bakabar.com, JAKARTA – Penyuntikan vaksin Covid-19 pada penyintas atau orang yang sudah pernah terinfeksi virus corona akan membuat imunitas tubuh menjadi lebih kuat.
Pakar Biologi Molekuler Ahmad Rusdan Handoyo Utomo menegaskan hal tersebut.
Ahmad menduga hal itu dikarenakan ada kekebalan alami yang sudah terbentuk karena virus Covid-19 dalam tubuh, serta ada booster berupa kekebalan buatan dari vaksin Covid-19.
“Sejauh ini secara teoritis sih enggak ada alasan ilmiahnya yang diprediksi bahaya jika memberikan vaksin Covid-19 pada penyintas Covid-19, malah bagus sebagai booster,” ujarnya dilansir dari CNNIndonesia.com, Selasa (15/12).
Berdasarkan penelitian yang sudah ada, antibodi alami yang terbentuk karena infeksi Covid-19 juga hanya bertahan dalam waktu singkat.
Antibodi alamiah ini hanya bisa bertahan selama kurang lebih 6 bulan pada pasien Covid-19 bergejala berat, dan lebih singkat pada pasien Covid-19 bergejala ringan yang hanya 3 bulan.
Sementara proteksi dari vaksin Covid-19 diklaim bisa lebih kuat dan lebih tahan lama daripada proteksi yang didapat secara alamiah. Meskipun, Ahmad mengaku belum ada hasil penelitian yang pasti berapa lama antibodi dari vaksin Covid-19 bisa bertahan dalam tubuh.
“Sejauh ini antibodi bisa bertahan hampir 6 bulan pada orang bergejala berat, dan 3 bulan pada orang bergejala ringan, sedangkan pada data terbaru profil imunologi tentang Covid-19 saya duga vaksinasi lebih bagus proteksinya daripada infeksi alami,” jelasnya.
“Tapi itu masih dugaan dan perlu dibuktikan,” imbuhnya.
Meski demikian, vaksinasi Covid-19 pada para penyintas sebaiknya belum menjadi prioritas karena sudah ada antibodi yang terbentuk. Walaupun, dengan pemberian vaksin pada para penyintas, dapat memberikan proteksi lebih karena antibodi yang terbentuk lebih kuat.
Perlindungan dari Covid-19 sementara ini perlu diprioritaskan bagi mereka yang belum memiliki antibodi Covid-19 dan rentan tertular karena pekerjaan atau aktivitasnya.
Di samping itu, produksi vaksin Covid-19 juga masih terbatas membuatnya langka, sehingga hanya diperuntukkan bagi beberapa kalangan.
“Ini masalah prioritas, kalau supply vaksinnya banyak ya enggak masalah [diberikan kepada keduanya],” pungkasnya.
Hal serupa juga dikatakan Vaksinolog dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam, Dirga Sakti Rambe, menilai penyintas seharusnya tidak lagi menjadi prioritas vaksinasi pemerintah karena telah memiliki kekebalan tubuh terhadap serangan Covid-19.
“Dalam konteks pandemi covid-19 ini memang bagi teman-teman yang pernah terinfeksi covid-19 itu tidak menjadi prioritas. Artinya mereka bukan menjadi target vaksinasi karena dianggap memiliki kekebalan tubuh,” ujar Dirga.
Sementara itu, pemerintah telah membagi skema pemberian vaksin melalui dua jalur yakni vaksin program pemerintah yang gratis dan vaksin mandiri alias berbayar.
Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto pada 17 November lalu sempat mengatakan bahwa target vaksinasi mencakup 67 persen dari 160 juta populasi berusia 18-59 tahun.
Dengan kata lain, vaksin disiapkan kepada 107.206.544 orang. Dengan kebutuhan dua kali suntik per orang dan cadangan 15 persen dari kebutuhan, maka total vaksin yang dibutuhkan sebanyak 246.575.051 dosis.
Total penerima vaksin dari program pemerintah 32.158.276 orang dengan kebutuhan 73.964.035 dosis vaksin Covid-19. Sedangkan penerima vaksin mandiri berjumlah 75.048.268 orang dengan kebutuhan 172.611.016 dosis vaksin Covid-19.