Tak Berkategori

Jadi Runner-Up Asia, Rupiah Berjaya

apahabar.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank…

Featured-Image
Ilustrasi rupiah. Foto-Ist

bakabar.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Mata uang Tanah Air pun perkasa di perdagangan pasar spot.

Melansir CNBC Indonesia pada Senin (15/2/2021), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 13.946. Rupiah menguat 0,46% dibandingkan posisi sebelum libur Tahun Baru Imlek.

Rupiah juga berjaya di pasar spot. Pada pukul 10: WIB, US$ 1 setara dengan Rp 13.940 di mana rupiah menguat 0,21%.

Kala pembukaan pasar spot, rupiah sudah menguat 0,14%. Seiring perjalanan, apresiasi rupiah kian tebal.

Mata uang Asia lainnya pun cenderung terapresiasi di hadapan dolar AS. Namun penguatan 0,21% sudah cukup untuk membuat rupiah jadi yang terbaik kedua di antara mereka, hanya kalah dari peso Filipina.

Dolar AS Lemes

Tidak cuma di Asia, dolar AS juga lemas di level global. Pada pukul 09:15 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) terkoreksi 0,11%.

Investor melepas dolar AS karena kecewa terhadap kinerja ekonomi Negeri Paman Sam. Berbagai data menunjukkan jalan menuju pemulihan sepertinya masih panjang dan berliku.

Pada pekan yang berakhir 6 Februari 2021, jumlah klaim tunjangan pengangguran di Negeri Paman Sam turun 19.000 dibandingkan pekan sebelumnya menjadi 793.000. Masih jauh di atas konsensus yang dihimpun Reuters dengan perkiraan 757.000.

Data ini menunjukkan bahwa memang betul ekonomi AS mulai menggeliat, lapangan kerja kembali tercipta. Namun dampak yang ditimbulkan pandemi virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) terlalu besar, mustahil untuk bangkit 100% dalam waktu singkat. Angka pengangguran masih sangat tinggi.

Selama pandemi, sekitar 22,2 juta lapangan kerja di AS hilang dan saat baru baru kembali 12,3 juta, perjalanan masih panjang. Badan Anggaran Kongres AS memperkirakan penciptaan lapangan kerja belum bisa kembali seperti masa sebelum pandemi sebelum 2024.

Kemudian pembacaan awal indeks sentimen konsumen keluaran University of Michigan periode Februari 2021 menunjukkan angka 76,2. Turun dibandingkan bulan lalu yang sebesar 79 dan jadi yang terendah sejak Agustus 2020.

“Sentimen konsumen bergerak turun pada Februari 2021, terutama di sisi ekspektasi penghasilan bagi keluarga berpendapatan di bawah US$ 75.000/tahun. Hanya sedikit rumah tangga di kelompok pendapatan ini mengaku memperoleh kenaikan penghasilan. Meski kabar stimulus fiskal berhembus kencang, tetapi konsumen lebih pesimistis dalam memandang prospek perekonomian,” sebut keterangan tertulis University of Michigan.

Lalu ada pula perkembangan pengajuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang pada pekan yang berakhir 5 Februari 2021 turun 4,1% dibandingkan minggu sebelumnya. Salah satunya akibat kenaikan suku bunga KPR, di mana untuk tenor 30 tahun naik 4 basis poin (bps) menjadi 2,96%, tertinggi sejak pekan kedua November 2020.

“Sebelumnya dolar AS sempat menguat karena ada ekspektasi ekonomi AS bakal pulih. Namun sekarang pasar mencari bukti, mana pemulihan itu?” tegas Shinichiro Kadota, Senior Currency Strategist di Barclays Capital yang berkedudukan di Tokyo (Jepang), seperti dikutip dari Reuters.

Lesunya perekonomian Negeri Adidaya semakin memperkuat persepsi bahwa pemerintah dan bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) bakal terus menerapkan kebijakan ekspansif. Gedung Putih tengah mempersiapkan paket stimulus senilai US$ 1,9 triliun sementara The Fed tetap mempertahankan suku bunga rendah dan program pembelian aset (quantitative easing) bernilai puluhan miliar dolar AS setiap bulannya.

Gelontoran likuiditas tersebut membuat pasokan dolar AS melimpah. Seperti barang, mata uang yang kelebihan pasokan akan menurunkan ‘nilai jual’. Oleh karena itu, prospek dolar AS rasanya masih suram dalam jangka menengah.



Komentar
Banner
Banner