bakabar.com, BANJARMASIN – Penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tahun ini menjadi dilema.
Di Kalimantan Selatan (Kalsel), wabah Covid-19 belum menunjukkan tanda-tanda akan mereda. Tren kasusnya bahkan terus melonjak.
Kalsel memiliki 7 kabupaten atau kota yang bakal menyelenggarakan Pilkada. Itu belum termasuk pemilihan gubernur dan wakilnya.
Besar kemungkinan, pesta demokrasi tahun ini tetap dilaksanakan di tengah pandemi Covid-19.
Namun begitu wacana penundaan Pilkada Serentak 2020 mulai mencuat ke permukaan. Terlebih, setelah sejumlah petinggi KPU, lembaga penyelenggara Pilkada, terkonfirmasi Covid-19.
Di Kalsel, jumlah warga yang terkonfirmasi positif Corona, per 20 September 2020 kemarin, menembus 9.739 orang. Rinciannya, 1.194 pasien dalam perawatan di ruang medis, 8.140 sembuh, dan 402 meninggal dunia.
Lantas, bagaimana respons KPU Kalsel? Tahapan Pilkada Serentak Kalsel 2020 dipastikan akan terus berjalan.
Sampai saat ini KPU sudah berhasil merampungkan tes kesehatan 48 bakal calon kepala daerah di Kalsel.
Jumlah itu terdiri 44 bakal calon kepala daerah tingkat kabupaten atau kota dan 4 bakal calon provinsi Kalsel.
Di Pilgub Kalsel, terdapat 2 bakal pasangan calon gubernur dan wakil gubernur. Mereka Sahbirin-Muhidin dan Denny Indrayana-Difriadi Darjat.
Bahkan, KPU Kalsel telah menjadwalkan penetapan pasangan calon dan pengundian nomor urut pada 23 dan 24 September 2020 mendatang.
“Peserta yang hadir dalam penetapan pasangan calon ini akan kita batasi. Di mana setiap pasangan calon hanya diizinkan membawa massa sebanyak 5 orang. Untuk mekanisme pengambilan nomor urut masih kita susun,” ucap Ketua KPU Kalsel, Sarmuji kepada bakabar.com, Senin (21/9) siang.
Namun Sarmuji enggan berkomentar ketika media ini bertanya seputar wacana penundaan Pilkada Serentak 2020.
KPU Kalsel, kata dia, sebagai perpanjangan tangan KPU RI akan setia mengikuti aturan pemerintah pusat saja.
“Kalau terkait hal itu, saya tidak berani berkomentar. Kami hanya sebagai penyelenggara saja dan semua tergantung pemerintah,” pungkasnya.
Diwartakan bakabar.com sebelumnya, Mendagri Tito Karnavian memiliki dua opsi terkait nasib Pilkada 2020. Opsi tersebut adalah penerbitan Perppu, atau revisi PKPU tentang Pilkada. Merevisi PKPU bukan berarti menunda Pilkada.
“Kemudian, opsi keduanya kalau nggak Perppu ya PKPU, aturan KPU ini harus segera revisi dan harus segera merevisi beberapa ini, nah ini perlu ada dukungan dari semua supaya regulasi ini, karena regulasi ini bukan hanya Mendagri, saya hanya fasilitasi yang utamanya adalah KPU sendiri yang harus disetujui komisi II DPR, kuncinya di KPU sendiri, kami mendorong, membantu, termasuk rapat sudah kita lakukan,” pungkas Tito, dalam Webinar Nasional Seri 2 KSDI ‘Strategi Menurunkan COVID-19, Menaikan Ekonomi’ di akun YouTube KSDI, Minggu (20/9).
Sementara opsi penerbitan Perppu berkaitan dengan penanganan hingga penindakan hukum pelanggar protokol kesehatan di Pilkada.
“Perppu yang pertama opsi satunya adalah Perppu yang mengatur keseluruhan mengenai masalah Covid-19 mulai pencegahan, penanganan, dan penegakan hukum,” ujar Tito.
Pasalnya, kata dia, sampai saat ini belum ada undang-undang spesifik khusus mengenai Covid-19.
“Atau yang kedua, Perppu yang hanya spesifik masalah protokol Covid untuk Pilkada dan juga Pilkades serentak, karena Pilkades ini sudah saya tunda, semua ada 3.000,” sambung Tito.
Usulan agar Pilkada Serentak 2020 ditunda mengemuka ke publik. Terutama setelah maraknya pelanggaran protokol virus corona oleh para calon saat mendaftar ke KPU 4-6 September lalu. Bawaslu, seperti dilansir CNN Indonesia, mencatat 316 bapaslon dari 243 daerah melakukan pelanggaran.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu pun telah menerima lebih dari 50 jenis petisi dari masyarakat yang meminta agar Pilkada 2020 ditunda.
Namun begitu, sampai hari ini tak ada jaminan kapan pandemi Covid-19 berakhir. Lebih jauh, Tito menilai penundaan Pilkada hanya akan mengurangi masa bakti kepala daerah.