bakabar.com, BANJARMASIN – KH Ahmad Zuhdiannoor atau Guru Zuhdi pada tausiah di malam ke 11 bulan Ramadan menerangkan sifat Allah SWT, Mukhalafatuhu ta’ala lil hawadisi.
Pada kesempatan ini Guru Zuhdi menerangkan bahwa Allah SWT bersifat Mukhalafatuhu ta’ala lil hawadisi (Allah tak serupa dengan makhluk).
Baca Juga: Bolehkah Berpuasa Tanpa Menjalankan Salat? Begini Tanggapan MUI Kalsel
Artinya Allah SWT tidak serupa dengan yang baharu (baru), sedangkan makhluk adalah ciptaan-Nya.
“Allah tidak boleh disebut besar, juga tidak boleh dikatakan kecil. Dan Allah tidak boleh dikatakan bertempat, Allah itu pekerjaannya tidak mengambil faedah, tetapi semua pekerjaan Allah pasti mengandung hikmah,” terang Guru Zuhdi di tausiah singkatnya di Masjid Jami, Sungai Jingah, Banjarmasin, Selasa (14/5) malam.
Lebih lanjut beliau menjelaskan, bahwasanya sebutan yang ada di dalam Alquran maupun hadits yang menjelaskan tentang Allah SWT tetapi tidak sesuai dengan sifatnya yang Mukhalafatuhu ta’ala lil hawadisi, maka kita perlu takwil dan tafsir lebih jelas mengenai hal itu.
Guru Zuhdi memberi contoh, hal yang sering kita ucapkan seperti kalimat dzikir Allahu Akbar (Allah Maha Besar), dijelaskan Guru Zuhdi bahwa itu bukan berarti wujud Allah itu besar melainkan kata ‘besar’ di situ mengandung makna menunjukkan bahwasanya seluruh keagungan dan kemuliaan Allah itu tak tertandingi dengan apapun yang ada di alam semesta ini.
“Jangan kamu mengucap kalimat takbir kecuali yang lain dari Allah telah hilang dari dalam hati. Maka cara agar kita mampu menghilangkan seluruh selain daripada Allah SWT yaitu dengan menghilangkan kehendak dan fokus pada satu keinginan, yaitu ingin melihat cerita Allah SWT,” sebut Guru.
Karena menurut Guru Zuhdi, setiap mata hati itu sesungguhnya hanya selalu ingin memiliki satu pandangan, yaitu memandang kehebatan dan kemuliaan Allah Ta’ala.
Apabila yang lain dari pada Allah telah masuk ke dalam hati, niscaya kehendak dalam diri akan menuntut banyak permintaan. Salah satunya ialah kita jadi ingin minta dipuji orang dan disanjung, maka lepaslah apa yang menjadi tujuan kita mengucap Allahu Akbar.
Berkeinginan menyanjung Allah atas kemuliaan dan kehebatannya, tetapi karena ada yang lain di dalam hati, maka mengucap takbir tadi tidak bermakna lagi.
“Maka dari itu kalimat “Allahu Akbar” yang sering dibaca dalam setiap kali bacaan salat, pasti disukai oleh orang-orang shaleh. Karena mereka menyadari apa yang ada di dalam kalimat takbir tersebut dan mereka pun merasa asik dengan satu pandangan yang hanya tertuju memandang akan cerita Allah SWT,” terang Guru Zuhdi.
Baca Juga: Kajian Ramadan Bersama Guru Zuhdi; Adanya Alam Bukti Adanya Tuhan
Reporter: Ahya Firmansyah
Editor: Muhammad Bulkini