bakabar.com, JAKARTA - Mantan narapidana teroris, Agus Sujatno, meledakkan bom bunuh diri di Polsek Astana Anyar, Bandung, pada Rabu (7/12) sekira pukul 08.20 WIB. Insiden ini menumbangkan sebelas korban, dengan sepuluh di antaranya ialah anggota polisi.
Ledakan bom bunuh diri yang demikian, boleh dibilang, menambah suasana mencekam di Astana Anyar. Mengingat, daerah tersebut sudah memiliki ‘masa lalu’ yang identik dengan hal klenik: bekas kuburan tua.
Pernah Dijuluki ‘Kota Kuburan’
Hal itu sebagaimana dituturkan Haryoto Kunto dalam buku berjudul Bandoeng Tempo Doeloe (1985), di mana Astana Anyar dulunya terkenal sebagai area pemakaman. Dalam bahasa Sunda sendiri, daerah itu berarti ‘kuburan baru.’
Nama tersebut muncul saat pemerintah kolonial membahas perihal pembangunan Bandung, lebih tepatnya pada awal abad ke-20. Kala itu, orang-orang Belanda mendirikan pasar baru khusus para pedagang, usai tempat mereka biasa berjualan dilahap si jago merah.
Sejalan dengan yang disampaikan Haryoto, seorang pecinta sejarah yang tergabung dalam Komunitas Aleut, Irfan Teguh, juga menuturkan bahwasanya Bandung pernah dijuluki ‘kota kuburan.’
Usut punya usut, kawasan Banceuy dulunya merupakan area pemakaman untuk orang Tionghoa, Eropa, dan Belanda. Adapun warga pribumi hanya diperbolehkan mengubur jenazah di pekarangan rumah.
Namun, akhirnya, Pemerintah Hindia-Belanda mengubah kawasan Sirnaraga dan Astana Anyar menjadi pemakaman umum untuk warga pribumi.
Jadi Lokasi Jualan Pasar Loak
Terlepas dari masa lalu yang mencekam, Astana Anyar kini menjadi salah satu lokasi berburu barang bekas berharga miring. Barang loak itu biasanya berupa ponsel, helm, sepatu, hingga aksesoris rumah tangga.
Harga yang ditawarkan terbilang sangat terjangkau, yakni mulai Rp5.000 hingga ratusan ribu, tergantung kondisi barang. Nominal miring itulah yang jadi daya tarik Astana Anyar tersendiri.
Pasar yang membentang dari Jalan Otto Iskandardinata sampai Pajagalan itu mulai dipenuhi pedagang sejak 1967. Lonjakan niagawan baru terjadi kala krisis ekonomi melanda, tepatnya pada 1997 hingga 1998.
Pada awal pemerintahan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil, jalan ini sempat sepi pedagang. Namun, kini, dipenuhi lagi oleh jajakan barang-barang bekas, juga pengunjung dari berbagai daerah: Jakarta, Ciamis, Tasikmalaya, dan Garut.
Sayangnya, para pedagang tersebut berjualan di trotoar dan sebagian lagi berjualan di bahu jalan. Kondisi ini menimbulkan kemacetan di Jalan Astana Anyar.
Demikianlah sekilas sejarah mengenai Astana Anyar, daerah yang jadi lokasi bom bunuh diri, mulai dari situasi di masa lampau hingga kondisi terkini. Semoga bermanfaat!