bakabar.com, JAKARTA - Direktur Eksekutif Walhi Kalsel menyesalkan langkah Jokowi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti UU atau Perppu Nomor 2/2022. Perppu terkait regulasi Cipta Kerja.
"Seharusnya perppu membatalkan UU Cipta Kerja bukan perppu menghidupkan UU Cipta Kerja," jelas Kisworo Dwi Cahyo kepada bakabar.com, Jumat (30/12).
Walhi, kata Kisworo, sejak awal menentang, sejak draf dan setelah disahkannya UU Cipta Kerja. Melihat mudaratnya, Walhi kemudian ikut menyebutnya sebagai 'UU Cilaka'.
Dalam UUD 1945, kata Kisworo, pasal 22 ayat 1 disebutkan dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah sebagai pengganti UU.
Selain putusan MK yang sudah memutuskan bahwa 'UU Cilaka' adalah inskontitusional, presiden menerbitkan perppu adalah cara konstitusional yang efektif untuk membatalkan UU Cipta Kerja dengan cepat.
"Apalagi NKRI sebelum adanya aturan terbaru jenis dan hirarki peraturan perundang-undangan juga tidak menganut sistem omnibus law," jelasnya.
Adanya kegentingan yang memaksa sebagai syarat diterbitkannya perppu sebenarnya dari awal sudah terpenuhi. Proses pembentukan UU Cilaka juga dinilai Kisworo sarat kepentingan. Disahkan di masa pandemi, minim partisipasi publik, bahkan setelah disahkannya masih ada salah ketik.
Nyatanya, adanya gejolak penolakan yang meluas hampir di seluruh Indonesia termasuk Kalsel, dan aparat yang represif bahkan menimbulkan banyak korban tak menyurutkan langkah pemerintah mengesahkan UU Cipta Kerja.
"Penolakan juga terjadi di Kalsel, seharusnya sejak awal itu semua dapat menjadi acuan bagi Presiden Jokowi dalam menerbitkan perppu untuk membatalkan UU Cilaka," jelasnya.
Dari analisis Walhi, UU Cipta Kerja dinilai memiliki masalah substansi yang serius. Sebab dampaknya yang dihasilkan, di antaranya potensi degradasi lingkungan yang semakin masif mengingat sudah banyaknya kelonggaran dan kemudahan izin yang diberikan.
Lalu, terancamnya hak untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak hanya bagi generasi kini melainkan juga bagi generasi mendatang.
Kemudian, kemunduran pengelolaan lingkungan hidup yang sejak lebih dari 30 tahun lalu telah menolak dominasi ekonomi dalam pembangunan, "Faktanya aspek keberlanjutan sangat minim diakomodir dalam UU ini."
Termasuk potensi terpinggirkannya masyarakat akibat pembangunan. Dan, di sisi lain, tidak adanya mekanisme pertanggungjawaban hukum yang memadai terhadap pelaku usaha.
Pada akhirnya Walhi menegaskan bahwa UU Cipta kerja adalah ancaman nyata bagi keberlanjutan lingkungan hidup dan perlindungan hak-hak masyarakat.
"Karenanya harus dibatalkan! kapanpun waktunya, perjuangan melawan UU Cipta Kerja harus terus dilakukan," seru Kisworo.
Alasan pemerintah di halaman selanjutnya:
Pemerintah akhirnya menerbitkan Perppu Nomor 2/2022 tentang Cipta Kerja. Beleid tertanggal 30 Desember 2022 itu merupakan tindak lanjut putusan Mahkamah Konstitusi pada 25 November 2021 yang menyatakan UU Nomor 11/2020 tentang Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat.
Dalam keterangan pers di Kantor Presiden, Jakarta, Jumat (30/12), Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan Presiden Joko Widodo telah berbicara dengan Ketua DPR RI Puan Maharani terkait perppu tersebut.
"Pada prinsipsinya ketua DPR sudah terinformasi mengenai perppu tentang Cipta Kerja. Ini berpedoman pada peraturan perundangan dan putusan MK Nomor 38/PUU/7/2019," ujar Airlangga.
"Dan hari ini telah diterbitkan Perppu Nomor 2 Tahun 2022 dan tertanggal 30 Desember 2022," lanjutnya.
Pertimbangan pemerintah menerbitkan perppu itu adalah kebutuhan mendesak. "Pemerintah perlu mempercepat antisipasi terhadap kondisi global baik yang terkait ekonomi, kita menghadapi resesi global, peningkatan inflasi, ancaman stagflasi, negara yang sudah masuk kepada IMF lebih dari 30 dan sudah antre 30," kata Airlangga.