Banjir Berkala di Kalimantan Selatan
Francis Henry Hill Guillemard dalam Australasia Malaysia and the Pacific Archipelagoes, juga menuliskan fenomena banjir di masa itu. Dalam historinya, wilayah Barabai dan Amuntai, adalah wilayah yang mengalami banjir secara berkala. Banjir tertinggi yang diamati di Barabai (pada 13 Januari 1928) hanya berlangsung kurang lebih 30 jam.'
Dalam koran Algemeen handelsblad voor Nederlandsch-Indie, edisi 10 April 1929, koresponden menuliskan pengalamnnya tentang Banjir di Borneo bagian selatan.
Dalam perjalanan dengan mobil bersama seorang kenalan bisnisnya ke Hoeloe Soengei, setelah hujan deras selama beberapa hari di pegunungan.
Terlihat jelas di sana-sini dari jalan pos (Jalan A Yani sekarang) di berbagai ruas jalan antara Martapoera dan Rantau genangan besar bahkan tiga perempat meter dalamnya.
Kala itu, mobil-mobil yang lewat dengan barang-barang yang diperlukan dan penumpang harus didorong atau didorong untuk melanjutkan perjalanan. Cukup beruntung bisa melewati semua genangan air tanpa masalah dan tanpa bantuan warga kampung.
Tidak seperti beberapa mobil perlu bantuan puluhan warga kampung, termasuk mobil yang sarat muatan yang ditemui. Sayangnya pada beberapa area aliran banjir yang mengalir dekat dengan jalan raya, jalan-jalan tersebut tidak dinaikkan tanggulnya selama bertahun-tahun untuk tetap bebas dari banjir di musim hujan, yang merupakan hambatan besar bagi ratusan mobil.