Transisi Energi

Indonesia Percepat Transisi Energi demi Net Zero Emission 2060

Desakan mempercepat proses transisi energi menjadi urgensi yang harus dipersiapkan tiap negara, tak terkecuali Indonesia.

Featured-Image
Menteri ESDM saat mengahdiri IRENA 13th Session Assembly,di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab pada Sabtu (14/1) waktu setempat. (Foto; dok. Kementerian ESDM)

bakabar.com, JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif menekankan keberlanjutan transisi energi global saat menghadiri pertemuan International Renewable Energy Agency (IRENA) di Abu Dhabi, UEA, Sabtu (14/1).

Desakan mempercepat proses transisi energi menjadi urgensi yang dipersiapkan oleh masing-masing negara, tak terkecuali Indonesia. Transisi energi penting untuk menekan emisi gas rumah kaca serta menahan laju kenaikan suhu global.

"Ini langkah nyata menuju Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat sekaligus sebagai dukungan Indonesia pada United Nations Climate Conference COP28 untuk memastikan program yang berjalan sesuai dengan yang direncanakan," ujar Arifin dalam keterangan tertulis, Senin (16/1).

Sebagai Vice President of Assembly, Menteri ESDM menyampaikan komitmen Indonesia untuk melakukan akselerasi transisi energi hingga tahun 2023.

"Berbagai upaya tengah dilakukan mulai dari program percepatan pengembangan Energi Baru Terbarukan (EBT), pengakhiran operasional lebih dini Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU), co-firing biomassa pada PLTU, program mandatori biodiesel 30%, dan pengembangan jaringan listrik supergrid," ungkap Arifin.

Arifin menyebut jika pemerintah Indonesia tengah menyiapkan beragam payung hukum untuk memberikan kepastian usaha yang kondusif di sektor EBT.

"Sehingga mampu meningkatkan utilisasi pengembangan industri EBT dan perekonomian nasional," paparnya saat menghadiri pertemuan the 13th Session of the Assembly of the International Renewable Energy Agency (IRENA) di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab.

Arifin juga sempat menyinggung peran Asia Tenggara dalam mewujudkan percepatan transisi energi. Salah satu langkah agresif dilakukan melalui pengembangan inovasi teknologi rendah karbon dan pendanaan yang besar.

"Menurut laporan IRENA, pada tahun 2050 ASEAN membutuhkan pembiayaan sebesar USD29,4 triliun termasuk untuk biaya bahan bakar, operasi dan pemeliharaan serta skenario biaya pembiayaan dengan 100% energi terbarukan," jelasnya.

Sementara itu, Direktur Jenderal IRENA Francesco La Camera mengatakan peran besar kerja sama internasional dalam menyukseskan transisi energi.

"Upaya harus dipercepat, sambil memastikan bahwa manfaat tersebar merata di seluruh negara dan komunitas," ungkapnya.

Kerja sama internasional memainkan peran penting dalam memastikan bahwa semua negara memiliki kesempatan untuk mempercepat penyebaran teknologi dan mengamankan investasi yang dibutuhkan untuk mencapai tujuan transisi energi. 

"Keanggotaan IRENA menawarkan platform unik untuk mendorong agenda energi global di COP28 dan seterusnya," kata Francesco.

Sebagaimana diketahui, IRENA adalah badan internasional yang berupaya untuk mengatasi perubahan iklim melalui pemanfaatan energi yang ramah lingkungan. Tujuannya adalah untuk membantu pengembangan dan pemanfaatan energi terbarukan secara luas melalui kegiatan-kegiatan yang konkrit. 

Pada pertemuan IRENA, Indonesia menjadi Vice Presidentof the Assembly bersama dengan Zimbabwe, Belgium, dan Uruguay.

Editor


Komentar
Banner
Banner