bakabar.com, BALIKPAPAN - Kejaksaan Agung (Kejagung) RI telah menetapkan status tersangka terhadap Ismail Thomas, anggota Komisi I DPR RI. Selain menetapkan status tersangka, Kejagung juga resmi menahan Bupati Kutai Barat periode 2006-2016 itu.
Kasus tersebut berkaitan dengan pemalsuan dokumen terkait dengan perizinan pertambangan di lahan yang sama dengan melibatkan dua perusahaan lain, yakni PT Gunung Bara Utama dan PT Sendawar Jaya. Kedua perusahaan itu diketahui beroperasi di Kutai Barat, Kalimantan Timur.
Tertangkapnya Ismail Thomas menjadi sorotan oleh Pusat Studi Anti Korupsi (Saksi) Fakultas Hukum Universitas Mulawarman, Kalimantan Timur.
Ketua 'Saksi' FH Unmul Orin Gusta Andini mengungkapkan, penyebab tertangkapnya Ismail Thomas, tidak lain saat kewenangan pemberian izin pertambangan masih ada di kabupaten/ kota.
Baca Juga: Sengketa Lahan Belum Usai, PUPR: Tol Bocimi Siap Beroperasi
"Kepala-kepala daerah mengatur lalu lintas izin tambang itu secara serampangan. Jadi saat kewenangan ada di tangan mereka, bisnis izin itu ada dalam kendali penuh mereka," terang Orin kepada bakabar.com, Kamis (17/8).
Atas dasar itu pula ia mendorong aparat penegak hukum untuk menyelidiki kepala daerah lainnya. Kejaksaan Agung harus memastikan bahwa proses hukum dilakukan dengan adil dan transparan, sesuai dengan prinsip-prinsip hukum yang berlaku.
"Mendesak para aparat penegak hukum segera menyelidiki seluruh kepala daerah yang menjabat saat kewenangan izin tersebut masih berada di Kabupaten/Kota," katanya.
Orin menambahkan, "Menjadikan kasus korupsi Ismail Thomas ini sebagaipenguak kotak pandora untuk menyelidiki kasus-kasus serupa lainnya."
Baca Juga: Kejagung: Eks Bupati Kutai Barat Kaltim Palsukan Dokumen Tambang
Sebagai informasi, Ismail Thomas ditetapkan menjadi tersangka atas pemalsuan dokumen. Dokumen palsu itu menciptakan kesan seolah-olah perusahaan PT. Sendawar Jaya memiliki izin secara sah untuk melakukan kegiatan pertambangan, padahal nyatanya tidak demikian.
Atas perbuatannya, Ismail ditahan untuk 20 hari pertama di Rutan Salemba cabang Kejaksaan. Politikus PDIP itu dijerat dengan pasal 9 Undang-undang Tipikor juncto Pasal 55 KUHP.
Kejaksaan Agung sebelumnya telah menyita tambang tersebut sebagai aset dari PT Gunung Bara Utama, anak perusahaan dari PT Trada Alam Minerba. PT Trada Alam merupakan milik terpidana korupsi asuransi PT Jiwasraya Heru Hidayat, namun di saat bersamaan, PT Sendawar Jaya mengeklaim sebagai pemegang izin sah lahan tambang tersebut.
PT Sendawar mendaftarkan gugatannya ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Juli 2022. Dalam gugatannya, Kejagung terdaftar sebagai pihak yang digugat.
Baca Juga: Bekas Galian Tambang di Samarinda Makan Korban, Seorang Remaja Tewas
PT Sendawar Jaya memegang Surat Kuasa Izin Peninjauan (SKIP) batu bara nomor: 503/378/Distambling-TU.P/V/2008 tanggal 19 Mei 2008. Kemudian Surat Pemberian Kuasa Pertambangan Penyelidikan Umum, Nomor: 545/K.501a/2008 tanggal 19 Juni 2008, dan Surat Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi Nomor: 545/K.781c/2008, Tanggal 9 September 2008.
Pengadilan memutuskan PT Sendawar Jaya berhak menguasai tambang tersebut. Kejagung yang terlanjur menyita lahan tersebut sebagai aset PT Gunung Bara Utama, seharusnya mengembalikan kepada PT Sendawar Jaya.