bakabar.com, BANJARMASIN – Banjir merendam tiga kabupaten sekaligus di Kalimantan Selatan sejak Senin pagi (15/11). Serbuan air terparah menerjang Hulu Sungai Tengah.
Pantauan bakabar.com air masih setinggi paha orang dewasa di Barabai, pusat Kabupaten HST. Jalan-jalan tergenang. Banyak kendaraan terjebak. Dan, ratusan jiwa sudah diungsikan sejak petang tadi.
HST, berdasar data Dinas Sosial Kalsel, menjadi kabupaten terparah terdampak banjir akibat luapan sungai di hulu Pegunungan Meratus hari ini ketimbang Kabupaten Hulu Sungai Selatan, atau Kabupaten Balangan.
Meminjam data Dinsos Kalsel, sebanyak 760 warga terdampak banjir di HST. Mereka berasal dari tiga kecamatan yakni Hantakan, Batu Benawa, dan Haruyan. Sebanyak 150 warga telah diungsikan ke SMA 1 Barabai menjelang petang.
Kendati begitu, sampai malam ini Pemprov Kalsel belum juga mengeluarkan status tanggap darurat bencana.
Padahal Rabu 29 September 2021 lalu, Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banjarmasin telah memenangkan gugatan warga atau class action buntut banjir di 13 kabupaten/kota awal tahun tadi.
Kala itu PTUN menyatakan tindakan Pemprov Kalsel yang tidak memberikan informasi peringatan dini merupakan perbuatan melanggar hukum.
PTUN menimbang situasi semakin meningkatnya banjir di wilayah Kalsel yang menunjukkan kurang optimalnya atau lemahnya fungsi dan peran Pemprov Kalsel dalam pembuatan sistem peringatan dini baik dalam perencanaan dan tindakan yang seharusnya dilakukan dalam mencegah bencana banjir.
Termasuk terkait peringatan dini, maka diperlukan alat early warning sistem di seluruh kabupaten atau kota khususnya kabupaten yang sering terdampak banjir untuk mendeteksi banjir. EWS juga merupakan salah satu bentuk upaya memberikan informasi yang mudah untuk kesigapan dan kecepatan respons kepada masyarakat atas datangnya banjir.
Meskipun alat EWS di beberapa kabupaten/kota telah terpasang, nyatanya alat tersebut tidak berjalan sebagaimana keterangan saksi. Semua alat EWS yang telah terpasang di kabupaten/kota dalam keadaan rusak alias error.
Bahkan ada kabupaten/kota yang masih menggunakan alat pendeteksi secara manual dengan melihat papan batasan debit air sungai. Selain itu hakim PTUN menilai juga diperlukan penggunaan media sosial untuk penyampaian informasi peringatan dini banjir yang jelas dan akurat kepada masyarakat.
Menimbang hal tersebut, PTUN pun meminta Pemprov melakukan sederet perbaikan antara lain melakukan pemasangan alat EWS yang terbaru di kabupaten/kota yang terdampak guna mendeteksi dan mencegah timbulnya banjir di Kalsel.
Termasuk proaktif menggunakan media sosial dalam mengantisipasi bencana banjir agar penanganan lebih cepat, tepat dan berhasil sebagaimana tujuan dalam penyelenggaraan kegiatan pencegahan dan penanggulangan banjir.
Kuasa Hukum Gugatan Korban Banjir Kalsel, Muhammad Pazri menilai Pemprov memang seakan tak belajar dari putusan PTUN tersebut.
“Sangat disayangkan sikap Pemprov Kalsel jika tidak mengambil pembelajaran dari banjir sebelumnya,” ujar direktur Borneo Law Firm ini dihubungi bakabar.com, Senin (15/11) malam.
Pemprov Kalsel, kata Pazri, harus bergerak cepat demi meminimalkan risiko korban jiwa dan kerugian materiil. Tak perlu menunggu 5 sampai 6 daerah lain diterjang banjir baru menetapkan status tanggap darurat bencana.
“Itu alasan yang sangat tidak logis dan berdasar, mestinya berpatokan saja ke Perda,” ujar ketua Young Lawyers Committe DPC Peradi Banjarmasin ini.
Perda dimaksud Pazri ialah Perda Nomor 12 Tahun 2011 tentang Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana di Kalsel.
Pasal 1 Ayat 19 Perda Nomor 12/2011, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan.
Yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.
Penjelasan pasal 36 huruf a, pengkajian secara cepat dan tepat dibutuhkan pada saat tanggap darurat untuk menentukan tingkat kerusakan dan kebutuhan upaya penanggulangannya secara cepat.
Yang dimaksud dengan penetapan status keadaan darurat bencana adalah termasuk penentuan tingkatan bencana, dan penyelamatan serta evakuasi masyarakat terkena bencana.
“Intinya pemerintah harus cepat bersikap dan bertindak menetapkan status tanggap darurat bencana,” ujarnya.
Hingga berita ini diturunkan, Kepala BPBD Provinsi Kalsel Mujiyat tak aktif saat dihubungi bakabar.com. Demikian juga dengan Kepala Subbidang Pencegahan BPBD Kalsel, Syahrudin yang tak merespons konfirmasi media ini.
Namun begitu salah seorang pejabat di Pemprov Kalsel mengatakan penetapan status tanggap darurat bencana tengah berproses di BPBD Kalsel.
Menurutnya, penetapan status tersebut akan dipasang Pemprov jika ada 5-6 kabupaten atau kota yang sudah melaporkan status tanggap darurat banjir.
“Masih proses status tanggap daruratnya, itu wewenang BPBD,” ujarnya, dihubungi terpisah pada Senin malam. (*)
Dilengkapi oleh HN Lazuardi