bakabar.com, BANJARBARU – Kepala Dinas Kesehatan Kalsel, M Muslim, menyebut Covid-19 varian Delta belum masuk ke Banua.
Covid-19 varian ini disebut paling berbahaya dibandingkan dengan jenis lain seperti Alpha dan Beta.
“Sampai saat ini belum ada laporan dari Laboratorium Litbangkes pusat terkait masuknya Covid-19 varian Delta ini,” ujarnya saat dihubungi bakabar.com, Minggu (27/6).
Namun, dia menyebut kemungkinan virus tersebut masuk ke Kalsel masih mungkin terjadi. Kondisi inilah yang membuat warga khawatir.
Sebab, dalam beberapa hari terakhir, masyarakat dihebohkan dengan kabar terdeteksinya Covid-19 varian Delta di Banjarbaru. Isu ini beredar luas melalui pesan berantai di grup WhatsApp.
Dalam pesan itu, tertulis terdeteksinya varian baru Covid-19 di Kota Idaman disampaikan langsung oleh salah satu dokter di rumah sakit Daerah (RSD) Idaman Banjarbaru.
Namun, kabar ini segera dibantah oleh Kepala Seksi Pelayanan Medik RSD Idaman Banjarbaru, dr Siti Ningsih.
“Kabar itu bukan dari pihak kami (RSD Idaman). Setahu saya belum ada varian baru di sini,” ujarnya.
Dia pun memastikan hingga kini tidak ada laporan Covid-19 varian delta masuk ke rumah sakit itu.
“Tidak tahu kalau di (rumah sakit) lain. Mungkin ada yang dicurigai,” bebernya.
Siti mengakui Covid-19 varian Delta memang berbahaya. Sebab, virus varian baru ini bisa menular dalam waktu sangat cepat yakni 5 sampai 10 detik.
“Penularannya pun bisa saja terjadi saat bicara, makan bersama dan foto bareng, saat semua dilakukan tanpa masker,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Dinas Kesehatan Banjarbaru, Rizana Mirza, memastikan Covid-19 varian delta belum ditemukan di Banjarbaru.
“Hingga saat ini tidak ada laporan soal varian Delta masuk Banjarbaru. Kalau ada kabar, tanyakan saja ke orang yang membuat isu itu,” tegasnya.
Meski belum ditemukan, Pemkot Banjarbaru tampaknya tidak boleh lengah.
Menyikapi hal ini, Wali Kota Banjarbaru, Aditya Mufti Ariffin, akan menggelar rapat terkait persiapan penanganan Corona varian Delta.
“Insyaallah dalam waktu dekat akan kita rapatkan bersama seluruh Satgas Covid-19 Banjarbaru,” katanya.
Berdasarkan data Kementerian Kesehatan Nasional, pengurutan keseluruhan genom atau whole genome sequence (WGS) virus Corona, ada 160 kasus Covid-19 varian Delta yang ditemukan di sejumlah daerah.
Dalam keterangan tertulis yang ditampilkan situs Kemenkes, Selasa (22/6) lalu, jumlah whole genome sequence sebanyak 2.241 sequence. Ini adalah data per 20 Juni 2021.
Total kasus dengan variant of concern (VoC) adalah 211 kasus. Dengan rincian, 45 Alpha (B.1.1.7), 6 Beta (B.1.351), 160 Delta (B.1.617.2)
Ketiga varian ini tersebar di sejumlah wilayah Indonesia.
Berikut data lengkap persebaran ketiga varian Corona ini:
Varian Delta
Banten: 2
Sumsel: 3
DKI Jakarta: 57
Jawa Barat: 1
Jawa Tengah: 80
Jawa Timur: 10
Kalteng: 3
Kaltim: 3
Gorontalo: 1
Varian Alpha
Sumut: 2
Riau: 1
Kepri: 1
Sumsel: 1
DKI Jakarta: 33
Jawa Barat: 2
Jawa Tengah: 2
Jawa Timur: 1
Bali: 1
Kalsel: 1
Varian Beta
DKI Jakarta: 4
Jawa Timur: 1
Bali: 1
Lebih Berbahaya
Perkembangan pandemi Covid-19 di Indonesia kian menguatirkan. Anggota Tim Pakar Universitas Lambung Mangkurat (ULM) Hidayatullah Muttaqin menilai tingginya mobilitas penduduk jadi salah satu pemicu.
"Varian Delta dari India atau yang dikenal dengan B.1.617.2 masuk dan meledakkan pandemi di Indonesia melalui celah tingginya mobilitas penduduk, lemahnya testing dan tracing serta menurunnya penerapan protokol kesehatan," ujar Taqin, dilansirAntara, Jumat (25/6).
Baca selengkapnya di halaman selanjutnya:
Sepekan terakhir kasus konfirmasi Covid-19 melonjak di level 12 ribu hingga 15 ribu penduduk yang terinfeksi. Bahkan kemarin (24/6), sudah menyentuh 20 ribu kasus harian. Ledakan kasus itu diduga akibat pengendalian mobilitas penduduk belum maksimal dan menurunnya testing.
"Saya cenderung melihat penurunan kasus sejak Maret lalu bukan karena keberhasilan PPKM Mikro [pembatasan skala kecil], melainkan akibat turunnya testing dan tracing," ujarnya.
Indikasinya, kata dia, terlihat dengan semakin rendahnya angka testing dengan PCR hingga setengah dari jumlah testing di bulan Januari dan Februari. Sementara ketaatan masyarakat dalam menerapkan protokol kesehatan cenderung lemah.
"Pemicu penyebaran varian Delta karena mobilitas penduduk yang mengabaikan protokol kesehatan," ujarnya.
Sejak Maret hingga Mei, penurunan kasus dilaporkan berhenti di kisaran 4.000 sampai 5.000 kasus per hari dari sebelumnya 9.000 sampai 10.000 kasus per hari pada Januari dan Februari.
Tingkat penurunan tersebut sesuai dengan level penurunan tes PCR, yaitu dari sekitar 40 ribuan orang di tes PCR tiap harinya menjadi hanya sekitar 20 ribuan orang per hari.
"Terjadi penurunan semu yang justru berbahaya karena membuat penanganan pandemi melemah," ujarnya,
Sementara kegiatan ekonomi semakin dilonggarkan yang justru mendorong laju mobilitas penduduk. "Sedangkan masyarakat semakin terdorong untuk mengabaikan protokol kesehatan," ujarnya.
Yang menguatirkan, kata dia, Covid-19 varian Delta justru memiliki daya transmisi virus 30 sampai 100 persen lebih tinggi. Dan, dua kali lebih besar risikonya untuk dirawat di rumah sakit dibanding varian Alpha dari Inggris (B.1.1.7).k
Kunci menghentikan proses reflikasi Covid-19 di wilayah yang sedang meledak dengan menghentikan sementara mobilitas penduduk, testing dan tracing secepat dan sebanyak-banyaknya.
Sementara daerah yang masih rendah tingkat penularannya juga harus mengendalikan mobilitas penduduk dengan menurunkan tensi kegiatan ekonomi dan penerapan protokol kesehatan dengan ketat.
Lebih jauh, dirinya menganjurkan pemerintah kembali memberlakukan pembatasan sosial berskala besar atau PSBB.
"Pemerintah harus sigap mengambil strategi mitigasi penularan yang lebih besar. Perlunya menerapkan PSBB secara total di pulau Jawa dan pembatasan ketat di luar Jawa," harapnya.
Pada saat bersamaan proses vaksinasi juga harus terus dipercepat untuk mewujudkan kekebalan komunal di tengah masyarakat.