bakabar.com, JAKARTA – Kasus virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) di Indonesia nyaris menyentuh satu juta.
Senin (25/01) kemarin, Kementerian Kesehatan mencatat jumlah pasien positif corona di Tanah Air ada di angka 999.256 orang.
Angka tersebut membuat Indonesia menjadi negara dengan jumlah kasus nomor 19 di dunia. Di level Asia, hanya India dan Iran yang punya jumlah kasus lebih banyak dibandingkan Indonesia.
Kondisi ini membuat nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) merana. Pada pembukaan pasar spot hari ini, US$ 1 setara dengan Rp 14.020. Rupiah melemah 0,07% dibandingkan posisi penutupan perdagangan satu hari sebelumnya.
Dilansir dari CNBC Indonesia,
pandemi yang makin ganas membuat investor ragu-ragu untuk menyentuh aset berisiko di negara berkembang Asia, termasuk Indonesia.
Kehadiran vaksin anti-virus corona sepertinya belum membuat pelaku pasar yakin. Sebab, masih menjadi pertanyaan apakah pemerintah mampu mencapai target kekebalan kolektif (herd immunity) dengan vaksinasi terhadap sebagian besar Warga Negara Indonesia pada kuartal I-2022.
“Masih harus dilihat apakah pemerintah bisa memenuhi target vaksinasi sesuai jadwal. Belum lagi masih ada pertanyaan seputar efikasi vaksin Sinovac,” sebut Antony Kevin, Ekonom Mirae Asset, dalam risetnya.
Sentimen kedua yang menjadi beban bagi rupiah datang dari luar negeri. Presiden AS Joseph ‘Joe’ Biden ternyata punya kecenderungan yang sama dengan pendahulunya, Donald Trump.
Kecenderungan ini dalam hal mengutamakan dan melindungi produk-produk dalam negeri alias proteksionis. Dalam istilah Trump, kebijakan ini disebut America First.
Menurut sumber di lingkaran dekat Biden, sang presiden ke-46 Negeri Adikuasa berencana untuk meneken aturan yang mewajibkan kementerian/lembaga untuk membeli produk made in the USA. Program ini dinamakan Buy American.
Pengadaan barang dan jasa di Kementerian/lembaga AS bernilai sekira US$ 600 miliar (Rp 8.449,2 triliun). Pemerintahan AS adalah konsumen terbesar di planet bumi.
“AS mengeluarkan sekitar US$ 600 miliar setiap tahunnya untuk berbagai kontrak pengadaan, Ini bisa menjadi modal untuk menggenjot industri dalam negeri dan merangsang pengembangan inovasi,” kata sang sumber yang membisikkan kepada Reuters.
Tujuan kebijakan ini, lanjut sang sumber, juga untuk meningkatkan penciptaan lapangan kerja bagi rakyat AS. Ketika lapangan kerja tersedia, maka kesejahteraan rakyat akan semakin terjamin.
Akan tetapi, pelaku pasar khawatir Biden bisa ‘kebablasan’ dan bertindak ekstrem seperti Trump. Apalagi dalam situasi pandemi, kewajiban membeli produk dalam negeri bisa mengganggu pasokan.
“Misalnya, pelarangan instansi pemerintah untuk membeli obat dan alat kesehatan dari negara lain akan membuat pasokan di AS menjadi sangat terbatas,” tegas surat Kamar Dagang dan Industri AS kepada pemerintah, seperti diwartakan Reuters.
Selain itu, ada kecemasan sikap AS yang mengutamakan produk dalam negeri berisiko memunculkan perang dagang babak terbaru. Apalagi kalau Biden benar-benar bersikap seperti Trump dengan menghambat masuknya produk negara lain melalui pembebanan bea masuk.