bakabar.com, BALIKPAPAN – Ibu kota baru sudah resmi akan berada di Kaltim. Lokasinya sebagian di Kabupaten Penajam Paser Utara, dan Kutai Kartanegara.
Bupati Penajam Paser Utara Gafur Masud membenarkan lokasi pembangunan ibu kota baru sebagian besar berada di daerah berjuluk Benuo Taka itu. “Bapak menteri juga mengatakan bahwa sebagian besar, bahkan lokasi nanti titik Istana (Negara) itu ada di Penajam Paser Utara,” kata Gafur, di Hotel Tara Yogyakarta, Kamis kemarin.
Rencana itu pun menuai respon negatif dari sejumlah organisasi pegiat lingkungan hidup, salah satunya Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kaltim. Walhi memperkirakan lokasi ibu kota berada di Sepaku, salah satu kecamatan di PPU yang masuk pada bagian hulu Teluk Balikpapan.
“Terdapat banyak kampung nelayan tradisional di kawasan tersebut. Ibu kota diharapkan tak menggusur kelangsungannya. Mengingat, nelayan tradisional bukan tipe nelayan yang melaut jauh dari bibir pantai,” jelas Direktur Eksekutif Walhi Kaltim Yohana Tiko, kepada media ini, Jumat.
Walhi menilai ide Presiden Jokowi itu sebagai keputusan yang terburu-buru mengingat banyak persoalan lingkungan hidup yang masih menghantui. "Kami belum melihat secara langsung kajian ilmiah rencana pemindahan ibu kota ini, padahal itu landasan utama. Makanya rencana ini terlihat seperti terburu-buru dan tidak jelas," ucap Tiko.
Walhi juga menilai keputusan Presiden memindahkan ibu kota tidak partisipatif, tidak sama sekali melibatkan masyarakat, baik melalui metode jajak pendapat, ataupun survei. "Kami juga mempertanyakan kenapa tak dilakukan jajak pendapat, tidak ditanyakan dulu kepada warga. Padahal ada hak warga untuk menyampaikan pendapatnya terkait pemindahan ibu kota ini," bebernya.
Walhi meminta pemerintah lebih mendahulukan menyelesaikan persoalan lingkungan hidup di Kaltim, seperti pengakuan masyarakat adat dan memastikan wilayah kelola rakyat, sebelum membangun ibu kota.
Teluk Balikpapan selama ini dikenal memiliki keunikan serta keanekaragaman hayati (biodiversity) tingkat tinggi. Sejumlah satwa langka, seperti Pesut, Dugong, dan Bekantan bermukim di sana. Sedari dulu, Pokja Pesisir dan Nelayan Balikpapan mendorong Pulau-Pulau Kecil dan perairan di sana diprioritaskan untuk kepentingan konservasi, pendidikan dan pelatihan, penelitian dan pengembangan, budidaya laut, pariwisata, usaha perikanan dan kelautan, dan industri perikanan secara lestari, pertanian organik, dan atau peternakan.
Teluk Balikpapan juga memiliki sejumlah perkampungan nelayan. Seperti, Kampung Baru, Somber, Kariangau, di Kota Balikpapan. Serta delapan Kampung di PPU seperti Buluminung, Geresik, Jenebora Pantai Lango, Maridan Sepaku, Semoi, dan Mentawir. Ada ribuan warga yang menggantungkan hidup dari sumber daya kelautan dan perikanan di Teluk Balikpapan.
Meminjam catatan, Pusat Data dan Informasi Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), sampai tahun ini setidaknya lebih 10 ribu nelayan setiap hari mengakses dan menangkap ikan di Teluk Balikpapan. Jumlah itu terdiri dari 6.426 nelayan dari Kabupaten Kutai Kartanegara, 2.984 nelayan dari Penajam Paser Utara, dan 1.253 nelayan dari Balikpapan. Selain telah menjadi jalur lalu lintas kapal-kapal tongkang batu bara, Teluk Balikpapan menjadi satu-satunya jalur logistik untuk kebutuhan pembangunan ibu kota baru.
Baca Juga: Sulteng Bakal Diuntungkan Jika Ibu Kota di Kaltim
Baca Juga: Jadi Ibu Kota, Penajam Minta Masukan UGM
Baca Juga: Ibu Kota Pindah, Jakarta Bakal jadi Kota Bisnis Kelas Dunia
Baca Juga: Untuk Keberkahan Ibu Kota, Bupati PPU Komitmen Jaga Hutan Adat
Baca Juga: Ibu Kota ke Kaltim, Ansharuddin Berharap Orang Kaya Berinvestasi di Balangan
Editor: Fariz Fadhillah