“Banyak teman-teman yang meminta jawaban terkait diangkatnya kembali perkara kriminalisasi kepada saya, pada tahun 2015 silam,” ucap Denny Indrayana, Senin (16/11) malam.
Denny menegaskan dugaan kasus korupsi payment gateway tersebut secara faktual sudah lama dihentikan.
Selama ini wakil menteri hukum dan HAM 2011-2014 itu bahkan mengaku telah dibantu oleh rekan-rekan aktivis antikorupsi di Indonesia.
Di antaranya ICW, Pusat Kajian Anti Korupsi Fakultas Hukum UGM, dan Pusat Studi Hukum Kebijakan Jakarta.
“Serta seluruh tokoh antikorupsi yang menyatakan ini adalah kriminalisasi,” katanya.
Denny sudah menduga bahwa isu ini akan diangkat kembali di tengah pencalonannya di Pilgub Kalsel 2020.
“Saya justru berterima kasih karena isu ini diangkat. Seperti yang saya duga, memang akan diangkat dengan manipulasi dan disinformasi,” cetusnya.
Ia mengatakan telah mengikuti isu ini di media sosial. Bahkan ‘digoreng’ menjadi bahan kampanye menjelang hari pencoblosan.
“Tentu niat buruk untuk menurunkan perolehan suara saya,” bebernya.
Ia berkata akan dengan senang hati menjelaskan kepada publik terkait persoalan tersebut.
Baik melalui diskusi maupun debat terbuka yang juga dihadiri paslon nomor 1, Sahbirin-Muhidin (BirinMu).
“Agar masyarakat Kalsel tidak membeli kucing dalam karung. Siapa sebenarnya yang antikorupsi. Kemudian yang perlu dipertanyakan justru kenapa dugaan kasus korupsi Muhidin yang sudah lengkap berkasnya atau P21, malah dihentikan. Ada apa?,” ungkapnya.
Denny merasa perlu mengkritisi calon gubernur Kalsel nomor urut 1, Sahbirin Noor.
Di antaranya, kata dia, terkait kepemilikan tanah bangunan yang ada di Kiram Park.
Kemudian, terkait program Hari Pangan Sedunia (HPN) di Jejangkit, Kabupaten Barito Kuala.
Selanjutnya program revolusi hijau yang menurutnya sering digaung-gaungkan Pemrov Kalsel. Terakhir, terkait Bank Kalsel.
“Untuk memperjelas segala sesuatunya, saya jelas hadir dalam diskusi atau debat terbuka. Apakah difasilitasi KPU, perguruan tinggi, LSM maupun ormas. Kapan saja waktunya, saya siap,” pungkasnya.
Sebelumnya dalam kunjungan itu, Puar Junaidi menanyakan keabsahan surat keterangan catatan kepolisian (SKCK) milik calon gubernur Kalsel nomor urut 2, Profesor Denny Indrayana.
Di mana SKCK calon gubernur Kalsel itu telah tertera di website resmi KPU Kalsel.
“Hari ini kita melakukan pengecekan terhadap SKCK Profesor Denny Indrayana. Kita telah membawa print out untuk konfirmasi. Kita tak bisa percaya begitu saja tentang IT. Terkait berkas itu, ternyata benar,” ucap Puar Junaidi kepada awak media, Senin (16/11) siang.
BirinMu Jangan Tenang Dulu, Masih Ada 4 Laporan Denny Indrayana!
Alasan Puar mempertanyakan ini, ia mengaku tertarik mengamati statement-statement yang dilontarkan Denny Indrayana.
Di mana Denny Indrayana, kata dia, selalu berkeinginan menata tata kelola pemerintahan yang bebas korupsi.
“Yang kedua, ia (Denny Indrayana) juga merasa dizolimi atas ketidakadilan terhadap pengaduan yang dilakukan ternyata kandas semua,” kata eks anggota DPRD Kalsel tersebut.
Sehingga, ia berpikir mengapa Denny Indrayana tidak mencari keadilan di kepolisian terhadap penetapan tersangka dugaan kasus korupsi payment gateway.
“Semestinya Professor Denny akan lebih baik meminta keadilan kepada kepolisian untuk memproses secepatnya apakah nanti keputusan dari hasil penyelidikan itu dihentikan (SP3) atau ditindaklanjuti hingga P21 sampai dengan persidangan,” jelas Puar.
Lantaran akan menjadi pejabat publik, sambung dia, maka Puar mempersilakan masyarakat memberikan penilaian terhadap data-data yang dimiliki oleh calon gubernur Kalsel tersebut.
“Saya tak ingin apa yang dicek ini berlawanan dengan hukum. Oleh sebab itu, saya datang ke KPU,” cetusnya.
Puar mengaku tidak mencari celah hukum Denny Indrayana.
“Namun hanya sekedar menyarankan, agar pencitraan Denny baik sebagai pemimpin daerah, maka selesaikan kasus dugaan kasus korupsi,” bebernya.
Sementara itu, Ketua KPU Kalsel, Sarmuji membenarkan data SKCK Denny Indrayana diunggah di halaman website resmi mereka.
“Tadi kami buka di website KPU, memang betul apa yang dibawa pak Puar,” ungkapnya.
Hal itu, kata dia, sebagai bentuk transparansi KPU Kalsel dalam melaksanakan tugas dan wewenang untuk menyelenggarakan pemilihan kepala daerah.
Di mana, semua data atau berkas yang disampaikan oleh calon itu diupload di halaman KPU Kalsel.
“Agar masyarakat bisa memberikan tanggapan terhadap data tersebut. Itu bisa disampaikan ke KPU kebenarannya. Jika memang ada pelanggaran hukum, maka silakan mengadukan ke KPU atau pihak yang berwenang,” paparnya.
Menurutnya, catatan kepolisian itu tidak mempengaruhi karena yang bersangkutan tidak dipidana dan hanya tersangka dalam kasus-kasus tertentu.
“Seandainya sudah inkrah, maka tak bisa mencalonkan diri. Kalau masih tersangka, itu masih asas praduga tak bersalah,” pungkasnya.