bakabar.com, BANJARBARU – Di tengah pandemi Covid-19, pemeriksaan diagnostik bak lumbung bisnis baru.
Namun isu atau kabar jika Rumah Sakit Daerah Idaman (RSDI) Banjarbaru ikut-ikutan mengambil untung dari pemeriksaan diagnostik dibantah tegas Direktur RSDI Dr.dr. Hj. Endah Labati Silapurna, M.H.Kes didampingi Kepala Bagian Tata Usaha RSDI, Firmansyah.
Firman membantah kabar tersebut dengan alasan RSDI merupakan badan layanan umum daerah.
Artinya, mereka diberikan keleluasaan secara terbatas untuk mengembangkan bisnis layanan yang tetap mengedepankan aspek sosial.
“Jenis layanan pemeriksaan mandiri (Covid-19) tidak berbeda dengan layanan General Check Up yang telah lama dikembangkan oleh RSDI melalui Poliklinik eksekutifnya,” ujar Firman kepada bakabar.com, Senin (1/5) sore.
Menurutnya, tujuan diagnostik Covid-19 sendiri ialah mempermudah masyarakat memeriksakan dirinya terkait gejala adanya virus.
Juga, menjawab kebutuhan masyarakat yang ingin melakukan tes mandiri Covid-19 demi berbagai keperluan, baik pribadi maupun korporasi.
“Untuk mempermudah masyarakat yang secara kesadarannya sendiri ingin memeriksakan dirinya, meskipun dia dalam keadaan sehat, dan apapun tujuan pemeriksaan tersebut guna mempermudah mereka,” jelasnya.
Kemudahan itu dalam artian masyarakat tak perlu keluar daerah hanya untuk pengambilan swab, dan tidak perlu repot mengirimkan sampel swab dalam viral transport medium atau media pembawa virus (VTM).
“Hingga pada akhirnya tinggal menerima surat keterangan telah diperiksa dengan hasil yang objektif,” terangnya.
Lantas bagaimana dengan tarifnya?
Tarif yang diberlakukan hasil dari penilaian terendah berbasis unit cost.
“Artinya tetap mengedepankan aspek pelayanan namun tidak mengambil keuntungan,” jawabnya.
Sedangkan untuk tarif pemeriksaan PCR (Polymyrase Chain Reaction) dari Prodia merupakan fixed cost dari mereka.
“Kami tidak bisa mencampuri hal tersebut,” tegas Firman.
Prodia sendiri partner RSDI dalam menyelenggarakan layanan pemeriksaan mandiri diagnostik Covid-19 menggunakan metode PCR dengan teknik pengambilan swab.
“Kerja sama ini adalah bentuk diversifikasi layanan pemeriksaan diagnostik berbasis kerja sama yang telah lama diselenggarakan bersama antara RSDI dengan laboratorium klinik Prodia,” katanya.
Sehingga kabar terkait pemeriksaan mandiri Covid-19 di RSDI Banjarbaru jadi lumbung bisnis baru, kata dia, tidaklah benar.
Senada dengan Firman, Kepala Seksi Pelayanan Medik RSDI, dr. Hj. Siti Ningsih juga membantah isu tersebut.
“Teknis pelaksanaan pemeriksaan mandiri diagnostik PCR ini tidak sembarangan, artinya tidak serta merta setiap orang yang memiliki kebutuhan maupun kemampuan finansial akan bisa mengajukan diri untuk diperiksa, ucapnya.
Karena mengingat kapasitas dan kapabilitas petugas pengambil swab serta kemampuan tes PCR dari Prodia yang terbatas.
“Sehingga dalam seminggu kami batasi 2 hari pengambilan sampel yaitu pada Rabu dan Jumat dengan perjanjian terlebih dahulu dengan petugas administrasi Poliklinik Eksekutif,” jelas Siti.
Adapun maksimal sampel yang diperiksa dalam dua hari tersebut hanya 5 sampel.
Sementara itu, Direktur RSDI Dr.dr. Hj. Endah Labati Silapurna, M.H.Kes mengatakan untuk masyarakat tidak perlu khawatir mengenai biaya.
“Masyarakat tidak perlu khawatir, untuk pasien yang masuk RSDI dengan status ODP dan PDP, pemeriksaan diagnostik semuanya ditanggung oleh pemerintah,” tambahnya.
Jadi, sambung Endah tidak benar jika tarif pemeriksaan (mandiri) ini juga diberlakukan untuk pasien yang memang benar-benar harus diobati.
“RSDI sebagai rumah sakit pemerintah Kota Banjarbaru meskipun dengan klasifikasi C, akan tetap berusaha memberikan yang terbaik, dan akan selalu terbuka terhadap kritik saran dari masyarakat,” pungkasnya.
Editor: Fariz Fadhillah