sembari memberikan ruang napas untuk perbaikan sektor ritel," jelasnya.

Seperti diketahui, tarif PPN saat ini sebesar 11% sejak 2022. Kenaikan akan terus berlanjut menjadi 12% pada 2025 sesuai ketentuan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang diteken pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Berdasarkan Pasal 7 ayat 1 UU HPP, tarif PPN yang sebelumnya sebesar 10% diubah menjadi 11% mulai 1 April 2022. Lalu, kembali dinaikkan menjadi sebesar 12% paling lambat pada 1 Januari 2025.

Editor
Komentar
Banner
Banner